Lanjutan dari [CERBUNG] Love or Friend ? or Both ? (1/2)
SMA Garuda banyak mengadakan lomba dalam merayakan ulang tahunnya yang ke 20. Berbagai jenis lomba diadakan mulai dari lomba futsal, band, tari, dan masih banyak yang lain lagi. Tapi yang banyak menarik perhatian siswa adalah lomba membuat film. Hari ini adalah pengumuman lomba film tersebut. Total ada 20 film yang masuk ke meja juri, ternyata banyak siswa SMA Garuda yang berbakat di bidang ini. Memang tidak mengherankan sih karena ekstrakurikuler film adalah ekskul yang paling digemari siswa SMA Garuda, dan dengan lomba ini menjadi wadah bagi mereka untuk mengekspresikan kreativitas yang selama ini sudah dilatih di ekskul tersebut.
Di antara kesibukan di pagi itu, ada pemandangan yang bisa dikatakan sangat “gempar” di SMA Garuda terutama bagi Rio dan kawan-kawan. Badan Doni menegang dan mengucek-ngucek matanya ketika melihat apa yang ada di hadapannya. Doni dengan cepat mengirimkan pesan BBM kepada Rio, “Yo, Loe dimana?” Doni bingung dan panik dengan apa yang terjadi, akhirnya dia memutuskan untuk menunggu di kantin sambil mencari minuman untuk menenangkan dirinya.
“Don! Loe Dimana??” Doni tersentak melihat bbm Rio yang baru masuk. Dia mulai panik lagi. Pasti Rio telah melihatnya.
“Gua di kantin, Loe dimana? Loe jangan gegabah dulu, Yo!” Lama Doni menunggu balasan dari Rio, ternyata Rio datang menghampiri Doni di kantin. Wajah Rio memerah, tangannya mengepal.
“Memang sialan Hadi!!!” sontak semua yang ada di kantin melihat ke arah Rio.
“Yo yo, tenang dulu. Gak enak diliat sama yang lain.” Rio tampak tidak peduli, wajahnya tetap memerah. Tampak urat di kening dan lehernya.
“Bisa bisanya dia nusuk gue dari belakang!” Rio duduk di depan Doni. Dia memukul keras meja di hadapannya.
“Kan belum pasti juga, Yo. Kita kan belum nanya langsung sama Hadi dan Sera.”
“Apanya yang belum pasti, Don! Loe gak liat mereka pegangan tangan gitu, mesra-mesraan kayak orang pacaran. Apalagi kalau bukan nusuk dari belakang namanya tu, Don!” Doni terdiam. Dia tahu apa yang diomongkannya hanya akan menambah emosi Rio. Keduanya akhir larut dalam diam. Perlahan Rio mulai bisa menenangkan dirinya.
“Nazar sama Aga mana, Don?” tanya Rio dengan suara bergetar.
“Katanya mereka baru mau turun dari rumah. Gue tadi udah bbm mereka untuk ke sini.” Doni menyodorkan minumannya untuk Rio. Rio meminumnya sedikit. Dia tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya tadi pagi. Begitu jelas di depan matanya, Hadi dan Sera berjalan sambil berpegangan tangan menuju aula sekolah tempat pemutaran lomba film. Rio mengikuti mereka sampai di sana, dia semakin geram ketika melihat mereka duduk dengan jarak yang sangat dekat sambil sesekali Sera mencubit pipi Hadi. Mereka tersenyum bahagia. Rio hampir saja menghampiri Hadi untuk memberinya “pelajaran”, tapi dia berpikir dua kali hingga akhirnya dia memutuskan untuk mencari ketiga sahabatnya. Dia butuh teman saat ini. Dia butuh ditenangkan.
“Kalian udah liat??” tanya Aga langsung sesampainya di kantin. Doni langsung memberi isyarat kepada Aga dengan menunjuk Rio. Aga paham apa maksudnya.
“Loe gak papa kan, Yo?” tanya Aga hati-hati.
“Hadi sekarang bukan sahabat atau teman gue lagi!” Rio tidak menjawab pertanyaan Aga. Tapi perkataannya barusan membuat yang lain tersentak.
“Yo, Yo jangan gitu dulu...” kata Doni berusaha menenangkan sahabatnya itu.
“Iya, Yo. Sabar dulu.” tambah Aga. Rio tidak berkata apa-apa lagi. Handphonenya berbunyi, ada bbm masuk. Mata Rio membesar. Perasaan Doni dan Aga makin tidak enak.
“Dari Sera. Dia minta gue ketemu sama dia di taman sekolah....” Rio memberitahu kepada kedua sahabatnya itu. Rio langsung berdiri hendak pergi.
“Yo, biar gua sama Aga temenin loe.” Rio tidak menjawab, dia langsung pergi. Doni dan Aga mengikuti di belakangnya. Taman sekolah mereka letaknya di samping, tepat di belakang aula sekolah tersebut. Rio berjalan dengan cepat, suara hentakan kakinya di koridor menambah degupan jantung Doni dan Aga yang mengikutinya di belakang. Tampak dari kejauhan, banyak anak-anak yang berkumpul di aula sekolah untuk menyaksikan film-film yang diperlombakan. Rio melewati keramaian tersebut, dan akhirnya dia pun sampai di taman. Dia melihat Sera dan Hadi, mereka duduk bersebelahan di bangku taman dekat hamparan bunga mawar. Rio kembali memanas, dikepal kedua tangannya sekeras mungkin.
“Ada apa??” kata Rio ketus di hadapan Sera. Sera dan Hadi langsung berdiri, baru kali ini Rio berkata ketus di hadapan Sera. Hadi tampak tenang wajahnya, melihat itu Rio semakin ingin memberi “bogem mentah” di wajah mantan sahabatnya itu.
“Yo, kami minta maaf.” ujar Sera sambil menunduk.
“Minta maaf buat apa??” Rio berusaha untuk tenang. Giginya bergemeretak.
“Kami gak bermaksud…” belum selesai Hadi menambahkan, Rio langsung menyerobot,”Jangan banyak bacot loe, Di!” Doni dan Aga langsung mendekatkan tubuh mereka kepada Rio, berjaga-jaga takut Rio bertindak anarkis. Hadi terdiam, amarah Rio semakin meluap ke ubun-ubun. Tiba-tiba ada yang merangkul Rio dari samping, bukan Doni ataupun Aga melainkan Nazar yang entah sejak kapan datang. Rio jadi bingung termasuk yang lain.
“Ser, Di. Ini saatnya.” kata-kata Nazar tersebut semakin membuat bingung terutama bagi Rio yang berada di dalam rangkulannya. Rio lalu memandang ke arah Sera dan Hadi. Sera menatap Rio,“Maafkan kami Yo, karena kami…”
“Mengerjaimu!” kata Sera dan Hadi bersamaan. Sera, Hadi, dan Nazar kontan tertawa. Rio terdiam, dia bingung dengan yang barusan terjadi termasuk Doni dan Aga.
“Yo, Yo…Loe gak papa kan.” kata Sera sambil memegang lembut bahu Rio.
“Jadi kalian gak pacaran? Gue dikerjain?”
“Iya, Yo. Semuanya.hanya rekayasa.” kata-kata Nazar yang dekat di telinganya itu cukup membuatnya terkaget.
“Kok loe juga tahu, Zar?”
“Kan ini kerjaan kami bertiga. Hanya kami bertiga yang tahu.” Nazar melebarkan senyumnya. Hadi dan Sera juga tersenyum.
“Loe segitunya ya Yo sayang sama gue. Sampai segitu marahnya…” kata-kata Sera tersebut langsung membuat Rio salah tingkah, “Eh…eh…”
“Hehehe. Makasih ya, Yo. Lain kali jangan marah gitu lagi ya. Gue takut.” Sera membelai pipi Rio, wajah Rio sontak memerah.
“Ya udah gue ke aula dulu ya.” Sera lalu meninggalkan taman tersebut, meninggalkan Rio yang diam dengan wajah yang merah padam.
“Yo, maafkan kami ya jika kami kelewatan.” Hadi memeluk Rio, yang diikuti Nazar. Doni dan Aga juga ikutan memeluk Rio.
“Tapi gue masih pengen ninju loe nih karena udah pegang tangannya Sera. Gue aja gak pernah-pernah tu megang tangannya Sera.” kata Rio di tengah pelukan sahabat-sahabatnya.
“Tapi pipi gue gak pernah dibelai, Yo.” sela Hadi. Rio tersenyum lalu membalas pelukan sahabat-sahabatnya.
* * *
“Kopi buatan ibumu mantap sekali, Di!” ujar Nazar setelah menyeruput kopinya.
“Hehe. iya dong. Ibu siapa dulu...” kata Hadi sambil menepuk dadanya. Nazar tersenyum lalu menyeruput lagi kopinya. Matanya sampai terpejam saking nikmatnya. Mereka kemudian diam, larut dalam menikmati sore itu.
“Zar…” kata Hadi tiba-tiba.
“Yup…ada apa?” Nazar mengambil satu buah kue cookies di hadapan mereka.
“Gue pengen ngomong sesuatu…”
“Ngerjain Rio yok!” tambah Hadi kemudian. Nazar berhenti mengunyah kue cookiesnya.
“Ngerjain gimana?”
“Gini… kan capek juga ni kita nyemangatin Rio buat nembak Sera lagi, Gue punya ide gimana kalo kita ngerjain Rio dengan pura-pura salah satu dari kita jadian sama Sera.” Bola mata Nazar membesar. Dia antusias dengan ide Hadi tersebut.
“Tapi emangnya Sera mau? ikut rencana ini?”
“Sera udah sip. Gue udah ngajak dia kemarin. Dan katanya dia juga pengen liat reaksi Rio.”
“Waaaah! Siip! Tapi loe aja ya Di yang pura-pura jadian sama Sera. Gue gak bisa akting.” kata Nazar sambil terkekeh.
“Mmm…oke deh. Gue bilang Sera dulu ya.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H