Mohon tunggu...
R. Syrn
R. Syrn Mohon Tunggu... Lainnya - pesepeda. pembaca buku

tentang hidup, aku, kamu dan semesta

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Perjalanan ke Perbatasan Malaysia di Badau

13 November 2022   06:49 Diperbarui: 17 November 2022   17:56 1617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih bagian kisah dari catatan perjalanan sewaktu proyek penelitian bambu di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Ada satu perjalanan di sela-sela kegiatan yang akhirnya sempat dilakukan. Hasil tanya sana sini selama proses pengambilan data, akhirnya tertarik untuk mengunjungi wilayah kecamatan yang merupakan salah satu pintu gerbang perbatasan dengan negara tetangga yaitu Malaysia.

Memang saking dekatnya dengan negara tetangga itu, banyak produk-produk impor yang dijual di warung Mataso tempat kami menginap, terutama makanan dan minuman, bahkan air mineral yang dijual pun berasal dari Malaysia, biasa pada merknya tertulis air puncak sebagai pengganti kata air mineral.

Jarak di peta dari Mataso ke Pos Lintas Batas Negara di Badau sekitar 71 km, untunglah diizinkan untuk meminjam sepeda motor dari kawna-kawan di KPH Kapuas Hulu Utara. Berdua dengan seorang kawan yang sama penasarannya akhirnya menuju Kecamatan Badau.

Kondisi jalan trans kalimantan sewaktu di tahun 2014 masih banyak berupa jalan tanah dan pengerasan, baru beberapa ruas yang di aspal.

Uniknya ruas jalan yang di aspal ini terpisah-pisah di beberapa ruas. Setelah saya amati, seringkali jika ada jalan yang di aspal biasanya beberapa ratus meter di depan biasanya ada gereja.

Menurut data penduduk tahun 2019, di Kabupaten Kapuas Hulu, penduduk yang beragama Nasrani cukup banyak yaitu sekitar 13,6 % dari keseluruhan jumlah penduduk.

Bermacam bentuk bangunan gereja dengan bermacam nama dan aliran yang belum pernah saya dengar dan lihat sebelumnya, menghiasi beberapa titik di sepanjang jalan, sampai nantinya di Badau ada satu bangunan gereja yang paling besar dengan ornamen dayak. Gereja Katolik itu adalah Paroki Santo Montfort Badau atau biasa pula disebut Paroki Nanga Badau.

foto dari bombasticborneo.com
foto dari bombasticborneo.com

Sewaktu melintasi ruas jalan trans Kalimantan tersebut kami juga melewati wilayah Taman Nasional Danau Sentarum, nanti mungkin akan diceritakan terpisah saat pulang, akhirnya singgah di danau yang terkenal di dunia karena keanekaragaman hayatinya.

Setelah sekitar dua jam perjalanan akhirnya sampai juga di ibukota Kecamatan Badau, karena waktu itu hari sudah beranjak sore maka perjalanan langsung menuju ke Pos Lintas Batas Negara yang berbatasan dengan wilayah Serawak, Malaysia. Waktu itu bangunan perbatasan masih sangat sederhana, khas bangunan lawas.

foto dari mapio.net
foto dari mapio.net

Penanda di gerbang menuju pos perbatasan waktu itu pun masih sangat sederhana, lokasi tempatnya pun sangat sepi, walau ada semacam terminal di sekitar pos batas.

Hanya sampai situlah ujung perjalanan kami. Menyesal juga tak bisa lanjut ke negara tetangga karena saat itu tak kepikiran untuk membawa paspor.

foto dari mapio.net
foto dari mapio.net

Rasanya tak sempat berfoto waktu itu, karena masih pakai hape dengan kamera jadul, jadi tak terdokumentasikan. Untunglah di internet masih ada yang menyimpan arsip keadaan pos batas sewaktu masih belum direnovasi dan menjadi megah. Pos lintas batas negara yang baru itu konon telah diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada bulan Juli 2022 kemarin.

sumber foto dari bppd.kalbarprov.go.id
sumber foto dari bppd.kalbarprov.go.id

Mungkin suatu saat pos perbatasan yang baru itu harus ditengok lagi sekalian jalan-jalan ke negeri tetangga. Soalnya dilihat di peta dari situ selain tembus sampai Serawak juga bisa berlanjut ke negara satunya lagi di utara pulau Kalimantan, yaitu Brunei Darussalam.

Penduduk setempat menurut informasi tak perlu menggunakan paspor hijau untuk ke Malaysia, tapi cukup menggunakan surat sejenis paspor yang biasa disebut Pas Merah. Tapi itu hanya berlaku untuk penduduk di sekitar perbatasan untuk menuju wilayah LUbok Antu yang berbatasan langsung dengan Badau.

Lebih dekatnya jarak antara kecamatan dan perbatasan Malaysia dibanding dengan ibukota kecamatan sekalipun, membuat penduduk setempat selain mendapatkan pasokan pangan dari negara tetangga, katanya juga lebih suka berobat ke Serawak, karena fasilitas di kecamatan yang terbatas sementara fasilitas di sebelah perbatasan lebih bagus.

Setelah cukup puas menengok pos perbatasan, akhirnya mampir di masjid yang ada di Badau untuk sholat. Toleransi beragama cukup baik di sini karena tempat ibadah antar agama letaknya cukup berdekatan.

Menurut penelitian Safitri (2017), selain penduduk setempat yang dari suku Dayak, Badau juga dihuni oleh pendatang dari berbagai suku seperti Minangkabau, Bugis dan Jawa. Keberagaman hidup di sana sukurnya tidak menimbulkan masalah yang berarti di masyarakat.

Begitulah, setelahnya kami menginap karena hari tak terasa sudah malam, memutuskan untuk menginap di salah satu penginapan sederhana sebelum memutuskan untuk pulang kembali ke base camp besok paginya dan menyempat diri untuk mengunjungi Danau Sentarum yang tersohor itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun