Belum lama ini muncul di sosial media terkait rekaman kamar seorang wanita yang dipenuhi sampah. Hal ini kerap menjadi sorotan dan perdebatan para netizen. Anda mungkin bertanya-tanya mengapa orang tersebut dapat dengan nyaman dikelilingi oleh sampah yang kotor dan memenuhi ruang kamarnya. Ternyata, ada alasan di balik itu semua, lho!
Berkenalan dengan Hoarding Disorder
Hoarding memiliki definisi sebagai perolehan dan kegagalan dalam membuang benda yang tidak berguna atau tidak ada nilainya. (Fost & Gross, 1993). Hoarding disorder merupakan sebuah gangguan mental  yang baru diklaim dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi lima (DSM-5).Â
Hoarding disorder ialah sebuah gangguan yang mana penderita akan menimbun barang sekaligus mengalami kesulitan untuk membuang atau menyingkirkannya karena merasa adanya ikatan dengan barang tersebut. (Mataix-Cols, 2014)
Barang-barang yang disimpan dapat merupakan barang yang mengingatkan pada suatu peristiwa, barang yang dianggap dapat berguna di masa depan, atau bahkan hanya barang tidak berguna dan kotor yang hanya akan membuat seisi ruangan menjadi sempit dan pengap.
Penderita Cenderung Menolak Kenyataan
Seperti salah satu kasus dalam laman blog Harley Therapy seorang anak bercerita mengenai kondisi ibunya yang kerap kali menyimpan barang hingga makanan busuk tergeletak dalam rumahnya. Kejadian ini berlangsung bertahun-tahun hingga sang anak beranjak remaja.
Ketika sang anak mencari tahu dan berbicara tentang hoarding disorder kepada ibunya, dengan tegas sang ibu bilang bahwa ia tidak merasa ada yang salah dengan gaya hidupnya dan bahkan senang menjalani hidup seperti itu. Bahkan, ia menolak ketika diajak untuk menemui tenaga ahli.
Pemicu Hoarding Disorder
Sampai saat ini, penyebab spesifik munculnya gangguan mental satu ini belum ditemukan. Namun, dapat dipastikan hoarding disorder dapat menurun melalui genetik.
Dalam penelitian (Iervolino et al., 2009) ditemukan bahwa 50% variasi hoarding disorder disebabkan oleh faktor genetik dan sisanya merupakan pengaruh dari lingkungan sekitar. Lalu dalam penelitian lainnya ditemukan bahwa kehidupan yang penuh tekanan dan stress dapat menjadi pemicu seseorang mengidap hoarding disorder. Â Namun, karena masih dianggap kurang dalam penelitian mengenai gangguan ini, faktor-faktor di atas masih dipertanyakan hubungannya dengan hoarding disorder. (Landau et al., 2011)
Membedakan antara Hoarder dan Collector.
Jika Anda berpikir mengoleksi barang-barang antik atau menjadi seorang $ kolektor$ Â di rumah merupakan salah satu gejala hoarding disorder, tentu saja tidak. Gejala hoarding disorder berbeda dengan mengoleksi barang. Kegiatan mengoleksi barang dilakukan dengan lebih terstruktur dan terencana, sedangkan hoarding disorder dilakukan tanpa tujuan dan fungsi, tidak terstruktur serta mengganggu fungsi ruangan. (Nordsletten et. al., 2013)
Demikianlah informasi mengenai hoarding disorder yang perlu diketahui. Penting untuk diingat agar tidak melakukan self-diagnosed atau membuat asumsi sendiri bahwa seseorang mengidap gangguan ini, sebaiknya segera periksa ke tenaga ahli agar dapat penanganan khusus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H