Seringkali tantangannya adalah ketika humas/PR mengundang media untuk peluncuran produk, konferensi pers, dan banyak kegiatan korporasi lain yang membutuhkan exposure, kita sebagai humas sudah barang tentu wajib mengemas acara dengan menjanjikan news value yang kuat, bila tidak, berat rasanya pewarta bisa hadir untuk menulis acara kita. News value adalah tantangan pertama dan masih banyak hal teknis lainnya.Â
Namun apa yang ingin diutarakan pada tulisan ini soal engagement antar manusia. Adalah tentang gaya komunikasi dan sikap seorang humas yang tidak seharusnya seperti robot.Â
Seperti contoh, Budi adalah seorang humas korporasi A, sedangkan Toni adalah pewarta dari media Z. Mereka berdua belum pernah bertemu bahkan berkenalan. Suatu ketika Budi harus mengundang rekan-rekan media dalam rangka konferensi pers perusahaannya, dengan berbekal database file excel dari senior humas di kantornya, Budi "ujug-ujug" mem-blast undangan media via WhatsApp kepada Toni yang belum kenal dengannya. Parahnya lagi, undangan dikirimkan pada satu hari sebelum presscon berlangsung.
Pada salah satu tulisan rekan di LinkedIn yang lama berprofesi sebagai jurnalis, artikel yang berjudul "The Death of Public Relations" sungguh menggerakan jemari untuk mengetuk artikel daring tersebut.
Benar adanya, isi artikel pun tak jauh berbeda dengan apa yang saya dengar dari teman-teman media. Poster undangan event straight to the point tanpa basa basi langsung mendarat melalui pesan singkat WhatsApp.Â
Yang lebih menohok dalam tulisan tersebut berbunyi "Saya serasa diundang oleh robot. Ya.. PR bot. Mungkin 20 tahun lagi gak perlu ada praktisi PR kalau cuma mengundang dengan mengirimkan E-Poster"
Jangan-jangan benar adanya, humas zaman now lupa dengan memanusiakan manusia dan sibuk dengan membuat konten, story telling, digital PR bahkan BIG DATA seperti apa yang dikemukakan dalam tulisan tersebut.
Asik terbuai dan sibuk membuat konten demi survive di era revolusi industri 4.0. Bagaimana tidak? Dari awal bangun tidur, sudah berapa ratus bahkan juta informasi yang lalu lalang di depan mata lewat smartphone kita? Humas pun dituntut beradaptasi untuk turut menjadi content creator melalui ragam medium digital. Akan tetapi seharusnya tidak sampai lupa dengan aspek "memanusiakan manusia". Jangan sampai humas berlaku seperti robot.
Pada tulisan singkat Ketua Umum PERHUMAS, Agung Laksamana menyampaikan bahwasanya humas tak bisa mengelak dari industri 4.0, justru humas saat ini harus turut bertransformasi mengikuti perkembangan zaman dengan sejuta kecanggihan teknologi.
Sejatinya, kecanggihan teknologi pada industri 4.0 ini seharusnya menjadi "pelicin" serta pendukung pekerjaan humas dengan tidak melupakan treatment humanis sesama manusia. Humas adalah manusia, tidak perlu takut bahkan kalah dengan teknologi, karena humas adalah kombinasi unik antara intuisi, nalar, empati, emosi, serta kreativitas yang tak terbatas. Apakah robot mempunyai kesempurnaan hal tersebut dengan teknologi AI nya?