Mohon tunggu...
Rayyan Yasser
Rayyan Yasser Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sejarah - Manusia Biasa-Biasa Saja

Sedikit berbagi tulisan atau cerita yang semoga saja bisa memberikan manfaat bagi orang banyak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Harapan Besar Pengrajin Payung Geulis Panyingkiran

21 Oktober 2024   09:12 Diperbarui: 21 Oktober 2024   09:37 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Panas matahari mewarnai siang hari di Kota Tasikmalaya. Sambutan gapura dengan bentuk payung diatasnya mengawali kegiatan di hari selasa ini. disambung dengan gambar-gambar bermotif payung mewarnai dinding memasuki kawasan Jalan Panyingkiran, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya. Para masyarakat beraktifitas seperti pada umumnya disana. Di pinggir jalan ada sebuah bangunan yang didalamnya terdapat orang-orang yang sedang memproduksi payung khas dari Tasikmalaya ini yakni Payung Geulis.

Sebuah plang yang menunjukkan salah satu alamat pengrajin payung geulis ke arah sebuah gang kecil, namanya pengrajin Payung Geulis Mandiri. Terlihat seorang bapak-bapak yang sedang duduk merokok di kursi depan rumah sembari melepas penat setelah menyelesaikan pekerjaannya. Beliau bernama Yayat Sudrajat (59) warga asli Panyingkiran pemilik usaha Payung Geulis Mandiri. Pak Yayat menjadi generasi ketiga pengrajin payung geulis setelah alm. ayahnya dan kakeknya di tahun 1930an. 

"Payung geulis dulu bukan hanya di Panyingkiran, ada juga di Babakan Payung yang ironisnya sekarang hanya tinggal nama, tapi masih tersisa pengrajin bernama Haji Ade yang juga mengirimkan payung geulis ke Panyingkiran, dulu juga ada di Seladarma sampai Bantar, di Panyingkiran sekarang ada lima" ujar Yayat. Beliau menjadi salah satu dari lima pengrajin yang masih bisa bertahan hingga saat ini ditengah era modern ini. Ditambah para generasi muda yang enggan memiliki minat untuk belajar pembuatan payung geulis. 

"Sekitar tahun tiga puluh-an sampai lima puluh-an hampir sembilan puluh persen warga panyingkiran adalah pengrajin payung. Masa keemasannya adalah tahun lima puluh-an sampai enam puluh-an karena pada saat itu masih fungsional, namun kalah bersaing dengan payung yang terbuat dari flysheet dan besi, hingga pengrajin payun geulis gulung tikar dan beralih profesi" ucapnya. Sempat terjadi masa kekosongan pengrajin tahun 70an (maksudnya pengrajinnya ada tetapi tidak ada usahanya). 

Tahun 1983, salah seorang warga Panyingkiran bernama Pak Sahron mulai merintis kembali usaha payung geulis. Dari beliau produksi mulai kembali berkembang hingga saat ini. Tahun 1998, Pak Yayat memulai usahanya dari nol, dengan bermodalkan uang dua ratus lima puluh ribu rupiah ia mengayuh sepeda ke daerah Kota Tasik bagian selatan untuk membeli bahan-bahan pembuatan payung geulis. Ia membuat, melukis dan memasarkan hasil kerajinannya sendiri hingga ia memiliki rumah dan pajagan (tempat produksi payung geulis) sendiri. Sebelum tahun 2001, kampung Panyingkiran sering kedatangan wisatawan lokal bahkan mancanegara untuk membeli oleh-oleh khas Tasik ini. Namun, satu tahun setelahnya kedatangan wisatawan terutama mancanegara mulai surut. Terlebih pada saat masa Covid-19 melanda menghantam usahanya. 

"Saat masa Covid dua tahunan lah dari tahun 2019-2022, bukan hanya dari segi penjualan saja yang mengalami penurunan tapi barang-barang juga lapuk terlalu lama disimpan di pajagan, pekerja juga yang awalnya sepuluh orang menjadi empat orang" ucap pak Yayat. Tetapi hantaman wabah covid tak membuatnya patah semangat berjualan, Pak Yayat mulai memasarkan payungnya melalui bisnis online yang dikelola oleh anaknya. Menurut beliau, meskipun pendapatan dari online agak kecil tapi setidaknya ia masih mendapatkan keuntungan ditengah musim seperti ini. 

Suatu kebetulan hari itu, seorang temannya yang seseorang temannya yang sering disebut sebagai Pak Haji (65) berkunjung ke kediaman Pak Yayat. Pak Haji menceritakan "untuk saat ini harus banyak inovasi dalam pembuatan payung geulis, jadi tidak melulu mengandalkan bahan alam yang tidak tahan lama, kalau di sebelah sana, pembuatan payung geulis lebih tradisionil sekali, desain motif lukisan payung geulis sekarang sudah bermacam-macam ada yang menggunakan sablon mesin dan sebagainya". Menurutnya disitulah peluang bagi produksi payung geulis untuk tetap bisa bersaing Meskipun sedikit akan menghilangkan nilai seni (art) dan unsur pembuatan tangan (handmade) nya. 

Harapan mereka berdua, pemerintah setempat lebih memperhatikan lagi Kampung Panyingkiran sebagai kampung wisata kerajinan payung geulis terutama dinas-dinas atau institusi terkait. "Dengan memperhatikan tata kelola perkampungan dan sebagainya, selain itu juga, para pengrajin berusaha meningkatkan kualitas sumber daya manusianya sehingga memadai ketika akan dijadikan kampung wisata, jikalau sudah jadi destinasi wisata, menurutnya ikon payung bukan hanya akan ada pada produksi payung itu sendiri, tetapi merambah ke produksi makanan, gantungan kunci, kaos sablon payung, dan barang-barang lainnya sehingga menjadi merk" jelas Pak Yayat sembari menghisap rokoknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun