Mohon tunggu...
R. Syarani
R. Syarani Mohon Tunggu... Lainnya - pesepeda. pembaca buku

tentang hidup, aku, kamu dan semesta

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Aku dan Abah, 1978-1980

17 Desember 2024   09:29 Diperbarui: 17 Desember 2024   09:30 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: dokpri

Suara motor yang memasuki halaman rumah sekitar jam 10 malam itu selalu aku tunggu.  Tak lama setelah mesin motor dimatikan biasanya pintu terkuak, abah masuk tanpa ada kalimat.  Hanya mengangsurkan bungkusan berisi makanan.  Biasanya terang bulan dengan isi kacang tanah, atau pukis yang lembut.  Lain waktu berisikan bungkus kertas yang di dalamnya wangi roti Minseng yang khas.  Semua makanan yang dibawakan abah itu enak, bahkan aroma dan rasanya pun masih lekat di otakku.

Aku kurang paham dulu abah meneruskan mencari tambahan apa selepas mengajar di SMP 10,  Banjarmasin.  Sampai sekarang masih menjadi misteri bagiku.  Yang pernah aku dengar sekilas, abah dulu sambil ngojek sampai malam.  Entahlah aku tak pernah menanyakannya langsung.

Lain waktu, Kamis.  Adalah hari yang menyenangkan.  Wangi majalah Bobo yang baru terbit diangsurkan kepadaku dan ading-ading.  Walaupun nyatanya awal 1980 aku masih belum masuk sekolah dasar.   Sementara tak juga masuk TK karena tak ada sekolahnya di kampungku.

Gambar-gambar dan rentetan huruf yang belum bisa aku rangkai di masa itu anehnya mampu menghiburku, menghibur kami.  Berusaha menerka-nerka cerita yang ada di dalamnya.  Abah dan mama pun tak membacakan apa isi majalah itu.  Mungkin dari situ secara tak sengaja imajinasi kami dibiarkan berkembang.  Walau penghasilan seorang guru waktu itu pas-pasan dalam arti nyata.  Nyatanya nyaris setiap kamis, majalah favorit kami itu lancar hadir di rumah sebagai hiburan.  

Selain soal bacaan, kuping pun yang selalu dimanjakan dengan audio maksimal dari tape dan speaker rakitan abah yang seperti tak putus memperdengarkan lagu terbaru dari Rhoma Irama.  Album-album Soneta terbaru memang tak pernah absen dibeli abah.

Sekali waktu abah pernah membelikan album lagu anak-anak yang aku minta.  Kaset Yoan Tanamal yang sampulnya bergambar penyanyi cilik itu berseragam pramuka.

Sesekali pula abah membawaku ke sekolahnya di Kampung Gedang itu.  Tempat yang sepertinya selalu membuatnya bersemangat.  Saat waktunya mengajar, aku diminta menunggu di ruang kantornya, sampai nanti saatnya pulang.  Kadang-kadang aku menjaga ruang kantornya berdua dengan adingku.

Hidup kami di awal 80-an berputar di situ-situ saja memang.  Walaupun bekerja di kota, rasanya hanya pernah dua kali abah mengajak kami menonton di bioskop.  Sekali menonton film Janur Kuning, keduakalinya menonton film kungfu bersama mama.  Judulnya apa aku lupa.

Hiburan lainnya sesekali mengajak kami ke rumah kai (kakek) yang belum ada jaringan listrik.  Menyenangkan sekali saat musim buah tiba, karena buah kasturi, binjai, ramania, hambawang, seakan bergantian berbuah sepanjang tahun.  Dan pohon-pohon buah itu tersebar di halaman belakang rumah kai.  Ke rumah kai tentu saja menggunakan motor engkel biru itu.  Biasanya aku dan ading duduk di atas tangki.  Boncengan belakang khusus untuk duduk mama.

Kadangkala mati rasa juga duduk di atas tangki,sampai sandal jatuh di tengah jalan tak terasa.  Apalagi sebagian besar jalan menuju Sungai Tabuk, rumah kai itu tak beraspal.  Hanya jalan berbatu.  Toh hal itu tetap saja terasa menyenangkan.  Sangat menyenangkan.

Sudah seperempat abad, kenangan-kenangan itu masih saja lekat. 

Biasanya, saat jalan ke arah Banjarmasin, pulangnya aku sempatkan mampir ke toko roti Minseng, yang dulu sering abah bawakan saat kecil.  Gantian aku yang membawakan beliau roti favoritnya itu.  Yang selalu diterimanya dengan senyum.

Sekarang aku rasanya tak mau lagi mampir ke toko roti itu.  Tak ada lagi tujuan akhir dari roti yang selalu aku beli dengan satu alasan: itu roti kesukaan abah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun