Cinta Itu Setia
Sorotan matanya terekam erat di nadiku melukiskan ketulusan yang mendalam. Tubuhnya berdiri tegak seolah mampu menangkis segala luka yang akan menimpuknya dalam mengarungi warna warni kehidupan. Ya! Sosok indah itu adalah rekan kerjaku Rendra Bimana, pria yang menyatakan cintanya padaku sebulan lalu namun dengan lantang tanganku menamparnya. Mungkin aku salah karena telah melupakan ketulusan cinta yang dia persembahkan, tapi aku ingat hidup itu tak pernah cukup kalau hanya mengandalkan setia dan tulusnya cinta. Sekarang aku telah merasakan kalau pilihan untuk mencintai anak adam yang mampu memberikan kartu kredit, tas bermerk, sepatu impor, dan baju dari perancang ternama dengan mudah adalah kesetiaan, ketulusan yang melebihi apapun.
Hari ini kampus tempatku mencari rupiah hujan dibubuhi petir, seperti biasa Rendra sudah berdiri menunggu bus butut yang menjemput serta mengantarnya ke kontrakan butut pula. Beda jauh denganku, ada tunggangan mewah yang telah siap menjemputku. Terdapat mahluk tampan di dalamnya, Kevin Natala namanya. “Kev” itulah panggilan sayangku terhadapnya. Kev bukan hanya popular sebagai putra pemilik kampus namun raja playboy sejagat. Sayangnya ketidakpedulian terlanjur larut dalam darahku, jadi predikat negatif itu tak begitu penting. Lihat ajakan Kev sangatlah memahami perempuan,”El, hari ini kamu mau shopping dimana?” “Terserah kamu aja Kev,” jawabku. Berhentilah mobil kinclong Kev di depan sebuah pusat perbelanjaan, akupun siap beraksi. Semua barang bagus sudah nangkring di tangan siap dipindahkan ke kasir, Kevpun sudah siap disana. Pembayaran selesai, baju dan sepatu yang tak terkira jumlah sudah tertata rapi tinggal dibawa ke mobil. Namun keanehan terlihat saat Kev menerima telepon, tak biasanya dia menerima telepon mengendap – endap. Tiba – tiba,”Elisa sayang aku ke toilet dulu ya,” ucapan manis dibubuhi kecupan manis itulah yang dilayangkan Kev kepadaku. Setelah ucapan itu aku memutuskan buat menunggu Kev di depan pusat perbelanjaan. Bukan semenit dua menit namun sejam aku berdiri dengan segudang balanjaan tapi pria yang kuanggap setia itu tak muncul juga. Dan...dan... aku melihatnya berjalan mesra dengan perempuan lain. “Kev...aku udah tunggu kamu sejam, aku telepon nggak bisa! Sekarang kamu...” amarahku itu dipotongnya dengan,”Kamu siapa?” urat – urat emosi menghujani fikiran, akupun siap mengeluarkan ocehan panas,”Aku ini pacar kamu Kev!” dengan mudahnya pria idamanku itu bilang,”Apa? Sudah terlalu banyak wanita yang mengaku seperti itu,” lalu pergi bergandeng mesra dengan perempuan entah siapa itulah Kevin Natala.
Sedetik setelah musibah pahit itu petir semakin kencang menyapa hujanpun semakin menggila seakan tertawa riang melihatku rapuh. Kerapuhan benar – benar menancap di dadaku, aku berjalan seperti perempuan tak berarti. Seperti bukan Elisa Namira namun anak hawa yang rindu kesetiaan dan ketulusan cinta. “El, hujan – hujan gini kamu jalan sendirian?” sapaan hangat itu keluar dari pria yang bernaung di belakangku. Aku sangat kenal suara itu, dan benar itu Rendra dengan payung hitamnya. Tanpa peduli apapun aku memeluknya, tangispun menghiasi dan Rendra membalasnya. “Udah jangan nangis, nggak enak dilihat orang,” setelah mendengar ucapan Rendra, aku melepsnya dan dia menghentikan taxi buatku.Dari situlah aku sadar kalau kesetiaan itu segalanya dan aku tak mau rapuh lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H