Mohon tunggu...
Abdul Razak M.H. Pulo
Abdul Razak M.H. Pulo Mohon Tunggu... -

Seorang dokter, kini bertugas di Bener Meriah, Prov. Aceh. Akan menjalani Residen Ilmu Penyakit Dalam di FK Unsri Palembang Juli 2011. Mantan Pengurus Forum Lingkar Pena Aceh, Alumni Sekolah Menulis Do Karim. Anggota Forum Penulis Aceh DIWANA.Cerpen dan Puisi dimuat media lokal dan nasional.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Estafet Genetika si Mata Biru

4 September 2010   22:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:26 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

ESTAFET GENETIKA SI MATA BIRU

NURJANAH, seorang gadis kecil berambut blonde, mata kebiruan, kulit putih pucat malu-malu bergelayutan di pundak ibunya di pintu sebuah rumah panggung, yang tampaknya sudah puluhan tahun dindingnya diterpa cuaca Lamno nan eksotis. Nurjanah adalah sebuah bukti sebagai kelanjutan genetis naturalisasi bangsa Portugis yang “terjebak” tinggal di Lamno ratusan tahun silam. Ia tinggal di desa Leupee, tak jauh dari rumah sewa kami yang disewa oleh organisasi tempat kami bekerja, Medecines Sans Frontieres – Belgium (MSF-B).

Berbicara masalah si Mata Biru di Aceh, tanpa dipaksa pikiran ini langsung tertuju kepada Lamno, sebuah kota kecamatan di Aceh Jaya. Dimana penduduknya sebagian besar adalah petani dan nelayan. Kota pesisir ini sungguh eksotis dengan kesuburan alamnya yang menawan. Sebuah sungai, namanya Sungai Bak Paoh mengalir membelah Lamno. Alirnya jernih hijau kebiruan, seolah mengatakan bahwa di tanahnya mengalir darah kaum bermata biru (kehijauan). Penduduknya berjumlah belasan ribu. Mereka menggunakan bahasa Aceh dengan dialek sedikit berbeda dengan etnis Aceh di pesisir utara.

Berbicara tentang Lamno akan segera mengingatkan kita kepada Po Teumeureuhom yang merupakan simbol adat Aceh. Beliau dimakamkan di sebuah bukit di tepi pantai Kuala Daya. Makam itu sering sekali diziarahi oleh penduduk lokal maupun wisatawan lokal dan mancanegara. Di sebuah bukit yang menantang langsung dengan samudra Hindia.

Lamno, juga mengingatkan kita bahwa betapa dahsyatnya daerah ini dihempas tsunami. Dua pertiga wilayahnya luluh lantak dan hampir separuh penduduknya menjadi korban keganasan tsunami, termasuk para turunan mata biru yang sebagian besarnya mendiami pesisir pantai khususnya di Desa Kuala Daya. Si mata biru hampir-hampir punah dari Bumi Lamno.

Tsunami pula yang membawa saya ke sini. Lima hari setelah tsunami saya dibawa dengan helikopter ke daerah ini, saya bergabung dengan MSF-B sebagai medical assistant. Saya mengerjakan segala hal bersama teman-teman relewan dari berbagai negara dan berbagai daerah di Indonesia. Posko kami adalah di sebuah SMP dan Puskesmas. Selain itu, kami juga menjalankan mobile clinic ke tempat-tempat cluster pengungsi.

Di daerah ini hati saya terpaut untuk ikut turut serta melanjutkan estafet genetika si mata biru. Saya “memburu” gadis mata biru yang masih tersisa dengan agak terburu, jangan sampai keburu “digaet” oleh teman-teman baru saya. :)

Bersambung.....

Oleh: Abdul Razak M.H. Pulo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun