Sejumlah partai secara mengejutkan menarik diri dari keanggotaan panitia khusus hak angket KPK. Sejak disahkan pembentukannya, tujuh fraksi mendukung penggunaan hak angket, yakni Fraksi PDI-P, Golkar, Gerindra, Hanura, Nasdem, PAN, dan PPP.Sementara Partai Demokrat sejak awal konsisten menolak hak angket KPK.
Dalam perjalanan Pansus KPK, PAN, PKS dan Gerindra ikut keluar dari gengan itu. Nasdem dan Golkar pun berencana keluar. Empat lawan enam secara jumlah suara sudah kalah. Buktinya Demokrat dan lainnya kalah saat menolak laporan Pansus Angket KPK. Meski kalah, namun sudah jelas bagaimana sikap politik mereka.
Selain itu, Momentum penggunaan hak angket kurang tepat. Sejumlah pihak menilai pansus dapat melakukan intervensi hukum terkait kasus megakorupsi e-KTP yang ditangani KPK. Sejatinya, tujuan hak angket ini hanya ingin membuka rekaman penyidikan BAP Miryam, tersangka Korupsi e-KTP yang juga merupakan anggota dewan.
Partai Demokrat menilai dengan adanya angket KPK oleh DPR ini berpotensi untuk adanya upaya pelemahan KPK. Pansus hak angket juga bisa mengganggu upaya KPK dalam menangani berbagai kasus korupsi lain. Alasan-alasan yang digunakan pun tidak masuk akal. Katanya, sejak KPK dibentuk angka korupsi tidak juga menurun, namun justru meningkat.
Justru dengan adanya fakta tersebut, upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi harusnya semakin didukung, bukan dipersulit atau dilemahkan. Partai Demokrat saja sudah mulai berbenah diri. Buktinya, Demokrat berdiskusi dan meminta saran-saran KPK untuk menjalankan Sistem Integritas Partai Politik.
KPK pun memuji langkah Partai Demokrat ini. Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan saja sampai memuji Partai Demokrat karena paling maju tentang masalah integritas partai. Demokrat bahkan sudah ada departemen  khusus untuk pencegahan korupsi yang berhubungan dengan KPK dan sudah dilakukan berulang kali.
Kini, 'bos' anggota pansus yaitu mantan ketua dewan yang terhormat sudah tertangkap. Perlahan-lahan mereka mulai malu, dan mengundurkan diri satu persatu dari pansus. Disamping itu, Pilkada dan Pilpres sudah di depan mata. Nampaknya keluar dari pansus bisa menjadi alat pencitraan baru untuk meluruskan imej partai yang sudah jorok.
Semuanya sudah terbukti, sejak awal siapa yang berpendirian, dan siapa yang sejak awal memiliki kepentingan. Saat rencana pansus untuk melibatkan presiden dalam pansus KPK, Demokrat dengan tegas menolaknya.
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto menilai, semestinya Pansus Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak perlu melibatkan Presiden Joko Widodo dalam bekerja. konsentrasi Pansus justru terbelah dengan adanya wacana berkonsultasi dengan Presiden.
Taktik itu dinilai hanya untuk memperlihatkan seolah presiden mendukung atau bersama dengan pansus. Hal itu tebukti dengan jawaban presiden yang jelas menolak konsultasi DPR.