Mohon tunggu...
Rayyan Yasser
Rayyan Yasser Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam UIN Bandung

Biasanya disini ditulis untaian kata-kata yang bersifat memotivasi, entah itu dari diri sendiri ataupun tokoh berpengaruh

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

PETA, Barisan Sukarela Pengawal Kemerdekaan Indonesia

28 Juni 2023   08:20 Diperbarui: 28 Juni 2023   08:34 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Front Pasifik merupakan salah satu medan tempur yang paling mematikan pada Perang Dunia II. Perang pada front ini sering disebut juga Perang Pasifik atau Perang Asia Timur Raya. Kekaisaran Jepang bertarung sendirian melawan blok Sekutu yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, Britania Raya, Belanda, hingga Tiongkok. Pada awalnya serangan-serangan Jepang terbilang sukses seperti keberhasilannya dalam menghancurkan pangkalan laut Amerika Serikat di Pearl Harbour tahun 1941. Namun, serangan balik dari pihak Sekutu membuat Jepang kewalahan terutama setelah hancurnya sebagian armada laut Jepang pada Pertempuran Midway pada tahun 1942.

Kekuatan militer Kekaisaran Jepang kian terdesak sehingga mereka membutuhkan tambahan personil untuk mempertahankan wilayah-wilayah kekuasaannya. Karena wilayah kekuasaan Jepang yang sangat luas, akhirnya militer Jepang merekrut orang-orang yang dijajahnya dipersenjatai menjadi sekelompok milisi, paramiliter maupun organisasi yang sangat militan. Mereka dibentuk dengan alasan harus membantu Jepang sebagai kawan se-Asia serta iming-iming akan diberikan kemerdekaan penuh apabila berperang melawan Sekutu. Selain itu, faktor  lainnya adalah karena kawan perang mereka sangat jauh di Eropa yakni Nazi Jerman dan Fasis Italia, sehingga tidak bisa memberikan bala bantuan secara intens kepada Jepang di front Asia Timur Raya.

Dari sekian organisasi maupun paramiliter yang dibentuk Jepang diseluruh wilayah jajahannya, termasuk di Indonesia. Berdiri juga satuan paramiliter yang bernama Pembela Tanah Air (PETA). PETA dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943 merupakan cikal bakal berdirinya Tentara Nasional Indonesia. pembentukan PETA ini bermula pada saat Gatot Mangkupraja sebagai tokoh pergerakan bangsa menulis surat permohonan pada tanggal 7 September 1943 kepada Gunseikan (Kepala Pemerintahan Militer Jepang) yang isinya memohon agar pemerintah membentuk barisan sukarela untuk membela tanah air (Suryanegara, 1996).

Pembentukan barisan sukarela disetujui oleh Jepang berdasarkan Osamu Seirei Nomor 44 Tahun 1943 tentang Pembentukan Pasukan Sukarela untuk Membela Tanah Air. Maka pada tanggal 3 Oktober 1943 Panglima Tentara Ke-16 Jepang, Letnan Jendral Kumakichi Harada membentuk Giyugun (Pembela Tanah Air yang kemudian dikenal sebagai PETA (Pembela Tanah Air). Pelatihan militer pertama calon perwira PETA dimulai pada tanggal 15 November 1943 di Bogor. Pendidikan calon perwira ini berlangsung selama 2-4 bulan. Sejak saat itu, beberapa karesidenan yang ada di Jawa, Bali, dan Madura mulai menyusun Daidan-Daidan (Batalyon), hingga pada awal tahun 1945 tercatat ada sekitar 69 batalyon PETA yang dibentuk. Kurang lebih ada 1,603 perwira yang dihasilkan dari pendidikan dan pelatihan militer PETA dalam kurun waktu Oktober 1943-Agustus 1945.

Adapun sistem kepangkatan dalam tentara PETA adalah sebagai berikut.

  • Daidancho (Komandan Batalyon), merupakan kepangkatan yang berasal dari kalangan tokoh-tokoh masyarakat atau bisa juga berasal dari orang-orang terkemuka pribumi.
  • Chudancho (Komandan Kompi), merupakan kepangkatan yang berasal dari kalangan pribumi yang sudah bekerja, namun kedudukannya di tempat kerjanya belum mencapai pangkat, seperti guru, atau juru tulis.
  • Shodancho (Komandan Peleton), merupakan kepangkatan yang berasal dari kalangan pelajar pribumi.
  • Bundancho (Komandan Regu), berasal dari kalangan pemuda pribumi lulusan SD

Dalam sejarahnya, PETA beberapa kali melakukan pemberontakan terhadap Jepang karena tindakan tentara Jepang yang melanggar hak-hak asasi rakyat Indonesia. PETA juga tetap Jepang sebagai penjajah yang hanya memanfaatkan tenaga rakyat Indonesia untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya. Pemberontakan terbesar yang mengakibatkan bentrok senjata terjadi di Blitar pada Tanggal 14 Februari 1945 yang dipimpin oleh Supriyadi, disusul pemberontakan di daerah-daerah seperti pemberontakan di Cilacap pada bulan Juni 1945 dan Cimahi kira-kira sebulan sebelum Proklamasi Kemerdekaan. Puncak bentrok terjadi di Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945 yang berhasil dibebaskan dari kekuasaan Jepang oleh kompi PETA setempat, sehingga bendera Jepang dapat diturunkan dan Sang Merah Putih dikibarkan (Bahsan, 1955).

Pada peristiwa Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 berlokasi di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta Pusat, satu kompi PETA dipimpin oleh Chudancho Latief Hendraningrat bertindak sebagai pasukan pengawal untuk menghadapi segala kemungkinan dari tentara Jepang. Sesudah Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, tentara PETA mengibarkan Bendera Pusaka Merah Putih, sehingga proklamasi terlaksana dengan aman. Dengan demikian, Tentara PETA sebagai sayap militer dari pergerakan kebangsaan, telah menyelesaikan amanat merintis dan mengawal Proklamasi Kemerdekaan. Dua hari setelah proklamasi kemerdekaan yaitu tanggal 19 Agustus 1945 tentara PETA dibubarkan oleh Jepang (Bahsan, 1955).

Bersama dengan KNIL, PETA merupakan cikal-bakal berdirinya Tentara Nasional Indonesia. karena, meskipun dibubarkan oleh pemerintah Jepang, para perwira dan tentara telah memulai evolusi pada tubuh militer Indonesia dimulai dari pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR), Tentara Keselamatan Rakyat (TKR), Tentara Republik Indonesia (TRI), hingga akhirnya menjadi Tentara  Nasional Indonesia (TNI). Banyak eks-perwira dan tentara PETA yang melanjutkan pembelaan terhadap tanah air dengan memasuki dinas militer nasional Indonesia.

Beberapa tokoh militer Indonesia yang merupakan eks-perwira PETA diantaranya adalah sebagai berikut :

  • Jenderal Besar TNI Soedirman (Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia)
  • Jenderal Besar TNI Soeharto (Mantan Presiden RI ke-2)
  • Soepriyadi (Mantan Menteri Keamanan Rakyat Indonesia ke-1)
  • Jenderal TNI (Anumerta) Ahmad Yani (Mantan Menteri/Panglima Angkatan Darat)
  • Mayor Jenderal TNI Basuki Rahmat (Mantan Menteri Dalam Negeri Indonesia ke-16)
  • Letnan Jenderal TNI Sarwo Edhie Wibowo (Mantan Komandan Komando Pasukan Khusus)
  • Jenderal TNI Umar Wirahadikusumah (Mantan Wakil Presiden RI ke-4)
  • Jenderal TNI Soemitro Sastrodiharjo (Mantan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban)
  • Brigadir Jenderal TNI Latief Hendradingrat (Mantan Komandan Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Darat
  • Letnan Jenderal TNI Kemal Idris (Mantan Panglima Komando Wilayah Pertahanan).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun