Anda bukan sedang melihat kue brownies. Sama sekali bukan. Â Itu hasil karya seorang kuli dadakan, yang percaya diri bisa mengerjakan sesuatu yang tak pernah dikerjakan sebelumnya.
Awalnya dikarenakan teras yang cuma dikasih batu kerikil dan sedikit berpasir itu, rupanya dianggap toilet yang nyaman untuk buang air besar bagi para makhluk berbulu yang suka nongkrong dan makan di pelataran rumah. Â Sedikit tak sopan memang para kucing itu, sudah dikasih makan gratis, minum disediakan, malah semana-mena meninggalkan jejak di antara butiran kerikil.
Akhirnya terpikirkan untuk disemen saja. Â Pikiran yang muncul entah sejak tahun berapa tapi belum juga terealisasi, baru kemarin terbersit keinginan untuk segera mengeksekusi.
Maka diamatilah selasar rumah dengan seksama, mengira-ngira berapa pasir dan semen yang diperlukan untuk menutupinya. Â Biar kucing tak lagi bisa lagi beraktivitas mengubur barang berharganya di sana. Â Itu tujuan utamanya.
Tentu saja kudu buka internet, lihat perbandingan semen, pasir dan kerikil yang pas. Â Katanya untuk cor-coran itu rasionya 1:2:3. Â Satu bagian semen, dua pasir tiga batu split. Â
Kebetulan ada sisa pasir di rumah salah seorang saudara, katanya bisa diambil gratis. Â Bermodal karung pinjaman dari dia pula, akhirnya mengangkut sekitar dua pertiga saja. Â Ternyata pasir sehabis hujan itu beratnya mengalahkan masalah negeri ini. Jadi secukupnya saja lah. Â Kalau kurang tinggal angkut lagi,begitu pikir saya. Â Sekalian pinjam cangkul tentu saja, karena biar saudara banyak pahala.
Itu kejadian kemarin sore. Kebetulan saat ingin beli semen. Tokonya tutup, ditambah langit yang mendung untuk kemudian hujan sampai malam hari. Akhirnya ditunda saja. Â Untungnya pagi ini langit cukup bersahabat, walau sedikit mendung. Tapi saya percaya kata Ella, penyanyi lawas asal Malaysia, bahwa mendung tak berarti hujan.
Semen pun dibeli, dari toko bangunan terdekat. Â Harganya 60 ribu satu sak. Â Cukup bersahabat. Â Ditaruh begitu saja di belakang motor. Â Kata pegawai toko "tidak bakal jatuh, kan berat" Katanya meyakinkan hatiku yang ragu. Â Nyatanya motor agak oleng juga dikasih beban 50 kilo di belakang . Â Untung sampai dengan selamat walau dipindahkannya berat.
Satu hal yang lupa saya perhatikan. Â Cara mengaduk semen. Â Dianggap mudah saja, ternyata mencampurkan semen, pasir, kerikil dan air sampai rata itu luar biasa menguras tenaga. Â Acak-acakan dan melelahkan. Â Apalagi bagi kuli dadakan seperti saya. Â Maka dari itu proses pengadukan itu dilewatkan saja, tak perlu diabadikan dalam bentuk foto. Â Kuli bangunan asli mungkin bisa menangis melihatnya. Â Menangis bukan karena terharu, tapi lebih karena malu.
Setelah berjuang sekuat tenaga. Â Akhirnya sebagian besar tanah berkerikil dan berpasir itupun berhasil tertutupi dengan adukan semen seada-adanya. Â Pelan-pelan, sedikit demi sedikit, untungnya tak membuat pinggang sakit.
Adukan pertama sudah selesai dan habis. Â Semen masih tersisa sepertiga, akhirnya saya putuskan untuk dituang saja dan diguyur air terus diaduk, tanpa pasir. Lalu dicantumkan lagi ke bagian yang tersisa. Â Sampai akhirnya terwujudlah brownies seperti gambar di atas.
Tak salah saya menempatkan kuli bangunan sebagai profesi yang saya kagumi setelah guru. Â Karena selalu kagum melihat bangunan yang bisa berdiri tegak dan rapi, kebayang bagaimana proses menyusun bata, menyemen, menyatukan semua unsur-unsur dan bahan-bahan hingga jadi sebuah bangunan utuh, rata pula. Â Hanya jenius saja yang bisa bikin sesabar begitu.
Sembari menyelesaikan pekerjaan menyemen, terbetik pikiran. Â Bahwa inilah pengejawantahan idiom "in your shoes". Â Bahwa hanya dengan mengerjakan sesuatu hal yang orang lain kerjakan, seringkali baru kita mengetahui bahwa yang kita anggap sepele dan mudah, ternyata tak sesederhana itu. Â
Seringkali mudah mulut berucap bahwa "Ah, gitu aja sih mudah", padahal nyatanya susah. Â Sering menganggap murah hasil kerja orang lain, padahal jika diri sendiri mengerjakan, susahnya bukan main-itu juga kalau kepikiran ingin mengerjakannya sendiri. Â Apalagi kalau dipikir-pikir upah sering tak sepadan dengan lelah.
Sepertinya, walau belum selesai semuanya. Â Pekerjaan pagi ini cukup disudahi sampai di sini. Â Sampai jumpa lain di waktu dan pekerjaan yang berbeda. Â Sekali lagi, salut untuk para kuli bangunan yang bekerja dengan baik di manapun. Banzai!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H