Mohon tunggu...
R. Syrn
R. Syrn Mohon Tunggu... Lainnya - pesepeda. pembaca buku

tentang hidup, aku, kamu dan semesta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Memperbaiki Pohon Masalah yang Bermasalah

28 Juni 2023   14:54 Diperbarui: 28 Juni 2023   15:16 1389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin, saat presentasi tugas pada sebuah pelatihan, kembali disadarkan pada satu hal.  Bahwa betapa terlalu ribet dan belepotannya kalimat yang saya susun.  Pengajar yang memberi koreksi memerlukan jeda yang cukup lama untuk memilah-milah susunan kalimat yang saya buat.

Padahal cuma diminta untuk menguraikan poin-poin akibat  dan penyebab  utama di tempat kerja, hal yang sepintas sederhana.  Nyatanya tak seperti kawan-kawan yang lain, yang bisa memisahkan kalimat yang berisikan akibat dan poin yang menunjukkan penyebab.

Secara tak sadar, ada beberapa kalimat yang saya susun ternyata sudah terdiri dari kedua poin yang dimaksud.  Semisal: kesulitan mengungkapkan pernyataan dikarenakan hari yang gerah sehingga membuat pikiran gagal berkonsentrasi.

Dalam kalimat contoh tersebut, padahal ada dua kalimat akibat, dan satu kalimat penyebab.

Tujuan memilah dua jenis kalimat tersebut sebenarnya adalah untuk menemukan akar masalah yang terjadi di tempat kerja, sehingga nantinya bisa dicari dan dirumuskan jalan keluarnya dengan menggunakan analisis pohon masalah, salah satu metode yang kerap digunakan dalam sebuah pelatihan.

Satu hal yang kadang disadari tapi seringkali terlupa adalah membuat kalimat yang efektif, yang membuat mudah dipahami oleh lawan bicara.  Kebiasaan mengungkapkan tulisan semena-mena tanpa kontrol seringkali lupa akan hal penting tersebut.  

Gaya menulis memang merupakan kekhasan seseorang, distinctive kata salah seorang teman saya.  Gaya yang seringkali terbawa-bawa kemanapun, yang membuat alpa bahwa kadang ada tugas yang memerlukan tulisan dengan gaya yang berbeda seperti yang biasa dilakukan.

Jadi ingat cerita salah seorang kawan satu angkatan, yang  kalau tidak salah ingat bercerita bahwa draft disertasinya dikritik oleh salah seorang dosen pembimbing dikarenakan gaya tulisannya yang ilmiah justru bercerita seperti dalam alur cerpen.  Kawan saya itu memang penulis fiksi yang handal, sepertinya gaya menulis fiksinya bisa dikenali dari runtutan tulisan ilmiahnya.

Tapi toh walaupun terbiasa menulis fiksi, nyatanya cara bertuturnya memang runut, pengungkapan fenomena yang diangkatnya ke dalam karya ilmiahnya juga bisa berhasil dengan baik, mungkin karena latar belakang pekerjaannya juga tak jauh dari urusan tulis menulis, yaitu peneliti.

Duh, kenapa jadi melebar bercerita tentang kawan saya itu pula.  Kesimpulannya saya harus lebih banyak belajar menulis lagi, membuat draft yang lebih sistematis dan tidak malas membaca ulang, mengedit dan memperbaiki tulisan apapun, sambil mengingat-ingat kerangka pikir yang fokus pada satu masalah saja.

Demikianlah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun