Seorang pilot Susi Air bernama Kapten Philips Max Mehrtens, yang berasal dari Selandia Baru, telah disandera oleh kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB - OPM) di hutan Nduga, Papua. Pasukan gabungan TNI-Polri saat ini sedang berupaya menyelamatkan sang pilot dari kelompok yang dipimpin oleh Egianus Kogoya tersebut. Namun, kelompok separatis tersebut hanya bersedia membebaskan Kapten Philips jika permintaannya dipenuhi, yaitu barter dengan senjata dan uang tebusan dari pemerintah. Namun, permintaan ini ditolak mentah-mentah oleh TNI-Polri.
Upaya dalam membebaskan Kapten Philips masih dalam tahap negosiasi, karena metode ini dikedepankan untuk mencegah terjadinya jatuhnya korban jiwa dari kedua belah pihak, termasuk dari masyarakat Papua itu sendiri. Namun, TNI-Polri sudah bersiap jika langkah-langkah negosiasi gagal. Kelompok OPM juga telah menyatakan kesiapannya untuk menghadapi TNI-Polri apabila permintaannya tidak digubris oleh pemerintah. Namun, penyanderaan Kapten Philips oleh OPM menunjukkan bahwa kelompok ini tidak memiliki strategi yang matang untuk meraih tujuannya dan cenderung bergerak secara sporadis.
Dukungan bagi gerakan OPM sebenarnya tidak hanya berasal dari berbagai pihak di internal masyarakat Papua, tetapi juga datang dari dunia internasional atas dasar perlindungan hak asasi manusia bagi masyarakat Papua. Namun, penyanderaan Kapten Philips oleh kelompok OPM ini justru berpotensi menjadi backfire bagi kelompok tersebut, karena berkembangnya kasus penyanderaan ini menjadi urusan diplomatik yang berpotensi menghasilkan preseden dan narasi yang buruk bagi OPM di mata negara pendukungnya.
Presiden Sementara Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (United Liberation Movement for West Papua/ULMWP), Benny Wenda, meminta agar Kapten Philip dibebaskan, karena menilai bahwa Selandia Baru bukanlah ancaman bagi Papua Barat. Namun, seruan ini tidak diindahkan oleh kelompok TPNPB-OPM, yang menyebut bahwa mereka tidak mengakui Benny Wenda sebagai bagian dari mereka. Ketidakpaduan gerakan separatis ini juga dapat diamati dari banyaknya faksi-faksi dari OPM, yang meskipun arah perjuangannya sama, akan tetapi berbeda dalam hal pendekatan yang dilakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H