Mohon tunggu...
Razi Wahyuni
Razi Wahyuni Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Jurnalis

📚 IPELMABAR BANDA ACEH 🔬 B I O L O G Y 🎓 AR-RANIRY STATE ISLAMIC UNIVERSITY

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kejahatan terhadap Nyawa Seseorang

9 Juni 2023   23:01 Diperbarui: 9 Juni 2023   23:05 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apabila kita melihat ke dalam KUHP, segera dapat diketahui bahwa pembentuk undang-undang telah bermaksud mengatur ketentuan-ketentuan pidana tentang kejahatan-kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang lain dalam Buku ke-II Bab ke-XIX KUHP yang terdiri dari tiga belas pasal, yakni dari Pasal 338 sampai dengan Pasal 350.

Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja disebut atau diberi kualifikasi sebagai pembunuhan yang terdiri dari:

a). Pembunuhan biasa dalam bentuk pokok.

Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (pembunuhan) dalam bentuk pokok, dimuat dalam Pasal 338 KUHP yang rumusannya adalah:

"Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipidana karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun".

Unsur sengaja meliputi tindakannya dan objeknya, artinya si pembuat atau pelaku mengetahui atau mengkehendaki adanya orang mati dari perbuatannya tersebut. Hilangnya jiwa seseorang harus dikehendaki dan harus menjadi tujuan, sehingga karenanya perbuatan yang dilakukan tersebut dengan suatu maksud atau tujuan yakni adanya niat untuk menghilangkan nyawa orang lain.

Jika timbulnya akibat hilangnya jiwa orang lain tanpa dengan sengaja atau bukan menjadi tujuan atau bukan bermaksud dan tidak pernah diniatkan tidaklah dapat dikatakan sebagai pembunuhan (doogslag) in casu tidak dapat dikenakan ketentuan tindak pidana pembunuhan tersebut tetapi mungkin dapat dikenakan tindak pidana lain yang mengakibatkan orang mati tetapi tidak dengan unsur sengaja.

Untuk memenuhi tindak pidana pembunuhan dengan unsur sengaja yang terkadang dalam Pasal 338 KUHP ini disyaratkan bahwa perbuatan pembunuhan tersebut harus dilakukan sesegera mungkin sesudah timbulnya suatu maksud atau niat untuk membunuh tidak dengan pikir-pikir atau tidak dengan suatu perencanaan.

Antara unsur subjektif sengaja dengan wujud perbuatan menghilangkan nyawa terdapat syarat yang harus juga dibuktikan adalah pelaksanaan perbuatan menghilangkan nyawa orang lain harus tidak lama setelah timbulnya kehendak (niat) untuk menghilangkan nyawa orang lain itu. Oleh karena apabila terdapat tenggang waktu yang cukup lama sejak timbulnya atau terbentuknya kehendak untuk membunuh dengan pelaksanaannya, dimana dalam tenggang waktu yang cukup lama itu petindak dapat memikirkan tentang berbagai hal, misalnya memikirkan apakah kehendaknya itu akan diwujudkan dalam pelaksanaan ataukah tidak, dengan cara apa kehendak itu akan diwujudkan. Maka pembunuhan itu masuk kedalam pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP), dan bukan lagi pembunuham biasa.

Apabila kita melihat ke dalam rumusan ketentuan pidana menurut Pasal 338 KUHP, segera dapat dilihat bahwa kata opzettelijk atau dengan sengaja itu terletak didepan unsur menghilangkan nyawa orang lain, ini berarti bahwa semua unsur yang terletak dibelakang kata opzettelijk itu juga diliputi opzet. Artinya semua unsur tersebut oleh penuntut umum harus didakwakan terhadap terdakwa dan dengan sendirinya harus dibuktikan di sidang pengadilan, bahwa opzet dari terdakwa juga telah ditujukan pada unsur-unsur tersebut.

Dalam hukum pidana, dikenal salah satu ilmu bantu, yaitu ilmu kriminologi. Berbicara kriminologi berarti berbicara tentang kejahatan, pelaku kejahatan, faktor penyebab orang melakukan kejahatan dan cara penanggulangan kejahatan. Dalam Ilmu kriminologi juga dipelajari berbagai macam motif kejahatan diantaranya motif kejahatan ekonomi, motif kejahatan seksual, motif kejahatan dengan kekerasan dan motif kejahatan politik.

Menurut ilmu kriminologi, pelaku kejahatan selalu disertai dengan motif. Namun motif bukanlah unsur delik yang terdapat dalam rumusan pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sehingga motif tidaklah harus dibuktikan dalam proses di persidangan. Pernyataan yang menarik, apabila motif disamakan dengan kesengajaan. Menurut penulis, motif dengan kesengajaan merupakan dua hal yang berbeda. Motif bukanlah unsur delik, sedangkan kesengajaan merupakan salah satu unsur delik, khususnya dalam kasus kejahatan terhadap nyawa. Sehingga pada unsur kesengajaan atau lebih dikenal dengan dolus merupakan salah satu unsur kesalahan yang ada kaitannya dengan pertanggungjawaban pidana.

Berbicara tentang motif dalam delik terhadap nyawa khususnya pada kasus pembunuhan berencana (moord) yang diatur dalam Pasal 340 KUHP unsur-unsur deliknya, yaitu unsur kesengajaan dan direncanakan terlebih dahulu untuk menghilangkan nyawa orang lain. Terhadap beberapa unsur delik tersebut harus dibuktikan dalam proses di persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum sebagaimana dalam surat dakwaannya.

Unsur delik dalam pembunuhan berencana (moord) dengan unsur delik pembunuhan biasa (doodslage) itu sama, hanya pada pembunuhan berencana ditambah dengan unsur perencanaan. Perencanaan dimaksud adalah persiapan untuk melakukan kejahatan atau pembunuhan berencana yang telah dipikirkan terlebih dahulu (met voorbedachten rade) secara matang, suasana tenang (memikirkan secara tenang), memperhitungkan apa yang akan dilakukan dan terdapat tenggang waktu antara niat untuk membunuh, mempersiapkan (baik alat/instrumen yang digunakan) sampai pada pelaksanaan perbuatan (eksekusi pembunuhan).

Selain pada persamaan antara unsur delik dalam pembunuhan berencana dengan pembunuhan biasa, juga terdapat perbedaan. Pada pembunuhan biasa, perbuatannya dilakukan secara seketika pada waktu timbul adanya niat jahat, sedangkan pada pembunuhan berencana, perbuatan tidak dilaksanakan seketika pada saat niat jahat itu timbul, namun ada waktu untuk memikirkan apakah melakukan pembunuhan atau tidak, mempertimbangkan dengan cara bagaimana melakukan pembunuhan.

Apabila kita melihat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jerman (St.G.B), dan KUHP Indonesia tidaklah mensyaratkan motif sebagai unsur delik. Dalam kasus pembunuhan berencana, cukup apabila pelaku dengan tenang merencanakan yang disertai persiapan dan pelaksanaan perbuatan. Namun oleh Van Bemmelen, motif dapat membantu meyakinkan hakim dalam mengambil keputusan, ringan atau beratnya suatu putusan pemidanaan terhadap terdakwa.

Pada opini ini, penulis masih menggunakan pasal dalam KUHP tahun 1946 (belum menyesuaikan dengan pasal dalam KUHP baru, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun