Masjid Nurul Hidayah, terselip di Gang Teratai, Kampung Deresan, Jogja. Â Ingatan pasti terlempar ke bangunan mesjid berwarna hijau pupus yang terlihat sempit kalau dari muka gang tersebut, padahal nyatanya masjid itu adalah bangunan dua lantai.
Lantai bawah baru dipergunakan saat sholat Jum'at atau untuk acara keagamaan atau untuk pengajian anak-anak dan dewasa. Â Sedangkan lantai atas dipergunakan untuk sholat lima waktu di hari-hari biasa.
Cukup lantai atas yang dipergunakan, karena sudah cukup untuk menampung jamaah sekitar kampung situ, utamanya penduduk sekitar dan mahasiswa yang mengontrak atau kos di sekitaran Gang Bakung dan Teratai.
Di sisi ruang utama untuk sholat, ada dua ruangan khusus yang posisinya di kanan kiri mimbar atau tempat imam berdiri. Â Ruangan yang kecil itu diperuntukkan untuk mahasiswa yang mengabdikan dirinya membantu mengelola masjid.
Saya teringat ucapan mantan menteri pemuda olahraga dulu, yang punya pengalaman sebagai marbot alias james (penjaga masjid). Â Begitulah mungkin gambaran mahasiswa yang menghuni ruang khusus di lantai dua tersebut.
Mereka mendapatkan fasilitas kamar gratis, walaupun seadanya, tapi lumayan daripada memikirkan untuk bayar kos. Â Biasanya ada dua orang mahasiswa yang bertugas disitu, saya lupa bagaimana sistem rekrutmen para james tersebut.
Yang saya ingat mereka bertugas menjaga kebersihan masjid, mengajar ngaji anak-anak sekitar masjid dan tentu saja menjadi muadzin dan sering menjadi imam saat sholat lima waktu.
Menjaga masjid agar selalu nyaman digunakan untuk beribadah, tentunya tugas yang mulia. Â Pun menjaga agar adzan berkumandang on time lima kali sehari, di luar sholat ied adalah pekerjaan yang perlu kecermatan tersendiri.
Tugas tambahan selain mengajar mengaji dan persiapan sholat jum'at adalah sibuk mengelola san membagikan daging kurban bersama penduduk. Â
Selain itu satu hal yang saya ingat, berita lelayu alias berita duka atas wafatnya salahsatu warga yang tak pernah alpa diumumkan memalui corong toa masjid.
Di mata masyarakat sekitar, mahasiswa pemegang jabatan pengelola masjid itu dihormati,dan ada tambahan gelar stadz sebagai panggilan keseharian mereka. Agung sekali.
Soal kesejahteraan, tampaknya pengurus masjid  turut memperhatikan kehidupan mereka sehari-hari.  Walaupun tak ada upah yang sesuai UMR, tapi dedikasi mereka mendapat penghormatan tersendiri di mata masyakarat.  Â
Di sisi lain, pemberdayaan mahasiswa yang dianggap masyarakat mempunyai ilmu agama yang baik pun adalah penghargaan yang tak ternilai untuk para penjaga masjid tersebut.
Kagum dengan mereka, secara tak langsung diberi amanah untuk mengelola rumah ibadah sembari menuntut ilmu. Semoga mahasiswa alumnus james dimanapun berada selalu mendapat keberkahan dalam hidupnya. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H