Teras rumah yang ditinggali sekarang tak seberapa luas, pas-pasan untuk parkir satu mobil. Â Awalnya beralas tanah berlapis batu kerikil dan sedikit berpasir. Â Tekstur seperti itu sepertinya dianggap toilet yang nyaman bagi beberapa kucing yang sering nongkrong dan makan di teras. Â Sering sekali kalau lengah sedikit, mereka mengubur 'harta karunnya' di situ.
Jatah para bulu-bulu penjaga komplek itu memang selalu diusahakan ada. Â Berhubung belum diijinkan masuk ke rumah, jadi mereka hanya diijinkan ngobrol dan makan di depan rumah.
Masalahnya sekarang, tak hanya kucing. Â Ada ayam tetangga yang kadang iseng menyantap sisa-sisa makanan kucing, kemarin bahkan ada penghuni baru lagi berkunjung, seekor bebek. Â Iya benar, bebek. Â Seramai itulah peliharaan orang komplek yang berkeliaran bebas dan mencari makan dimana mereka bisa.
Akhirnya terpikirkan untuk melapisi halaman teras yang tak seberapa luas itu dengan semen. Â Bermodal gugling akhirnya memberanikan diri untuk merapikannya. Â Hitung-hitung juga menjelang lebaran, tentunya tak enak nantipas ada tamu disuguhi aroma ajaib dari harta karun para hewan. Â Kasihan juga aroma nastar dan kue kering terkontaminasi.
Berhubung tak punya pengalaman dengan urusan semen-menyemen. Â Akhirnya kegiatan merapikan teras dibagi menjadi 5 tahap dan perlu waktu kurang lebih sebulan, sungguh luar biasa.
Tahap awal adalah yang paling putus asa. Â Setelah mengambil sekarung pasir dan membeli satu zak semen, langsung sore-sore mengaduknya di teras. Â Rasanya pekerjaan yang sangat berat. Â Rasanya kok repot sekali. Â Hanya selesai kurang lebih dua meter persegi dengan susah payah. Â Berhubung sembarangan, maka satu zak semen berhasil dihabiskan untuk tahap pertama.