Bagi Beliau, wujud disrupsi yang paling bermanfaat adalah terpancingnya murid untuk berpikir kritis. Proses berpikir ini terbentuk dari adanya tanya jawab. "Kemarin, saya juga baca, ternyata anak-anak zaman sekarang kalau ditanya, jawabannya singkat-singkat. Jadi, dia gak bisa memunculkan jawaban yang panjang." Diharapkan, dengan adanya dorongan untuk berpikir kritis, maka kecenderungan buruk ini bisa berkurang di antara anak-anak SMA zaman now.
Terakhir, Beliau memiliki pesan untuk seluruh guru dan murid sekolah menengah atas di Indonesia. "Guru harus membentuk life skills dan karakter. Itulah yang membangun semangat dia (murid) untuk berkompetisi, bertanggung jawab. Diharapkan , guru itu sudah lari ke arah sana, tidak hanya sekedar konsep-konsep," pesan Beliau untuk para guru di Indonesia.
"Murid juga harus menyikapi perubahan itu secara terbuka. Jangan terpaku pada kemapanan dan kenyamanan. Banyak dari kita (siswa SMA) yang terpaku pada zona mapan dan zona nyaman. Padahal, zaman kan gak tau, bisa berubah. Jika murid tidak punya pegangan, misalkan kemampuan bersaing, bertanggung jawab, maka bisa habis juga."
Maka dari itu, mari kita terus berbenah dalam menghadapi disrupsi pendidikan menengah atas, untuk menyongsong kualitas pendidikan yang lebih baik. Nasib negara kita ditentukan olehnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H