Mohon tunggu...
R. Syrn
R. Syrn Mohon Tunggu... Lainnya - pesepeda. pembaca buku

tentang hidup, aku, kamu dan semesta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perihal Tapera, Pengelolaan Keuangan, Trust, dan Lembaga

31 Mei 2024   19:25 Diperbarui: 31 Mei 2024   21:19 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar:tapera.go.id

Tapera.

Tapera (tabungan perumahan rakyat) sebenarnya adalah transformasi dari Taperum (Tabungan Perumahan) yang dulunya diperuntukkan untuk Pegawai Negeri Sipil dan dikelola oleh Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (BAPERTARUM-PNS) berdasarkan Keppres no. 14 Tahun 1993.

Potongan ini sifatnya wajib karena langsung dipotong dari daftar gaji.  Sementara biasanya penyaluran potongan gaji tiap bulan, sepengetahuan saya adalah untuk subsidi uang muka perumahan.  Saya sendiri menggunakan fasilitas uang muka itu sekitar dua puluh tahun silam.  Saya lupa besarannya berapa, tapi rasanya tak lebih dari 5 juta di tahun 2008 untuk uang muka rumah tipe 36. 

Setelah mendapatkan manfaat itu, sampai sekarang gaji tetap dipotong untuk Tapera yang muncul di tahun 2016 berdasarkan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2016.  

Taperum ataupun Tapera, adalah simpanan yang diwajibkan untuk masyarakat. Bedanya sekarang tak hanya diperuntukkan untuk PNS tapi juga pada pihak swasta.

Masalah dari tabungan wajib ini sebenarnya adalah terkait pengelolaan dana tabungan perumahan itu sendiri.  Apalagi dulu di jaman orde baru, pengelolaan dana yang berasal dari potongan gaji PNS itu sama sekali tidak transparan.  Bahkan sampai-sampai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengalami kesulitan saat melakukan audit.

Sampai akhirnya saat diaudit pada tahun 2010, konon ada kerugian negara sebesar Rp. 179,9 miliar.  Tapi temuan tersebut tidak ada tindak lanjut dan menguap begitu saja.

Pengelolaan Keuangan dan Trust.

Dan sekarang, di jaman turunnya kepercayaan (trust) masyarakat akan kinerja pemerintah, khususnya terkait pengelolaan dana masyarakat serta perlindungannya, pemerintah malah berencana melebarkan objek pemotongan juga pada pekerja swasta.

Berkaca dari sejarah,  bagaimana kacaunya pengelolaan likuidasi bank saat krisis moneter selepas orde baru runtuh.  Kemudian bangkrutnya BUMN Jiwasraya dan bubarnya Bumiputera.  Kacaunya pengelolaan dana ASABRI. Belum lagi ditambah kasus korupsi di sana sini yang angkanya mencapi triliunan rupiah.

Jadi, dari berbagai macam kegagalan pengelolaan keuangan yang melibatkan dana orang banyak, dimana negara secara langsung dan tidak langsung berperan dalam segala macam kekacauan tersebut.  Bagaimana bisa masyarakat akan percaya jika seandainya uang yang dititipkan bisa dikelola dengan benar dan transparan?

Mungkin, trust akan muncul seandainya pengelolaan keuangan yang melibatkan urunan uang rakyat bisa terlihat manfaatnya bagi banyak orang dan pengelolanya bisa dipercaya tak akan memakan hak orang lain.

Sekarang, apa urgensinya memaksakan potongan perumahan sebesar 3 %.  Sementara kenaikan harga properti pun sudah tak sebanding dengan tabungan perumahan, semisal jadi diterapkan.   

Kembali pada pertanyaan, apakah kumpulan potongan gaji ribuan pekerja di negara ini, jika dipaksakan dilakukan pemotongan, akan dikelola dengan baik, benar dan jujur?

Lembaga

Di sisi lain, struktur Badan Pengelola Tapera pun terlalu memusingkan bagi saya.  Kalau dulu jaman Bapertarum, dipimpin langsung oleh Presiden.  Sekarang Badan Pengelola dipimpin oleh seorang Komisioner ditambah adanya Komite Tapera yang terdiri dari beberapa menteri.

Saya tak paham, nama lembaganya adalah Badan Pengelola, harusnya ada Ketua Badan.  Penamaan Komisioner sendiri biasanya merujuk pada lembaga berbentuk Komisi yang merupakan kepemimpinan kolektif kolegial dari beberapa orang, semacam KPU (Komisi Pemilihan Umum) misalnya.  

Saya pribadi, sekilas memandang struktur organisasinya saja ragu, bagaimana nanti terkait kinerja pengelolaan keuangan dana masyarakat.  Walaupun terkesan potongannya tak banyak per orang, tapi kalikan saja dengan entah berapa juta pekerja.   Pertanyaan akan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan itu yang mungkin juga menjadi ganjalan bagi banyak masyarakat.

Mungkin begitulah.  Sepanjang trust masyarakat rendah akan kebijakan pemerintah terkait pengelolaan keuangan.  Semestinya pemerintah juga tak memaksakan kehendak dengan kewajiban pemotongan penghasilan. Toh, masyarakat mungkin juga memerlukan untuk keperluan lain.

Mari sama-sama kita cermati, apakah niat pemerintah untuk memotong penghasilan pekerja murni untuk kepentingan masyarakat, atau hanya akan menguntungkan bagi sebagian petinggi-petinggi di balik kebijakan tersebut.  Wallahualam.    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun