Akhirnya, penulis baru sempat membuka lagi akun ini, setelah beberapa waktu tidak menengok berbagai platform menulis sama sekali. Koq bisa? Ternyata, alur hidup ini membawa penulis untuk (sementara) menjauh dari kepenulisan. Ada sebuah "pertempuran" penting yang harus penulis tuntaskan dengan baik, dan kepenulisan must take a backseat priority for a while.Â
Apa pertempuran tersebut? Pertempuran itu adalah pertempuran menuju Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Sekarang, namanya dikenal sebagai Ujian Tertulis Berbasis Komputer (UTBK) dan dilanjutkan oleh Seleksi Bersama Menuju Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Semakin kesini, ujian ini semakin sulit saja. Apalagi tahun ini, di mana soal yang diujikan sudah menggunakan higher order thinking skills (HOTS).Â
Lalu, bagaimana cerita penulis sampai mengikuti UTBK-SBMPTN? Kisah ini berawal pada 24 Maret 2019, tanggal di mana hasil SNMPTN diumumkan. Ternyata, penulis belum lulus seleksi menuju univeristas negeri pada fakultas yang diinginkan. Ketika mengetahui hal tersebut, muncul sebuah perasaan goyah dan sedih di dalam diri.Â
Kalau digambarkan, rasanya seperti sebuah pesawat yang mengalami turbulensi di udara. Penulis serasa jatuh beberapa kaki ketika membaca pengumuman tersebut.Â
Namun, keterbatasan waktu mendorong penulis untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Justru, penulis memilih segera bersiap-siap untuk mengikuti UTBK-SBMPTN. Maka, penulis mulai mengikuti berbagai try out dan memelajari berbagai materi yang berkaitan dengan UTBK-SBMPTN. Kalau tidak, bisa-bisa penulis gagal untuk kedua kalinya.Â
Dalam proses ini, penulis merasa seperti seorang pendaki yang mencoba menaklukkan sebuah gunung yang belum pernah ia daki sebelumnya. Atau sebuah kapal perang yang sedang berlayar di lautan terasing nan buas.Â
Lebih lagi, hanya ada waktu satu bulan untuk melakukan ini semua. Sehingga, penulis harus mencurahkan sebagian besar waktu dan energi penulis untuk UTBK-SBMPTN ini. Ada banyak hal yang harus penulis "tinggalkan" sementara waktu. Salah satu hal tersebut adalah menulis.Â
Bagaimana rasanya meninggalkan dunia kepenulisan selama hampir dua bulan? Tidak enak. Penulis merasa seperti tercabut dari media aktualisasi diri, sekaligus hobi yang sangat produktif ini. Muncul sebuah kehampaan di dalam diri yang belum pernah penulis rasakan sebelumnya. Untung saja the siege mentality dan kemauan untuk menang berhasil mendominasi kehampaan tersebut.Â
Tetapi, dominasi bukan berarti kehampaan tersebut hilang dengan sendirinya. Kehampaan itu tetap ada, dan menjadi semakin dalam. Begitu dalam, sampai-sampai penulis berkomitmen kepada diri sendiri, "Setelah 25 Mei, saya harus kembali menulis dan lebih produktif dari sebelumnya." Semoga penulis berhasil mewujudkan komitmen ini.Â
Memang, apa sih manfaat dari menulis secara produktif? Hairston (dalam Susanto, 2015:12), menyatakan bahwa menulis secara produktif memiliki empat manfaat utama. Pertama, meningkatkan kecerdasan seseorang. Kedua, mengembangkan inisiatif dan kreativitas penulis. Ketiga, menulis secara produktif juga mendorong keberanian. Â