Mohon tunggu...
Abdul Razaq
Abdul Razaq Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aktivis Sosial dan Keagamaan

Memanfaatkan Hidup untuk Hidup Bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Merasa Paling Berperan, Tapi Menolak Kritik: Dilema Evaluasi Kinerja di Era Kolaborasi

24 Juni 2024   11:11 Diperbarui: 24 Juni 2024   11:21 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era yang serba kolaboratif ini, kerjasama tim menjadi faktor terpenting untuk mencapai kesuksesan. Walau demikian, ada kalanya timbul dilema di dalam melakukan evaluasi kinerja. Hal ini terutama terjadi ketika seseorang merasa sangat berperan dalam suatu pencapaian tetapi menolak untuk menerima kritik atau masukan mengenai kinerjanya. Perkembangan tim dan individu tersebut dapat terhambat oleh hal ini.

Namun, terkadang, banyak anggota organisasi yang enggan menerima kritik dalam proses kolaboratif. Mereka berpendapat bahwa kritik tersebut tidak berkaitan dengan prestasi mereka, atau bahwa kritik tersebut kurang objektif. Di beberapa situasi, anggota organisasi merasa bahwa kritik tersebut tidak sejalan dengan budaya kolaboratif yang ada dalam organisasi. Hal ini terkadang menyebabkan sikap apatis dan emosional dari mereka, bahkan seringkali menggerakkan anggota lain untuk secara terbuka menolaknya.

Evaluasi kinerja merupakan proses yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja anggota organisasi. Dalam era kolaborasi, evaluasi kinerja tidak hanya berfokus pada kinerja individu, tetapi juga pada kinerja tim. Dengan demikian, kritik yang diberikan tidak hanya berupa kritik terhadap kinerja individu, tetapi juga terhadap kinerja tim.

Sikap merasa paling berperan dan menolak kritik dapat muncul dari berbagai faktor, seperti:

  • Ego yang tinggi: yaitu individu merasa bahwa kemampuan dan kontribusinya lebih besar daripada anggota tim lainnya. Segala kemampuan telah dicurahkannya untuk kemajuan organisasi, sehingga merasa keberadaannya diatas yang lain.
  • Kurangnya rasa aman: dimana individu tersebut merasa terancam oleh kritik dan masukan, dan takut kehilangan posisinya dalam tim. Selain itu, individu tersebut merasa tidak ada jaminan dari pihak lain, khususnya pimpinan organisasi untuk tidak menggeser posisinya pasca evaluasi kinerja.
  • Kurangnya pemahaman tentang budaya kolaborasi: Individu belum memahami bahwa kolaborasi membutuhkan keterbukaan terhadap masukan dan kritik untuk mencapai hasil terbaik. Umumnya individu merasa bahwa kolaborasi tidak memiliki dampak yang signifikan atas kinerja organisasi, sehingga keberadaan kolaborasi tidak penting bagi individu tersebut.
  • Ketidakmampuan menerima kekurangan: Individu tidak mampu menerima bahwa setiap orang memiliki kekurangan dan keterbatasan, dan bahwa kritik merupakan bagian dari proses belajar dan pengembangan diri. Umumnya individu memiliki ego yang sangat tinggi, yang merasa segala sesuatu atas kontribusi dan peran dirinya, sehingga merasa benar atas setiap ucapan dan tindakannya.

Sikap merasa paling berperan, tapi menolak kritik ini dapat membawa dampak negatif bagi individu, tim, dan organisasi, seperti:

  • Menghambat komunikasi dan kerja sama tim: Individu yang menolak kritik akan menciptakan suasana yang tidak kondusif untuk komunikasi dan kerja sama tim. Anggota tim akan terus menghindar untuk tidak berkomunikasi dengannya, karena saran dan masukan tidak dihargainya.
  • Menghambat perkembangan individu: Individu yang tidak terbuka terhadap masukan akan sulit untuk berkembang dan meningkatkan kemampuannya. Ini akan berdampak pada proses jenjang karier dalam organisasi tersebut, bahkan individu tersebut, akan ditinggalkan oleh rekan kerja dalam satu tim.
  • Menciptakan konflik dan perselisihan: Penolakan terhadap kritik dapat memicu konflik dan perselisihan dalam tim. Umumnya konflik tidak dilakukan secara terbuka, dengan sikap yang pasif dan kurang peduli pada individu yang menolak evaluasi atas kinerja. Bias penilaian dapat menyebabkan konflik dan tegang dalam tim. Anggota organisai yang merasa tidak diberikan penilaian yang sesuai dan objektif, dapat menjadi marah dan tidak memiliki kesempatan untuk berkontribusi secara efektif. Hal ini dapat menyebabkan tim menjadi tidak efektif dan tidak dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
  • Menurunkan produktivitas dan kinerja: Tim yang tidak mampu bekerja sama dengan baik akan mengalami penurunan produktivitas dan kinerja. Bias penilaian dapat mempengaruhi kinerja tim dengan memberikan penilaian yang tidak objektif. Anggota organisasi yang tidak diberikan penilaian yang sesuai dapat menjadi frustrasi dan tidak memiliki motivasi untuk meningkatkan kinerja mereka. Hal ini dapat menyebabkan kinerja tim menjadi menurun

Kondisi ini tentu tidak dapat dibiarkan berlangsung lama, yang berakibat akan menurunkan kinerja organisasi. Untuk itu, diperlukan solusi dan upaya dari berbagai pihak, seperti:

  • Meningkatkan kesadaran tentang budaya kolaborasi: Penting untuk menanamkan budaya kolaborasi di mana setiap anggota tim merasa dihargai, didengarkan, dan dihargai atas kontribusinya. Ini perlu ditanamkan sejak dari awal masuk dalam organisasi, dan terus digaungkan dalam berbagai kesempatan komunikasi dan koordinasi, tentu dengan bahasa dan gaya komunikasi yang sesuai dengan kondisi yang ada. Ini semata-mata, agar anggota organisasi tetap dalam satu frekwensi dengan visi dan misi yang sama.
  • Pelatihan tentang komunikasi efektif: Individu perlu dilatih untuk berkomunikasi secara efektif, agar pesan yang disampaikan tidak menimbulkan persepsi lain atau bias komunikasi. Konflik dan perselisihan banyak ditimbulkan dari komunikasi yang tidak baik dan efektif.
  • Kesadaran diri menerima kritik: kesadaran individu menerima kritik dengan lapang dada tidak lah mudah. Namun, kesadaran diri, bahwa kinerja baik organsiasi, tidak hanya ditentukan oleh seorang individu, namun hasil kerjasama baik dalam satu tim. Menyadari bahwa setiap individu dalam organisasi memiliki peran dan kontribusi, namun yang menentukan bukan hanya dirinya, tetapi juga orang lain dalam organisasi tersebut.
  • Menciptakan sistem evaluasi kinerja yang objektif dan transparan: Sistem evaluasi kinerja harus dirancang untuk memberikan masukan yang konstruktif dan objektif kepada individu serta berbasis data. Sistem ini perlu dipahami oleh semua pihak dalam organisasi, dan dijalankan secara objektif dan transparan. Dengan demikian, kritik yang diberikan dapat berbasis pada kinerja yang sebenarnya dan tidak berbasis pada persepsi pribadi. Sistem evaluasi kinerja yang objektif dan berbasis data dapat membantu menghindari bias pribadi dan menjamin bahwa penilaian anggota organisasi didasarkan pada kinerja yang sebenarnya. Dengan demikian, anggota organisasi dapat meningkatkan kinerja mereka dan tim dapat menjadi lebih efektif.
  • Memberikan pembinaan dan pendampingan kepada individu: Individu yang mengalami kesulitan menerima kritik memerlukan pembinaan dan pendampingan, baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini pada dasarnya untuk membantu mereka memahami pentingnya kritik dan bagaimana cara menerimanya dengan baik, guna perbaikan dirinya, sehingga individu tersebut merasa dihargai atas peran dan kontribusinya dalam organisasi.
  • Menggunakan Feedback yang Konstruktif: yaitu organisasi harus memberikan feedback yang konstruktif dan tidak menyerang. Feedback yang konstruktif dapat membantu anggota organsiasi untuk meningkatkan kinerja mereka dan dapat membantu tim untuk menjadi lebih efektif.
  • Menghindari Halo Effect: Halo effect dapat mempengaruhi penilaian anggota organsiasi dengan memberikan penilaian yang lebih positif secara keseluruhan tanpa mempertimbangkan kinerja sebenarnya. Dengan menghindari halo effect, penilaian anggota organisasi dapat lebih objektif dan berbasis pada kinerja yang sebenarnya. Halo effect dalam evaluasi kinerja organisasi adalah bias pribadi yang terjadi ketika seorang penilai memberikan penilaian yang lebih positif secara keseluruhan kepada anggota organisasi berdasarkan satu aspek kinerja yang baik, tanpa mempertimbangkan aspek lain yang mungkin kurang baik. Hal ini dapat menyebabkan penilaian yang tidak objektif dan tidak berbasis pada kinerja yang sebenarnya.

Rasa penting diri dan ketidakmampuan menerima kritik adalah halangan yang dapat menghalangi kemajuan individu, tim, dan organisasi dalam era kolaboratif ini. Dengan meningkatkan kesadaran tentang budaya kolaborasi, memberikan pelatihan yang tepat, dan menciptakan sistem evaluasi kinerja yang objektif, dilema ini dapat diatasi dan digantikan dengan budaya saling menghargai, saling mendukung, dan saling belajar dari kritik dan masukan.

Oleh karena itu, organisasi harus memiliki sistem evaluasi kinerja yang objektif, memberikan feedback yang konstruktif, memiliki budaya organisasi yang kolaboratif, dan mengadakan pelatihan dan pengembangan yang tepat. Dengan demikian, organisasi dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan dapat menjadi lebih sukses dalam era kolaborasi yang semakin meningkat. (ar)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun