Muhasabah diri termasuk salah satu kebiasaan yang mulia dalam Islam. Muhasabah diri dapat diartikan introspeksi diri atau proses mengevaluasi diri untuk sesuatu yang lebih baik. Muhasabah adalah meneliti perbuatan kita pada masa lalu dan masa kini, apakah ia merupakan perbuatan baik atau perbuatan buruk. Dengan muhasabah diri, perbuatan baik pada masa lalu, bisa ditingkatkan pada masa depan, baik kualitasnya maupun kuantitasnya. Namun perbuatan buruk, untuk diperbaiki sesuai dengan ketentuan Allah SWT. dan baginda Rasulullah SAW.
Sikap mengevaluasi ini diperlukan sebagai sarana menilai dan memeriksa ulang apa yang sudah dilakukan. Hasil muhasabah diri, bisa dijadikan sebagai cara untuk memperbaiki diri agar menjadi lebih baik. Muhasabah dapat dilakukan kapan saja, dan dimana saja sesuai keinginan.
Perintah Muhasabah
Perintah melakukan muhasabah sebagaimana dalam Firman Allah Surat Al-Hasyr Ayat 18, sebagai berikut :
y ayyuhalladzna manuttaqullha waltandhur nafsum m qaddamat lighad, wattaqullh, innallha khabrum bim ta'maln
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, bertakwa lah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwa lah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Dari ayat tersebut, muhasabah diperintahkan kepada orang yang beriman, guna meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT, menuju kecintaan-Nya. Dengan muhasabah tersebut, akan segera memperbaiki diri, sehingga tidak terjerumus lebih jauh dari larangan Allah SWT.
Menurutnya, muhasabah penting dilakukan oleh setiap diri menuju kecintaan ilahi. Karena banyak ucapan dan tindakan yang tidak terlepas dari salah dan kekhilafan, lebih-lebih dalam beribadah kepada Allah SWT. Yang terpenting dalam muhasabah, ada kesadaran untuk perbaikan diri dan siap menerima nasehan dan kritikan serta tidak tersinggung.
Hadits riwayat Imam al-Bukhari yang berbunyi: "Sebaik-baik amal adalah yang diiringi dengan muhasabah, dan seburuk-buruk amal adalah yang diikuti oleh penyesalan".
Hadits tersebut menunjukkan bahwa amal yang paling baik adalah yang dilakukan setelah melakukan muhasabah diri, yaitu refleksi diri sebelum dan introspeksi setelah melakukan tindakan. Jika seseorang merenungkan niat dan tindakan mereka, itu akan membantu mereka melakukan amal yang lebih baik.
Sekain itu, terdapat hadits riwayat Imam Ahmad, yang berbunyi: "Muhasabah diri adalah sebaik-baiknya amal."
Selain itu, sahabat Nabi, Umar bin Khattab pernah menganjurkan umat muslim untuk bermuhasabah diri sebelum hari penghisaban tiba. Ia berkata,
Artinya: "Hisablah diri (introspeksi) kalian sebelum kalian dihisab, dan berhias dirilah kalian untuk menghadapi penyingkapan yang besar (hisab). Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia."
Manfaat Muhasabah
Penerapan muhasabah dalam kehidupan sehari-hari seorang Muslim memiliki beberapa manfaat yang baik.
- Muhasabah membantu seseorang menjadi lebih sadar tentang tindakan, niat, dan perilakunya. Hal tersebut memungkinkan untuk menghindari kesalahan dan tindakan yang bertentangan dengan ajaran agama.
- Seorang Muslim dapat mengembangkan karakter yang lebih baik sesuai dengan nilai-nilai Islam. Hal tersebut termasuk kejujuran, integritas, kasih sayang, dan kesabaran.
- Muhasabah membantu seseorang untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Hal tersebut dapat membantu memperkuat ikatan spiritual dan meningkatkan kualitas ibadah. Membuat seseorang dijauhkan dari sifat sombong, dan muncul sikap rendah hati.
- Seseorang dapat memperbaiki hubungan dengan orang lain. Hal tersebut dapat berimplikasi pada terciptanya lingkungan sosial yang lebih harmonis dan saling mendukung.
- Muhasabah membantu seseorang untuk lebih waspada terhadap dosa-dosa dan kesalahan yang dapat merusak kehidupan spiritual mereka. Hal tersebut dapat membantu seseorang dalam menjalani kehidupan yang lebih bertaqwa.
Cara Melakukan Muhasabah Diri
Ada beberapa cara melakukan muhasabah diri dalam Islam, antara lain :
1. Menyendiri
Salah satu bentuk muhasabah diri adalah dengan menyendiri. Sebagian diantara kita, barangkali akan mudah mengevaluasi diri saat sendirian, akan mudah slh (dalam Bahasa Jawa adalah "menyerahkan diri, pasrah) Â dan tidak mudah menyalahkan pihak lain. Rasulullah ASW. Bersabda.
Artinya: "Koreksi lah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhias lah [dengan amal saleh] untuk pagelaran agung [pada hari kiamat kelak]." (HR Tirmidzi)
2. Berkumpul dengan Orang-Orang Sholeh
Orang sholeh adalah orang yang taat dan sungguh-sungguh menjalankan ibadah atau dapat diartikan orang beriman dan menjaga ketaatannya kepada Allah SWT. Untuk itu, penting untuk selalu berkumpul dengan orang-orang sholeh tersebut. Mereka akan mengingatkan dan menasihati kekeliruan yang pernah dilakukan, untuk segera kembali pada ketentuan Allah SWT. dan baginda Rasulullah SAW. Sabda Rasulullah SAW. Sebagai berikut :
Artinya: "Jika Allah menghendaki kebaikan bagi diri seorang pemimpin/pejabat, maka Allah akan memberinya seorang pendamping/pembantu yang jujur yang akan mengingatkan jika dirinya lalai dan akan membantu jika dirinya ingat." (HR Abu Dawud)
3. Siap Menerima Kritik dan Saran Orang Lain
Setiap orang yang melakukan muhasabah, perlu kesadaran akan kesalahannya, dan bertekad untuk melakukan perbaikan diri. Untuk itu, saat menyadari sebuah kesalahan, seseorang terkadang tak bisa menerima kritik. Namun dalam proses muhasabah, seseorang diharuskan siap menerima berbagai kritik dan saran yang datang.
Terkadang saran dan nasehat tersebut dalam bentuk ucapan verbal, namun tidak jarang dalam bentuk sikap dan perbuatan. Diperlukan sensitif bagi seseorang yang bertekad melakukan muhasabah.
Selain itu, ada kesadaran untuk mengambil hikmah dari ucapan dan tindakan yang dilakukan, sehingga akan memudahkan menerima nasehat dan kritikan.
Contoh Muhasabah dalam Kehidupan Sehari-Hari
Beberapa yang perlu menjadi muhasabah selama ramadhan ini, antara lain, Pertama, Â dalam memenuhi panggilan Adzan untuk sholat. Terkadang panggilan adzan sholat dianggap hal yang biasa dan tidak bergegas untuk sholat. Bahkan ada ungkapan "nanti aja dulu" kan belum iqomat. Lebih-lebih banyak jama'ah yang rumahnya dekat dengan masjid/musholla, namun sengaja terlambat dalam menunaikan sholat berjama'ah.
Kedua, sholat qobliyah sebelum sholat wajib, dilakukan dengan tidak sensitif. Jama'ah yang hadir ke masjid sudah terlambat beberapa menit, sementara jama'ah yang lain telah menunggu iqomat cukup lama, namun jama'ah yang hadir tersebut, tanpa memperhatikan kondisi yang ada, langsung melaksanakan sholat qobliyah. Padahal waktu untuk iqomat tinggal beberapa detik, sebagaimana tanda atau waktu yang ada di musholla/masjid tersebut.
Selain itu, Ketiga, jama'ah perlu tahu diri dalam posisi sholat di belakang imam. Apabila jumlah makmum banyak dan membentuk satu shaf (barisan), maka posisi di belakang imam perlu menjadi perhatian. Posisi dibelakang imam, bukan ditempati karena sepuhnya, karena yang datang duluan, atau karena aktivis sosial. Namun harus memperhatikan orang yang berakal, baligh dan berilmu). Karena Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan ahlul ahlam wan nuha (orang yang berakal baligh dan berilmu) untuk berada di belakang imam, sebagaimana sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam:
Artinya : "Hendaknya (yang) berada di dekatku (di belakangku) dari kalian adalah orang yang berakal dan berilmu. Kemudian diikuti orang-orang berikutnya (tiga kali). Dan jauhilah (suara) keributan pasar-pasar". [HR Muslim, no. 255].
Dalam hadits ini terdapat perintah, yakni mendahulukan yang paling utama lalu di bawahnya, untuk yang berada di belakang imam, karena ia (ahlul ahlam wan nuha) lebih pantas dimuliakan. Dan terkadang imam membutuhkan pengganti, sehingga ia lebih berhak. Juga karena ia akan dapat memperingatkan imam, kalau imam lupa ketika selainnya tidak mengetahuinya. Juga untuk menerapkan dengan baik tata cara shalat, menjaganya dan menukilkannya, serta mengajari tata cara tersebut sehingga orang yang berada di belakangnya mencontoh perbuatannya.
Keempat, dalam gerakan sholat, jangan mendahului imam, karena hadirnya imam untuk diikuti. Sabda Rasulullah SAW.
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
{ } [: 7] Â :
Artinya : "Apabila kalian shalat, luruskanlah shaf-shaf kalian, kemudian hendaklah salah seorang dari kalian mengimami kalian. Apabila dia bertakbir, maka bertakbirlah kalian. Dan apabila dia mengucapkan, "Ghairil maghdhubi 'alaihim wala adh-dhallin (Bukan jalan orang yang dimurkai dan tidak pula jalan orang yang sesat)", maka katakanlah, "Amin." Niscaya Allah mencintai kalian. Apabila dia bertakbir dan rukuk, maka bertakbir dan rukuklah kalian, karena imam harus rukuk sebelum kalian dan mengangkat (kepala) dari rukuk sebelum kalian."
Kelima, imam sholat jama'ah tidak peduli atas saran/nasehat makmum dan merasa bacaannya sudah benar. Terkadang ada imam, yang tidak peduli bahkan tersinggung kepada jama'ah lain/makmum yang memberi saran/nasehat tersebut.
Adapun, syarat menjadi imam salat dijelaskan oleh Rasulullah dalam sejumlah hadits, salah satunya yang diriwayatkan oleh Muslim. Nabi SAW bersabda:
"Yang mengimami suatu kaum (jamaah) itu hendaklah yang paling baik bacaan kitab Allah (Al Quran) nya. Jika di antara mereka itu sama, maka hendaklah yang paling tahu tentang sunnah, dan apabila di antara mereka sama pengetahuannya tentang as-Sunnah, hendaklah yang paling dahulu berhijrah, dan apabila di antara mereka sama dalam berhijrah, hendaklah yang paling dahulu memeluk Islam'. Dalam riwayat lain disebutkan: "Yang paling tua usianya. Janganlah seorang maju menjadi imam shalat di tempat kekuasaan orang lain, dan janganlah duduk di rumah orang lain di kursi khusus milik orang tersebut, kecuali diizinkan olehnya," (HR Muslim)
Dilansir dari laman Universitas Islam An Nur Lampung, berikut adalah syarat-syarat menjadi imam dalam sebuah salat berjamaah:
- Mengetahui syarat dan rukun salat, serta perkara yang membatalkan salat,
- Fasih dalam membaca ayat-ayat Al-Qur'an,
- Paling luas wawasan agamanya dibandingkan jamaah yang berada disitu,
- Berakal sehat,
- Baligh,
- Â Berdiri pada posisi paling depan,
- Seorang laki-laki (jika makmum adalah keseluruhan perempuan, maka perempuan boleh jadi imam),
- Tidak sedang bermakmum kepada salat atau orang lain. (Z-10)
Pada saat membaca fatihah dan ayat-ayat al-qur'an, bacaan imam ada beberapa kesalahan dalam makhrojul huruf dan tajwid. Mendengar bacaan imam tersebut, salah satu makmum memberitahukan kesalahan dan membenarkan bacaan makhrojul huruf dan tajwid. Namun yang terjadi, imam tersebut tidak berkenan dan tersinggung. Salah satu yang disampaikan imam tersebut "yang penting bacaan fatihahnya benar, sementara kalau bacaan surat-surat pendek, salah-salah dikit ndak apa".
Inilah sebagian yang perlu menjadi muhasabah dalam bulan suci ramadhan, namun masih banyak hal lain yang perlu kita evaluasi, baik dalam ucapan maupun tindakan kehidupan sehari-hari, lebih-lebih dalam urusan ibadah kepada Allah SWT. InsyaAllah muhasabah yang kita lakukan secara istiqomah, maka akan menumbuhkan dan menguatkan cinta kepada Allah SWT. (KangRozaq)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H