Sudah lebih dari 1 tahun dari tulisan terakhir pada bulan April 2020 lalu. Ya, ketika mencoba untuk menuliskan sedikit dari banyak perspektif seputar dunia komunikasi yakni "New Normal" dan Humas.
Bersyukur masih banyak nilai positif daripada Whatsapp Group (WAG) di gawai, bagaimana tidak, masih ingat betapa ramainya WAG pada awal pandemi seterusnya sampai pada momen vaksinasi sudah mulai diterapkan di negeri ini. Bak rollercoaster emosi dan perasaan ini, bukan? Terima kasih sebelumnya teruntuk Pak Moko yang sedianya membagikan file laporan ini.
Menarik ketika mengintip isi laporan Digital News Report 2021 edisi ke-10 versi Reuters Institute, Oxford University, teruntuk para pegiat komunikasi dan tentunya tak luput untuk para praktisi serta akademisi Public Relations.Â
Laporan ini menyajikan analisis dan data seputar kondisi jagat maya secara global, membedah lebih dalam fenomena perubahan yang terjadi pada News Media, Media Social, Medium, dan tentunya Users dari masing-masing negara yang diperuncing oleh pandemi virus Covid-19.
Virus Covid-19 menjadi pukulan telak untuk hampir semua industri di dunia. Krisis kesehatan merambat pula beriringan dengan krisis ekonomi di mana salah satunya perubahan besar berdampak pada industri media berita, media sosial, serta kebiasaan warganet. Dari mulai negara-negara di Eropa, Amerika, Asia-Pasifik, sampai Afrika teranalisis pada laporan ini.
Sekilas Global
internet sebanyak 71% (sumber: Internet World Stats). Beberapa ringkasan global yang tersampaikan pada riset sampai dengan awal tahun 2021 seperti berikut ini:
Mengerucut pada bagian pembahasan negara Indonesia, metodologi yang digunakan menarik 2.007 sampel, diikuti dengan tingkat penetrasi- Kepercayaan pada berita telah tumbuh, rata-rata sebesar enam persen setelah pandemi virus Covid-19 dimana 44% total sampel mengatakan bahwa mereka mempercayai sebagian besar berita hampir sepanjang waktu.
- Di saat yang sama, mempercayai berita dari mesin pencarian dan media sosial tetap berjalan stabil. Ini berarti trust gap antara berita secara umum dan apa yang ditemukan oleh ragam lapisan masyarakat yang tergabung sebagai warganet telah berkembang pada sumber berita yang akurat dan dapat diandalkan.
- Di sejumlah negara, terutama negara dengan media layanan publik independen yang kuat, laporan ini telah melihat konsumsi informasi yang lebih besar dari brand kantor berita tepercaya. Polanya kurang jelas untuk Eropa Barat bagian luar, di negara-negara tersebut isu krisis virus Covid-19 kurang mendominasi, masalah politik dan sosial mengambil porsi yang lebih besar.
- Televisi terus tampil kuat di beberapa negara, akan tetapi surat kabar/koran jauh lebih tajam menurun karena terdampak pada faktor "lockdown" dan menyebabkan akselerasi pergeseran ke masa depan digital.
- Penggunaan media sosial untuk meraih berita tetap kuat, terutama para kaum muda dan mereka dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Aplikasi pesan seperti WhatsApp dan Telegram telah menjadi sangat populer di Global South, menyita perhatiaan yang sangat besar ketika sebaran informasi yang salah tentang virus Covid-19 terjadi.
- Kekhawatiran global tentang informasi palsu dan menyesatkan telah sedikit lebih tinggi di tahun ini, mulai dari 82% di Brazil hingga hanya 37% di Jerman. Mereka yang menggunakan media sosial lebih banyak cenderung mengatakan bahwa mereka telah terkena informasi yang salah tentang virus Covid-19 daripada non-pengguna media sosial. Facebook dianggap sebagai saluran utama penyebaran informasi palsu, tetapi aplikasi pesan seperti WhatsApp dipandang sebagai masalah yang lebih besar di belahan dunia Selatan seperti Brazil dan Indonesia.
Sekilas Indonesia
Indonesia merupakan pasar terbesar di Asia tenggara dengan ragam sektor media yang aktif. Namun tekanan ekonomi yang disebabkan oleh virus Covid-19, persoalan berita palsu, dan ancaman seputar ketentuan hukum yang berkaitan dengan tindakan kriminal pencemaran nama baik menjadi tantangan untuk bisnis industri media pada tahun 2020 lalu.
Situs media sosial seperti WhatsApp, YouTube, Facebook, dan Instagram sangat populer di kalangan pengguna di Indonesia. TikTok sangat populer di kalangan generasi muda juga di berbagai wilayah Indonesia. Banyak politisi dan partai menggunakan komentator berbayar atau yang dikenal sebagai "buzzer", dan akun otomatis (bot) untuk menghasilkan propaganda politik menjelang pemilihan umum pada bulan April 2019.Â
Banyak perhatian telah diarahkan pada penggunaan media sosial untuk menyebarluaskan dis-informasi (hoax) dan narasi kebencian. Krisis virus Covid-19 khususnya telah menyebabkan longsoran informasi yang salah, mulai dari "bahaya" termometer hingga desas-desus bahwa vaksin dicampur dengan daging babi.
Pandemi telah mempengaruhi keseluruhan perekonomian Indonesia, dan media sangat menderita terutama karena kehilangan pendapatan dari sisi periklanan. Perusahaan-perusahaan swasta memotong anggaran pemasaran mereka, pemerintah daerah meningkatkan pengeluaran mereka untuk media terutama di provinsi-provinsi.Â
Sebagian besar Kementerian mengalokasikan dananya untuk mempromosikan kegiatan mereka melalui pembelian iklan, sehingga membantu untuk menjaga bisnis media tetap bertahan.Â
Surat kabar ternama yakni Koran Tempo dan Indo Pos serta Koran Jawa Pos edisi nasional berhenti menerbitkan edisi cetak pada tahun 2020, juga Suara Pembaruan menghentikan edisi cetaknya pada Februari 2021. Media cetak lainnya seperti Majalah Tempo, Koran Kompas, dan The Jakarta Post telah memperkuat "paywall" mereka. (Janet Steele Professor of Media and Public Affairs and International Affairs, George Washington University)
Dalam Kacamata Public Relations
Singkat pendapat dan perspektif, bahwa saduran "Change is the Only Constant - Heraclitus" pada buku Adapt or Die karya Agung Laksamana sekali lagi sangat jelas sekali nyata untuk seorang praktisi Public Relations (PR).
Alangkah wajib rasanya bagi para praktisi PR saat ini untuk mengetahui dan beradaptasi pada perubahan media ini. Guna memaksimalkan dan mengefektifkan pesan serta interaksi yang ingin disampaikan kepada masing-masing pemangku kepentingan dari masing-masing instansi/organisasi tempat PR tersebut bernaung.
Kantor berita CNN Indonesia yang dimiliki oleh konglomerat lokal Transmedia meraih ranking tertinggi sebanyak 69%. Sampel responden lainnya mengatakan tidak begitu percaya dengan salah satu kantor berita ternama, beberapa mengungkapkan mereka hanya mengedepankan gaya sensasional dalam pemberitaan.
Hal lain yang perlu pula diperhatikan oleh para praktisi PR ialah, beberapa news aggregators berhasil meraih hati para warganet tidak hanya di Indonesia namun pula di Jepang, Korea Selatan, juga India.Â
Ambil contoh Line Today, bila Anda masih memiliki aplikasi Line pada gawai, dipastikan fitur tersebut pasti pernah/tengah berhasil meraih atensi. Mulai dari kabar perceraian selebriti sampai isu politik dan sosial yang tengah ramai di tanah air.
Seksi ini pun tak boleh luput dari pandangan seorang PR, bisa jadi pemberitaan brand atau perusahaan Anda tidak hanya dapat diakses di Kompas.com namun juga melalui Line Today. Udah pernah cek belom
Selanjutnya, menarik pula bila kita coba tanya apa yang dilakukan kebanyakan kaum muda selama pembatasan sosial berlangsung? "Tik Tok-an!"
Ya, satu media sosial pendatang baru yang berhasil booming tidak hanya di Indonesia namun pula global adalah TikTok. Baik mereka yang hanya penikmat konten sampai pada penikmat sekaligus pembuat konten TikTok.Â
Industri media berita global pun turut beradaptasi dengan mengemas berita mereka dengan gaya TikTok, hal itu bisa terlihat ketika sudah bisa terukur secara statistik di berbagai negara, seperti Thailand, Afrika Selatan, Peru, Mexico, dan Indonesia.
Di Indonesia sendiri, sebanyak 24% pengguna TikTok mengakses untuk beragam tujuan konten hiburan sedangkan 11% lainnya adalah untuk mengakses berita. Yes, mereka nyari berita lewat TikTok!
Namun secara statistik, medium pesan WhatsApp masih berperan utama dalam kontribusi lalu lalang berita dan informasi di Indonesia, diikuti YouTube, Facebook, Instagram, Twitter, dan Telegram.
Ya inilah salah satu fakta versi Reuters Institute tentang dinamika media digital dan sosial yang berperan di perkancahan pemberitaaan dan informasi tanah air.
Sejatinya, ulasan ini masih satu dari sekian banyak data dan analisa tentang dunia komunikasi saat ini yang rasanya perlu diresapi dan sesuaikan khususnya bagi para praktisi PR untuk instansi/organisasinya masing-masing. Dan menjadi literasi atau pembelajaraan yang sangat menarik untuk para akademisi komunikasi saat ini.
Terima kasih untuk Anda yang menyempatkan membaca persepsi dan ringkasan sederhana dari penulis, doa-doa baik untuk kita semua yang saat ini belum sempat meluangkan waktunya melainkan tengah berjuang untuk diri sendiri, orang tua, keluarga, teman, rekan serta orang sekitar di tengah cobaan virus Covid-19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H