Mohon tunggu...
Ray Patrick S.
Ray Patrick S. Mohon Tunggu... Freelancer - Undergraduate Student

Writer

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengamati Bahaya Yang Mengintai Ekonomi RI Usai Trump Resmi Dilantik

21 Januari 2025   08:40 Diperbarui: 21 Januari 2025   08:40 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Pengamat meminta pemerintah untuk terus mewaspadai ancaman kebanjiran barang China usai dilantiknya Trump. Foto:Taslim Septia

Donald Trump resmi sah kembali menjadi presiden Amerika Serikat (AS) usai dilantik kemarin pada Senin (20/1) siang waktu setempat. Dirinya pulang ke gedung putih, rumah lamanya saat ia menjabat sebagai presiden ke-45 pada 2017-2021. Wajah lama negeri Paman Sam ini punya kebijakan ekonomi yang sempat berimbas ke banyak negara di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.

Ekonom Core Indonesia, yaitu Yusuf Rendy Manilet masih mengingat bagaimana sederet implikasi kebijakan 'America First' pada masa kepemimpinan Trump periode pertama. Dirinya menegaskan proteksionisme ekonomi AS dibawah kendalinya berdampak signifikan bagi Indonesia. Nasib tanah air kita kali ini ia yakini tak akan berbeda jauh dengan periode pertama pemerintahan Trump. Kebijakan ketat Trump yang ia perkirakan dapat merugikan ekspor Indonesia ke negeri Paman Sam, terutama melalui pengenaan tarif yang relatif tinggi dan hambatan perdagangan lainnya untuk sejumlah produk, seperti tekstil, alas kaki, dan produk pertanian.

Sebagai bentuk tindakan antisipasi jika seandainya yang diperkirakan memang benar terjadi, ada tiga siasat yang bisa digunakan Indonesia untuk menghadapi permainan yang dibuat oleh Trump. Dirinya meminta pemerintah Indonesia dan pelaku usaha harus segera mengambil langkah yang cermat dan strategis. Pertama, opsi yang bisa dipilih adalah memperkuat daya saing usaha industri dalam negeri. cara ini bisa ditempuh dengan meningkatkan efisiensi produksi dan nilai tambah suatu produk. Kedua, dirinya mengatakan Indonesia terpaksa harus memperluas pasar ekspor demi mengurangi ketergantungan pada AS. Presiden Prabowo Subianto dan jajarannya harus bisa memanfaatkan kerja sama ekonomi regional, seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dan mempererat hubungan bilateral dengan negara-negara non tradisional.

Ketiga, dirinya juga melanjutkan bahwa kita perlu memanfaatkan momentum relokasi industri dengan memperbaiki iklim investasi, infrastruktur, dan kemudahan berbisnis di Indonesia. Relokasi industri menjadi keniscayaan di tengah potensi panasnya perang dagang Amerika Serikat dan China. Indonesia selaku alternatif basis produksi bisa mengambil peluang relokasi industri ke tanah air, sehingga menarik investasi asing yang akan naik dan lapangan kerja baru dapat muncul.

Lantas,Apakah RI sudah siap perang tarif dengan AS?

dalam konteks ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, yakni Airlangga Hartarto mengatakan bahwa pemerintah masih mengambil langkah tunggu dan terus mengamati bagaimana gerak-gerik Donald Trump. Dirinya menekankan pihaknya akan terus memonitor bagaimana kebijakan pada periode kedua. Kendati demikian, Airlangga menegaskan pemerintah tetap menjaga faktor yang fundamental dalam rangka penguatan nilai rupiah. Upaya ini ditempuh seraya memantau bagaimana kebijakan ekonomi AS yang akan dikendalikan oleh Trump.

Di kesempatan yang sama, Yusuf menilai perlu adanya pendekatan yang multi-dimensi untuk meredam dampak negatif kebijakan proteksionis yang diterapkan oleh AS. Pemerintah harus aktif mengupayakan diplomasi ekonomi. Negosiasi bilateral dengan AS mesti ditempuh agar Indonesia bisa mempertahankan akses pasar dan preferensi perdagangan yang sudah ada sebelumnya. Langkah tersebut bisa disinergikan dengan penguatan industri subtitusi impor di dalam negeri. Hal ini ditempuh untuk mengurangi ketergantungan pada produk-produk AS, terutama di sektor-sektor yang bersifat strategis.

Sementara itu, Direktur Next Policy, yakni Yusuf Wibisono menyinggung bagaimana Trump mengobarkan perang dagang dengan China pada periode pertama kepemimpinannya. Apa yang dilakukan oleh Trump sejak 2018 itu ditempuh demi membenahi defisit neraca perdagangan sekaligus melindungi pasar domestik AS. Ia menegaskan kepemimpinan Presiden Trump cenderung menghasilkan kebijakan yang berorientasi pada kepentingan domestik AS. Pada akhirnya, pendekatan ditempuh melalui negosiasi bilateral yang tegas. Sang ekonom juga menyoroti bagaimana kebijakan fiskal Trump terkesan ekspansif. Kombinasi pemotongan pajak dan belanja infrastruktur yang masif membuat kebijakan fiskal AS berbuah defisit anggaran dan bengkaknya utang pemerintah.

Akibatnya, arus modal dari emerging markets akan kembali ke AS. Nilai Dolar kian menguat, dan menciptakan tekanan pada mata uang dan pengetatan likuiditas pasar modal di seluruh penjuru dunia. Dirinya menawarkan tiga langkah yang bisa diambil oleh pemerintah. Pertama, memitigasi pelemahan nilai rupiah dan potensi tekanan pada kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Nilai tukar rupiah jelas terpengaruh imbas tindakan Trump. Ekspetasi inflasi AS yang lebih tinggi akan diikuti lonjakan tingkat bunga The Fed. Oleh karena itu, pemerintahan Prabowo mestinya bersiap untuk melaksanakan upaya pertama dan kedua, yakni memitigasi defisit dan utang pemerintah. Pelemahan rupiah rentan meningkatkan defisit anggaran. Dirinya berpandangan bahwa arus keluar modal akibat suku bunga tinggi The Fed dan yield tinggi obligasi pemerintah AS akan menekan pasar. Negara pada akhirnya akan menaikkan imbal hasil surat utang pemerintah.

Sebenarnya, ada dua kombinasi yang membuat sinar Indonesia kian meredup di tengah panasnya rival perang dagang itu. Pertama, perseteruan ini membuat banyak perusahaan multinasional yang berlokasi di China mencari alternatif rantai produksi yang lebih aman. Asia Tenggara menjadi salah satu opsi, tapi bukan ke Indonesia, melainkan Vietnam, Thailand, atau Malaysia. Kedua, perang dagang memaksa Negeri Tirai Bambu mengalihkan tujuan ekspornya dari pasar tradisional AS ke negara-negara yang lain, termasuk Indonesia. Imbasnya, impor Indonesia dari China akan melonjak pesat seiring berjalannya waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun