Mohon tunggu...
Restu Bumi
Restu Bumi Mohon Tunggu... -

Merah Putih Harga Mati

Selanjutnya

Tutup

Politik

Meraba Kans Prabowo-Hatta

14 April 2014   21:12 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:41 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rekapitulasi akhir hasil pemilu legislatif (pileg) 2014 pada 9 April lalu memang baru bulan depan diumumkan. Meski demikian, metode quick count sudah memberikan gambaran berapa kira-kira perolehan suara partai politik peserta pemilu.

Merujuk hasil quick count beberapa lembaga sigi, PDI Perjuangan akan memenangkan Pileg dengan raihan suara sekitar 19%. Disusul dengan Partai Golkar dengan raihan suara 14%, Gerindra 12%, Demokrat 10%, PKB 9%, PAN 7,6%, PPP 7,2%, PKS 6,5%, Nasdem 6% dan Hanura 5%.

Berbekal proyeksi hasil quick count ini, maka capres-capres sudah bertindak cepat mengatur strategi koalisi. Hal ini disebabkan belum ada partai politik yang mencapai ambang batas peraturan Presidensial Threshold untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden mereka. PDI Perjuangan yang diprediksi banyak akalangan bisa menuai hasil di atas 20 persen setelah mencapreskan Jokowi, ternyata tak mampu juga menggapainya.

Sontak, kubu PDI Perjuangan cepat bergerak. Peta koalisi pun segera dibangun. Setidaknya ada tiga nama yang sudah diicar Jokowi, yakni Ketua Umum PAN, Hatta Rajasa, mantan wakil presiden periode 2004-2009, Jusuf Kalla, dan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar.

Dikubu yang lain, calon presiden dari partai Gerindra juga tak kalah gesit. Prabowo dengan cepat mencoba menjajagi koalisi dengan menimang nama selain dari PDI Perjungan. Yang paling kuat saat ini, ada nama Hatta Rajasa dan Gita Wirjawan.

Sementara itu, calon presiden yang masih kelihatan “adem-ayem” adalah jagoan Partai Golkar. Aburizal bakrie sejauh ini masih kelihatan rileks untuk membangun koalisi terkait bursa capres-cawapres untuk pilpres 9 juli mendatang.

Jika diamati secara cermat, ada satu nama yang muncul untuk dijajaki parpol besar untuk menjadi wakil presiden. Nama itu adalah Hatta Rajasa.

Sejatinya tak cukup mengherankan apabila nama Hatta muncul menjadi “rebutan” calon presiden partai besar. Hatta memiliki tiga modal utama. Pertama adalah modal politik yang cukup baik, yakni suara PAN yang mencapai 7.5% adalah yang tertinggi sepanjang sejarah partai ini berdiri. Kedua, modal sosialnya juga kuat. Yakni Hatta sudah memeiliki popularitas dan elektabilitas di mata public yang lumayan baik. Ketiga, kemampuan mengeksekusi berbagai program kementerian juga cukup luar biasa, yakni 12 tahun jadi menteri.

Pertanyaannya, kemanakah Hatta akan memilih?

Sejatinya, yang bisa menjawab hal ini adalah Hatta Rajasa sendiri. Yang bisa kita lakukan adalah mengkalkulasi kekuatan dan kelemahan pasangan Hatta jika maju bersama jokowi atau prabowo.

Mengingat posisi Cawapres ke depan begitu menentukan, maka menarik untuk mebahas hal ini. Itu sebabnya, taka da salahnya jika kita utak-atik pasangan Hatta Rajasa.

Selama ini, bebrapa kalangan masih sangat percaya bahwa pasangan ideal pemimpin Indonesia harus memenuhi unsur Sipil-militer. Pasangan ini diyakini akan bisa menstabilkan sisi politik, ekonomi dan keaman.

Jika kita mengacu indicator ini, maka pasangan Jokowi-Hatta kurang lengkap karena unsurnya sipil-sipil. Banyak kalangan percaya jika ini terjadi, maka sisi stabilitas keamanan akan dipertanyakan dalam amsa mendatang karena taka da figir dari militer yang berada dipucuk pimpinan kekuasaan. Itu sebabnya, pasangan Prabowo-Hatta dipercaya lebih kapabel untuk memenuhi unsur ini.

Kedua, indicator dinamika demokrasi kita. Ditengah demokratisasi yang sangat dinamis, kita butuh sosok Capres-Cawapres yang tegas dan mau bekerja. Figur tegas ada pada sosok Prabowo, yang di tengah tekanan internasional sejak 1998, namanya masih kokoh berdiri. Lalu untuk sosok yang berkarakter pekerja, Hatta lah orangnya. Ia selama 15 tahun terakhir dikenal sebagai all president man, atau menteri yang loyal.

Kinerja Hatta yang di atas rata-rata membuatnya bisa beradaptasi dengan siapapun yang menjadi presiden. Ini celah yang bisa menutup kekurangan Prabowo, dimana ia kelihatan kurang detail dalam menyelesaikan pekerjaan.

Sebaliknya, bila Hatta berpasangan dengan Jokowi, maka Hatta akan kerja keras untuk menopang Jokowi dari berbagai sisi. Pasalnya hingga kini Jokowi dikenal hanya suka blusukan tapi miskin konsep strategis. Ia juga lekat dengan image sebagai “boneka” Megawati, patronnya di PDIP. Selain itu, urusan keamanan dan pertahanan negara yang menjadi porsi presiden, belum meyakinkan bila diemban seorang Jokowi.

Melihat realitas ini, maka menjadi cukup relevan jika kolaborasi pemimpin masa yang akan datang masih akan ditangani oleh pasangan dengan unsur sipil-militer. Dan itu aka nada pada sosok Prabowo-Hatta.

Pertanyaannya, mampukah keduanya mengalahkan pasangan Jokowi dan wakilnya? Rakyat yang akan menentukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun