Mohon tunggu...
Rahma Dian
Rahma Dian Mohon Tunggu... Guru - Love writing and reading

Do something good it will be good for us. twitter: @dradikta | IG: dradikta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan Sore Ini 2

29 Juni 2016   09:42 Diperbarui: 29 Juni 2016   12:29 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih sampai pintu, jantungku sudah meleleh, nafasku tinggal satu – satu dan air mata meramaikannya. Mataku menyajikan hal yang tak bisa dipercaya, Nuka berpegangan tangan dengan seorang perempuan. Hatiku ikut tertusuk ketika tahu perempuan itu Jelita, teman SMAku. Tak sanggup melakukan apapun, aku berlari meninggalkan semuanya. Berjalan dengan gulana yang tak terhitung. Baru beberapa meter melangkah, petir menggoyah, angin marah, dan air memandikan semuanya. Akupun merasa hujan kali ini bukan air tapi api yang membakar tubuhku hingga hangus. Huh! Berulangkali nafas panjang kukeluarkan namun hasilnya sama, sakitnya tak berkurang.

Kusandarkan tubuh di besi tua sebuah jembatan, bukan mau lompat. Aku hanya ingin meninggalkan seluruh luka dan membiarkannya mengalir bersama hujan. Tubuhku basah, otakku juga, hingga aku berfikir “Kenapa aku marah? Status Nuka bukan pacar, murni teman”. Mungkin aku telah jatuh cinta, sayangnya aku baru menyadari di saat dia memilih wanita lain.

Aku sudah menyadari kalau Nuka telah menunjuk cinta yang lain. Namun hatiku belum cukup nyali untuk berjalan sendiri, meninggalkan Nuka dengan kebahagiaannya. Aku masih berdiri menikmati sakit perdana. 1 atau 2 jam aku tak tahu, jelasnya diriku masih ingin di sini meski hujan terus mendera dan dingin tak lagi main – main.

Tak ada suara kecuali petir, tak ada manusia kecuali aku, tak cahaya kecuali bintang, aku benar – benar sepi sampai sebuah Livina putih berhenti. Keluarlah pria yang tak kukenal. Dia menghampiri dengan payung hitamnya.

“Sebenarnya aku tadi ada di belakangmu dan melihat semuanya. Kita sama – sama tersakiti, aku oleh Jelita dan kamu oleh pria itu. Sayangnya aku tak bisa marah karena sudah putus. Oh ya, bagaimana denganmu?” penjelasan pria entah siapa itu tak mampu kujawab. Tubuhku telah kalah, aku menggigil. Pria itupun bersuara lagi,”Sorry..sorry kita ngobrol di mobil.”

Jauh lebih hangat, sepertinya aku sanggup bercerita,”Aku dan Nuka tak ada hubungan apapun. Maaf aku juga nggak bisa menjelaskan apapun. Maaf.” Rupanya level keberaniannku cetek, aku tak mampu bilang kalau “Aku cinta sendirian.”

Tampaknya pria itu tak ingin tahu lebih jauh. Dia diam dan mengantarku sampai rumah. Turun dari mobil, perkenalan mulai,”Kenalin aku Adam.”

“Lintang. Makasih udah anter sampai rumah,” kusambut tangan kuatnya dengan senyuman.

Suatu hal terjadi ketika aku akan masuk rumah. “Lintang,” Adam memanggilku. Dia memberiku sesuatu, sekotak es krim. “Jangan lihat momennya, rasakan coklat yang ada di dalamnya. Siapa tahu bisa mengubah sedih jadi bahagia,” ujar Adam dengan senyum kecil. Wajahnya yang orintal, sedikit mengobati diri yang sesak akan luka cinta. Semoga Adam bisa jadi teman baik.

“Jadi tadi ke kafe kamu pengen beli es krim. Tapi kenapa kok kamu kasih ke aku?” aku ingin penjelasan dari Adam dibarengi secuil keanehan “Kenapa perkataan Adam hampir sama dengan Nuka? Mereka kompakan?”

“Tadi aku sudah bilang, siapa tahu bisa mengubah sedih jadi bahagia. Sudah jangan tanya – tanya, masuk gih keburu kedinginan tuh!” Adam seperti tak tega melihatku merasakan dingin yang kelewat.

“Makasih ya Dam. Senang bisa kenal kamu,” ucapku. Lagi, senyuman dia suguhkan ditemani matanya yang kecil.

Dua bulan kemudian,

Dari perkenalan sederhana yang sedikit menyedihkan, aku dan Adam semakin dekat, erat seperti tak berjarak. Akupun menerima dia sebagai pengganti Nuka. Kutulis namanya setebal mungkin dengan spidol waterproof di hati terdalam. Sayangnya, aku gagal belajar mencintainya. Kalau orang bilang cinta itu bisa hadir karena terbiasa. Aku biasa melakoni hari dengan Adam dan sangat menyenangkan. Tapi, kenapa lebih nyaman saat sama Nuka? Hubungan tanpa status yang adem menurutku. Lalu, sekarang? Jujur dan putus dengan Adam?

Ini kesekian kalinya aku merebahkan diri di hamparan lapangan basket yang kasar. Terasa hangat karena mentari akan berpulang, sinar coklatnya melalui tubuhku juga Adam yang berada di sampingku. “Sudah mulai gelap, pulang yukkk?” Ajakan itu masuk ke telinga namun aku masih ingin di sini. Sepertinya aku tak mampu lagi bertahan, ingin berteriak kalau aku mencintai Nuka. Kukeluarkan nafas melalui mulut dan tubuh mulai bangkit. Kuhampiri Adam dan memelukanya. Mungkin ini untuk terakhir kalinya, aku memeluk dan menemaninya bermain basket.

“Mungkin ini terakhir kalinya aku menemanimu main basket,” ungkapku terbata. Perlahan aku melepaskan pelukan. Adam mulai memandangku, memegang tanganku, aku yakin akan ada pertanyaan yang terlantun,”Maksudnya?”

Saat Adam bilang “Maksudnya?” Aku gagap, mulai dari mana penjelasannya. Nafasku tak terkendali, keringat terus keluar meramaikan emosi. Ok! Aku harus,”Adam terima kasih kamu sudah ada dalam hari – hari aku. Tapi aku ngrasa hubungan ini nggak bisa bertahan lama, aku harus jujur kalau sebenarnya.....” Aku tiba – tiba terdiam dan Adam melanjutkannya,”Kerena kamu masih sayang sama Nuka, iya kan?” Jantungku seperti stop sejenak, darah – darah yang mengalir membeku, dunia seolah berhenti. Aku harus jawab apa?

Adam membanting tanganku dan kakinya mengambil langkah, aku mengejarnya untuk minta maaf. Responnya cukup sakit,”Aku nggak tahu bisa memaafkan kamu atau tidak, yang jelas aku benci banget sama hari ini.” Pria itu pergi meninggalkan sakitnya di sini. Sedangkan aku, belum bisa pergi masih setia dengan tangis. Jujur aku belum mampu berjalan jauh meninggalkan Nuka dengan kebahagiaannya, entah sampai kapan? Mungkin sampai aku tahu kapan harus berjalan sendiri tanpa dia, Nuka.

Makasih buat teman – teman yang setia main ke sini. Semoga tak bosan dengan tulisan – tulisan aku yang tak seberapa. Oh ya...! Jangan lupa buat follow twitternya ya: @dradikta sekalian IG nya yaaakkkk: @dradikta. Salam cinta damai, salam kompasiana............

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun