[caption id="attachment_129794" align="alignleft" width="300" caption="Ranu Lemongan (Laskar Hijau)"][/caption]
Hobi baru saya adalah lari, tapi saya tidak ingin hanya sekedar berlari.
Bulan Juni yang lalu, saya mendapat kesempatan melancong ke Ponorogo, Jawa Timur. Bicara tentang Jawa Timur, tentu saja saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan lain untuk memperpanjang langkah perjalanan ke arah timur, Klakah.
Klakah menjadi sebuah daya tarik tersendiri karena panorama alamnya yang memukau, sekaligus ironi yang menyertainya. Terletak di Kabupaten Lumajang, Klakah berada di ketinggian 300 mdpl, membuat daerah ini beriklim sejuk bagi ukuran saya yang terbiasa terbakar panas kota Jakarta.
Di sana ada beberapa danau vulkanik, atau rakyat setempat menyebutnya sebagai ranu. Salah satunya adalah Ranu Lemongan. Ranu yang diliputi keheningan ini menyimpan ironinya sendiri.
Menurut Mbah Citro, juru kunci Gunung Lemongan, sejak tahun 2000 air yang mendiami ranu ini semakin berkurang debit airnya. Apa sebab? Tidak lain karena kondisi Gunung Lemongan, beberapa kilometer jauhnya, sedang krisis akibat penggundulan hutan.
Daerah resapan air menjadi hilang, begitu pula dengan tempat penampungannya, ranu-ranu yang berada di sekitar gunung menjadi surut menopang kebutuhan rakyat sekitar akan air. Keadaan ini tentu saja mempengaruhi denyut kehidupan rakyat yang menggantungkan diri pada alam.
Beruntung manusia mempunyai hati dan pikiran untuk beradaptasi dengan alamnya. Inisiatif pun kemudian muncul di tahun 2005. Dengan bergotong-royong, rakyat Klakah mulai melakukan konservasi dengan penanaman pohon. Lokasi yang bermula dari sekitar ranu, kemudian berpindah ke Gunung Lemongan.
Lambat laun, upaya pelestarian alam ini semakin teguh dengan lahirnya organisasi Laskar Hijau pada tahun 2008. Lembaga swadaya yang dimotori oleh A'ak Abdullah Al-Kudus ini, mengumpulkan bibit pohon dari dalam tong sampah. Dari situ mereka dapatkan biji-biji berbagai macam jenis buah untuk disiapkan menjadi bibit pohon. Para siswa Sekolah Dasar di Probolinggo dan Lumajang turut andil dalam aksi konservasi ini.
[caption id="attachment_129795" align="alignleft" width="300" caption="Bibit Pohon yang siap ditanam"][/caption]
Lari dan Konservasi Gunung Lemongan
Kembali ke cerita saya soal lari, kesempatan kali ketiga saya ke Klakah memecah kebuntuan otak saya akan ide lari gunung ke Gunung Lemongan. Ide gila ini saya dapatkan dari Aki Niaki, penggila lari gunung dari bumi parahyangan yang bermarkas di komunitas lari Indo Runners. Entah kebetulan atau tidak, di bulan yang sama ada beberapa pelari ekstrim dari mancanegara akan melawat Gunung Lemongan sebagai salah satu gunung yang akan mereka jajaki.
Berselang empat hari setelah para pelari ekstrim mencicipi lintasan lari di Gunung Lemongan, giliran saya mencobanya bersama Surya dari Laskar Hijau. Di awalnya, rute dapat dilalui dengan berlari. Namun itu tidak berlangsung lama karena tanjakan terjal segera menghadang dan memaksa kaki ini untuk berjalan. Itu terus berlangsung sekitar dua jam hingga sampai pada puncaknya.
Pemandangan di atas puncak sangat menghanyutkan dengan tampaknya Gunung Semeru di kejauhan dan buaian hembusan angin bercampur kabut yang mengajak kita untuk berlama-lama di puncak. Saat perjalanan turun kembali, saya menemui tanaman khas Gunung Lemongan, kantung semar yang berwarna hijau. Pohon besar, hingga ilalang setinggi orang dewasa disertai pasir dan batuan lepas gunung vulkanik turut menemani sepanjang perjalanan menuruni gunung.
Sepulang dari Klakah, saya lalu mengajak A'ak untuk membuat acara lari gunung sambil menanam pohon. Hal ini terinspirasi dari penanaman pohon oleh Dachhiri Dawa Sherpa, pelari ekstrim dunia saat berlari di Gunung Lemongan tempo hari. Dan tentu saja ide konservasi datang dari kawan-kawan Laskar Hijau yang telah merawat alam selama beberapa tahun belakangan ini.
Setelah bertukar pikiran sana-sini, akhirnya ketetapan pun diputuskan: “Lemongan Conservation Run,” 13 November 2011, swadaya, menanam pohon dan menggalang dana untuk konservasi Gunung Lemongan. Sebuah blog pun diterbitkan di dunia maya: http://lemonganconservationrun.blogspot.com
Bulan November dipilih karena diperkirakan akan turun hujan, walau dua tahun belakangan ini hujan belum juga menurunkan butir-butir airnya ke bumi. Katanya karena global warming, pemanasan iklim, tapi menurut saya tidak. Iklim yang sulit diterka membawa pesan kepada rakyat bumi untuk bersahabat dengan alam, bukan dengan mengkambinghitamkan alam saat datangnya bencana.
Kini saatnya kita melakukan konservasi dengan berlari, berjalan kaki, bersepeda, dengan cara apapun agar bumi ini lestari!
Salam lari dan konservasi :)
Ray Mundo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H