Mohon tunggu...
R. Syrn
R. Syrn Mohon Tunggu... Lainnya - pesepeda. pembaca buku

tentang hidup, aku, kamu dan semesta

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Hubungan Himbauan Bersepeda ke Kantor dengan Inflasi Daerah

13 Oktober 2022   20:57 Diperbarui: 13 Oktober 2022   21:08 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

.. baru sore hari tadi, mendapatkan kiriman pesan dari seorang rekan kerja, berupa Surat Edaran Bupati yang intinya berisikan himbauan untuk bersepeda ke kantor minimal sekali dalam seminggu, dengan dasar penanganan pengendalian inflasi daerah.

Setelah saya bagikan di status whatsapp, bermacam respon muncul. Rata-rata ragu akan kebijakan tersebut, masalahnya tak semua pegawai di lingkungan kerja punya sepeda, kemudian tak semua orang terbiasa bersepeda ke kantor ditambah beragam usia dan berjuta alasan.  Sepertinya memang itu himbauan yang tak begitu sexy untuk diikuti banyak orang.

Sedari awal membaca lamat-laman himbauan kepala daerah itu, sembari menelisik dasar dari kebijakan itu, yaitu surat Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan perihal Atensi Pengendalian Inflasi Daerah, kok rasanya ada yang terasa mengganjal.  Inflasi sendiri diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu, untuk mengendalikan hal tersebut kenapa rekomendasinya adalah bersepeda ke kantor.

Sebenarnya logis jika dikaitkan dengan kenaikan harga bbm yang rajin menanjak beberapa kurun waktu terakhir, akan tetapi bukankah itu kebijakan pemerintah pusat yang tak bisa ditawar-tawar.  Lalu kenapa jadi pegawai negeri yang populasinya hanya sekitar 1 % dari jumlah penduduk satu kabupaten (data BPS tahun 2001) diminta bersepeda demi mengurangi konsumsi bbm, mungkin begitu.  Pengaruhnya seberapa banyak terhadap inflasi.  Pun misal kebijakan ini diterapkan sebagai sebuah keharusan, berapa persen kemungkinan pengaruhnya terhadap inflasi daerah?  Mungkin kebijakan seperti itu harus dievaluasi lagi, karena sudah bisa dipastikan tidak bakal efektif.

Hal tersebut karena seperti dijelaskan di awal, tak semua pegawai punya sepeda, jikalau dipaksakan, bukannya malah meningkatkan inflasi, dikarenakan harus beli sepeda lagi, mungkin beberapa kudu kredit konsumtif lagi. 

Kemudian sebenarnya persoalan bersepeda lebih ke keinginan yang tak bisa dipaksakan, atau bisa diterapkan dalam waktu yang singkat, dan jelas tak semua bisa menikmatinya, walaupun kalau untuk alasan kesehatan tentu saja dianjurkan.  Belum lagi jarak antara rumah dan kantor setiap orang berbeda-beda, kalau bupati sendiri jelas tidak masalah, karena kantor beliau dari rumah dinas cuma sepelemparan batu kerikil saja.  Bagaimana dengan pegawai yang rumah dan kantornya saja sudah beda kabupaten.

Hal yang membuat penasaran sebenarnya sih, apakah pembuat dasar kebijakan memberi contoh nyata dan apakah sudah dievaluasi dan teruji efektivitasnya. Masalahnya begini, walaupun jelas menyehatkan, tapi jika dikaitkan dengan urusan pengendalian kenaikan harga barang, sepertinya tak relevan dan cenderung membingungkan.

Di beberapa sisi bukannya jadi hemat, malah bisa jadi malah makin boros.  Bersepeda akan membakar kalori yang lumayan besar, jika tak terbiasa bisa dipastikan setelahnya akan menimbulkan rasa lapar yang cukup hebat, selain tentu saja rasa haus yang lebih dari biasanya.  Apalagi di tempat yang dekat dengan jalur khatulistiwa, matahari di atas jam 9 pagi pun sudah terasa seperti ngajak berantem.

Walau tentu saja itu tetaplah himbauan yang menarik, juga sekaligus memancing rasa penasaran.  Sampai kapan kebijakan itu bisa bertahan. Mari kita amati sama-sama, sembari mungkin terus bersepeda pelan-pelan seperti biasanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun