Belum lama, 10 Juli 2019 lalu digemparkan dengan adanya kesalahan cetak pada harian Kompas halaman muka. Sontak menjadi perbincangan hangat baik di jagat dunia daring maupun luring.
Harian Kompas edisi Rabu, 10 Juli 2019. | Dokumentasi pribadi
Pagi itu selayaknya kebiasaan, ketika tiba di meja kantor ialah membaca koran, salah satunya adalah Kompas. Ada yang janggal pada tampilan teks sisi atas halaman muka, terlihat cetakan teks "Lorem Ipsum" yang berarti pada dunia desain ini adalah semacam "default design template" untuk memasukan teks. Hal ini tak lazim, karena ditemukan pada koran yang sudah cetak dan tersebar ke para pembaca, seharusnya teks tersebut bertuliskan potongan narasi berita.
Kok bisa Kompas salah?! Baiklah saya akan bercerita sedikit.
Tak lama ketika melihat kesalahan itu bergegas saya coba untuk klarifikasi langsung via WhatsApp ke pemimpin redaksi harian Kompas, Mbak Ninuk.
Saya: *kirim foto*, Mbak Ninuk fyi Kompas hari ini..
Mbak Ninuk: Iya, ada kesalahan. Terima kasih masukannya.
Benar saja, ketika lihat akun Twitter dan Instagram harian Kompas, mereka membenarkan adanya kesalahan yang tak disengaja pada edisi 10 Juli 2019. Di medsos, mereka menyampaikan terima kasih pada para pembaca atas koreksinya dan meminta maaf. Tak sedikit yang berujar di kolom komentar "ah ini strategi marketing nih", geram saya membacanya karena saya percaya tak mungkin Kompas mengorbankan kualitas produk dengan cara seperti itu hanya demi menarik perhatian.Â
Selang beberapa jam, saya dihubungi oleh rekan saya yang bekerja di Kompas untuk bisa hadir pada hari Jumat, 12 Juli 2019 dalam acara "Ngeteh di Kompas: Lorem Ipsum, Mengenal Lebih Dekat Dapur Produksi Kompas". Terbayang oleh saya acara diskusi ringan nan intim akan sangat berharga dan langka. Bagaimana tidak? Undangan terbatas hanya untuk beberapa pembaca.
Jumat, 12 Juli 2019
Diskusi dengan Budiman Tanuredjo - Wakil Pemimpin Umum Kompas. | Dokumentasi pribadi
Acara diskusi diselenggarakan di lantai 5 ruang redaksi, Menara Kompas Palmerah. Hadir kurang lebih 20 peserta para pembaca Kompas dari lintas generasi, mulai dari junior sampai senior yang langsung disambut oleh para punggawa-punggawa redaksional koran raksasa yakni Mas Budiman Tanuredjo (wakil pemimpin umum), Mbak Ninuk Pambudy (pemred), Mas Tra (wapemred), Mas Maryoto (redaksi), Kang Didit (redaksi), Mas Try Harijono (waredpel) dll.
Mas Try memegang lempengan cetakan koran Kompas. | Dokumentasi pribadi
Kami berdikusi sangat intim dengan seruputan teh yang nikmat hasil kebun teh tanah air. Diskusi sore sambil minum teh ini merupakan momen redaksi Kompas untuk menjelaskan kehebohan mengenai kesalahan "Lorem Ipsum" pada edisi 10 Juli 2019 lalu. Berawal dari bagaimana proses penyusunan berita, rapat redaksi, hingga teknis naik cetak. Ternyata cukup rumit dan sangat padat proses produksi koran cetak.Â
Mereka juga menjelaskan asal muasal apakah itu "Lorem Ipsum"serta menjelaskan secara detail mengapa kesalahan itu bisa terjadi. Selain itu redaksi juga memperlihatkan kesalahan-kesalahan lainnya yang sudah terjaring mata sebelum naik cetak dan terdistribusi. Sungguh sangat menarik, mulai dari grafis visual yang tak layak tayang hingga kutipan judul berita yang berpotensi memicu keramaian publik.
Pada intinya adalah kejadian "Lorem Ipsum" ini murni kesalahan dari proses produksi dan bukan strategi pemasaran.
Tur ruangan redaksi bersama Mas Tri Agung (wapemred). | Dokumentasi pribadi
Kami juga berkesempatan untuk diajak tur ke meja-meja redaksi untuk mengetahui sedikit alur produksi berita. Yang sangat mengagumkan adalah dalam sejarah harian Kompas belum pernah terjadi dan diperbolehkan pembaca/pihak luar redaksi masuk dan mengikuti "rapat sore" redaksi Kompas, tetapi tidak untuk kami.Â
Mbak Ninuk (pemred) pimpin rapat redaksi. | Dokumentasi pribadi
Swafoto itu sudah biasa, tetapi pada momen rapat redaksi Kompas ini sangatlah langka. | Dokumentasi pribadi
Dipimpin Mbak Ninuk (pemred), kami masuk dan mengikuti rapat tersebut. Pada rapat sore redaksi inilah dimana berbagai
desk bertarung mengajukan berita mereka masing-masing untuk tayang menjadi
headline atau muncul di halaman utama koran Kompas. Namun sayang kami hanya diperbolehkan singgah sekitar 8 menit mengikuti rapat tersebut, walau tidak sampai habis.
 Luar biasa!
Hikmahnya adalah pembuktian media massa cetak redup tidak sepenuhnya benar. Menurut saya, kejadian ini membuktikan masih banyak pecinta dan pembaca beramai-ramai muncul ke permukaan mendukung dan memaklumi bukan malahan mencaci.
Terima kasih atas pengalaman dan pembelajaran berharganya, harian Kompas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Inovasi Selengkapnya