Mohon tunggu...
R. Syrn
R. Syrn Mohon Tunggu... Lainnya - pesepeda. pembaca buku

tentang hidup, aku, kamu dan semesta

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Politik Para Pengikut di Daerah

28 Oktober 2022   10:31 Diperbarui: 31 Oktober 2022   10:00 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat sebagai objek politik sendiri, cuma bisa memasrahkan keyakinannya pada orang yang dipilihnya lewat foto yang dicoblos. Atau yang terpikat pada incumbent karena sering memberi bantuan ke kampung. 

Jarang sekali tokoh yang disodorkan untuk dipilih masyakarat dikenal konduitenya secara detil, terkecuali lewat bantuan-bantuan yang disalurkan dan langsung dirasakan oleh masyarkat, misalnya untuk pembangunan rumah ibadah atau lewat hewan kurban pada saatnya tiba.

Padahal nyatanya pada saat pemilihan, masyarakat lah yang menjadi subjek pada saat pencoblosan, diberi kekuasaan penuh untuk memilih yang diyakini bisa mewakili suara mereka baik di dewan legislatif maupun di tampuk pimpinan eksekutif. 

Harapan masyarkat pun sangat sederhana, yaitu agar kehidupan berjalan dengan baik-baik saja tanpa perlu banyak masalah, sambil menunggu janji-janji politik yang diumbar saat proses pencalonan.

Setelah euforia puncak pemilihan usai, masyarakat pun kembai ke kehidupannya masing-masing, sambil sesekai bertanya-tanya dan ngerumpi apabila ada terjadi kenaikan harga barang, tanpa mereka tahu pasti masalahnya di mana. 

Semisal ribut memikirkan tabung gas yang terkadang langka atau BBM yang naik dengan berbagai alasan

Sampai saat ini, rasanya di daerah masyarakat lebih berfungsi sebagai pengikut, orang awam yang seringkali hanya pasrah akan kebijakan yang dibuat oleh orang-orang yang mereka pilih, dan kembali berubah status sedari subjek pemilihan menjadi objek kebijakan atas nama pembangunan.

Begitulah siklus yang terus berulang, dan sepertinya akan kembali terulang beberapa tahun mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun