Dari sekian jenis sepeda, yang paling unik rasanya adalah yang bisa dilipat, karena itulah kenapa disebut sepeda lipat alias folding bike atau kadang disingkat dengan nama seli. Konon dulu sepeda lipat diciptakan pada tahun 1890-an untuk memudahkan tentara angkaran darat Pranis patroli pada saat Perang Dunia kedua. Â
Sampai akhirnya sepeda jenis ini dibuat dalam beberapa ukuran (roda). Â Yang paling umum ditemukan sekarang adalah seli dengan ukuran roda 16 dan 20 inchi. Â Bandingkan saja dengan diameter roda sepeda yang umumnya di atas 26 inchi.
Uniknya lagi rasio gear sepeda ini tak seperti sepeda kebanyakan, yaitu dengan ukuran crank yang relatif besar, dan ternyata itu efektif untuk mengimbangi ukuran roda alias bannya yang diameternya relatif kecil.Â
Walaupun ukuran sepedanya imut, tapi benar-benar cabe rawit. Â Selain kelebihannya yang portabel, karena sudahlah kecil, semakin kercil pula saat dalam keadaan terlipat. Â
Seli benar-benar sepeda yang bisa diandalkan dalam segala medan. Â Mau di jalan datar nyaman, diajak menari di tanjakan pun aman, yang terpenting adalah sepeda diseting senyaman mungkin,menyesuaikan dengan badan pengendaranya.
Saya sendiri pernah melibas beberapa tanjakan yang cukup paten di Jogja dengan sepeda lipat. Â Sedari tanjakan menuju Pakem dan Kaliurang, sampai menerabas daerah Kulon Progo melewati Gua Kiskendo yang terkenal dengan tanjakannya yang buas. Â
Sampai pernah diajak jalan seharian semalaman dari Jogja sampai finish di Tawangmangu, melewati beberapa tanjakan yang tak masuk akal sampai kondisi jalan yang cukup rusak.
Nyatanya diajak gowes puluhan hingga ratusan kilometer, tak kalah nyaman dengan sepeda jenis lainnya. Â Bahkan beberapakali event bersepeda tahunan bernama Bentang Jawa yang jaraknya kurang lebih 1.500 kilometer, diikuti oleh peserta yang menggunakan sepeda lipat dari start di Carita menuju finish di Banyuwangi.
Yang paling beruntung tentu saja kawan-kawan yang biasa bekerja commuter di wilayah yang ada keretanya.  Sepeda lipat ini mudah sekali ditenteng dan masuk kereta.  Harusnya memudahkan saat bekerja menggunakan seli dan disambung pakai kereta. Â
Diletakkan di bagasi mobil pun tak memakan tempat. Â Juga saat harus bepergian dengan pesawat dan ingin jalan-jalan di tempat tujuan dengan bersepeda, karena ukurannya kecil beratnya pun relatif lebih ringan dibanding sepeda lain. Â Lebih-lebih seli yang rodanya berukuran 16 inchi.
Sekarang pabrikan lokal juga banyak memproduksi sepeda lipat, akibatnya harga seli juga relatif terjangkau. Sekarang dengan  kisaran harga 3 jutaan sudah bisa memperoleh sepeda lipat dengan spare part yang cukup bagus.  Ada beragam merk seli yang cukup terkenal dan produknya cukup teruji. Â
Selain itu ada juga pabrikan lokal yang membuat sepeda lipat dengan jumlah terbatas. Â Seperti Kreuz yang ukuran sepeda dan lipatannya mencontoh seli terkenal dari Inggris. Â
Ada juga yang nekat memproduksi handmade,  seperti merk Takka, sepeda lipat original bikinan Karang Anyar yang saya miliki.  Toh, walaupun bikinan lokal, geometri sepedanya nyaman dipakai, baik untuk jarak dekat maupun jarak jauh pun.
Pernah saya pakai ke pantai yang menempuh sekitar 120 km pulang pergi dari rumah, dan tetap terasa nyaman. Â Diajak nanjak dengan kontur yang elevasinya lumayan pun masih aman. Â
Bagian paling menyenangkan adalah, sekali lagi karena ukurannya yang imut. Â Maka seringkali saat saya ajak ngantor. Â Sepeda dalam keadaan terlipat ataupun tidak, bisa anteng diparkir di ruangan kantor, karena tak memakan tempat, malah terlihat lebih estetis hehe
Jadi, rasanya membaca semua kelebihan sepeda lipat di atas, maka harusnya tak perlu dipertanyakan lagi ketangguhannya dan rasanya tak salah memilihnya untuk dipergunakan sehari-hari. Â Yuk, mari (kembali) bersepeda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H