Lucunya, sehari setelah batas waktu waktu terakhir. Â Panitia menyatakan ada tambahan peserta baru, yang entah bagaimana caranya bisa mendadak masuk daftar calon peserta dan entah memenuhi persyaratan atau tidak. Â
Satu hal yang pasti, calon peserta yang nyelonong masuk daftar seleksi tersebut adalah orang dekat petinggi yang sedang berkuasa. Â Entah apa maksudnya masuk jadi calon peserta melewati batas waktu yang ditetapkan panitia seleksi.
Saat ada salah satu calon peserta yang mengkonfirmasi hal tersebut, tak ada jawaban yang memuaskan dari panitia seleksi. Hasil akhirnya pun tentu sudah bisa diduga.
Sebenarnya masalahnya adalah pada prosedur dan aturan main yang telah disepakati. Â Tak mengapa ada calon kuat sepanjang sesuai aturan yang telah ditetapkan dan diumumkan pada awal proses seleksi.
Masalah ternyata belum berakhir di situ. Â Sang calon terpilih entah atas dasar apa, ternyata mengadukan calon peserta yang dianggap memprotes kebijakan penguasa karena berani mempertanyakan keputusan panitia yang mengkhianati aturan mereka sendiri.
Distorsi informasi yang berbahaya, saat seseorang mempertanyakan kebijakan dan penegakan aturan. Â Justru dianggap sebagai penganggu yang harus disingkirkan dari permukaan.
Di tingkat bawah, ada pemikiran seperti itu. Â Dekat dengan penguasa artinya bisa berbuat apa saja. Â Bagaimana di tingkat tatanan sebuah negara? Â Semoga saja tidak terjadi kekhawatiran seperti itu. Â Walau tentu saja penguatan kebijakan yang menguntungkan beberapa pihak tertentu pasti akan terus berlanjut. Â
Tapi begitulah. Â Menurut saya, sampai saat ini rupanya pasal kelima dari dasar negara ini masih sebuah utopia bagi rakyat biasa. Â Keadilan sepertinya hanya berlaku bagi orang-orang di lingkaran penguasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H