Mohon tunggu...
Raymon Subroto
Raymon Subroto Mohon Tunggu... -

Kritis itu normal

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mencermati Kenaikan Fantastis PDIP di Dalam dan Luar Negeri

14 April 2014   04:47 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:42 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

a. Pedahuluan

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), partai nasional yang mengaku mengusung ideologi Pancasila ini, adalah pemenang Pemilu 1999 dengan perolehan suara 33.74%. Sayang perjuangan partai ini untuk menjadikan Megawati sebagai Presiden kandas. Ia hanya menjadi wakilnya Alm. Gus Dur yang diusung Poros Tengah yang dimotori oleh Amien Rais.

Antara Juli 2001 sampai Oktober 2004, Megawati akhirnya menjadi Presiden menggantikan Alm. Gus Dur. Didalam masa kepemimpinannya Megawati menjual murah aset negara ke pihak asing, kapal tanker Indonesia juga dijual ke asing lalu Pertamina diharuskan menyewanya,dan satelit negara dijualnya ke Singapura dengan harga murah. Tidak hanya itu gas Tangguh pun dijualnya dengan harga sangat murah: hanya US$3 per-MMBTU, ke China. Pertanyaannya betulkah PDIP memang,dan layak menggunakan klaim sebagai, partai nasional dan memperjuangkan ideologi Pancasila??? Ideologi bangsa yang kelahirannya diinisiasi dan dibidani oleh Soekarno, ayahnya Megawati. Hmmm.... :(

Akibatnya, partainya Jokowi ini dalam Pemilu 2004 dan 2009 memang pantas menerima takdir yang menyakitkan dengan perolehan suara jauh lebih rendah dari tahun 1999, yaitu 18% dan 14%. Dan, terdampar di Parlemen sebagai oposisi. Namun demikian SBY cukup berbaik hati mengupayakan Taufik Kiemas menjadi Ketua MPR RI. Konyolnya, meskipun menjadi oposisi, partai ini melalui kader-kader nya di parlemen selama 2004 - 2014 berhasil menggerogoti uang rakyat dan tampil sebagai juara korupsi, dan merusak citra parlemen kita. Demikian kata Andi Arief, salah staf khusus Presiden SBY.

Kini kita dikejutkan oleh berita berbagai media cetak dan elektronik yang diperkuat oleh quick count berbagai lembaga survei ttg kenaikan signifikan PDIP dimana-mana. Dari rata-rata angka quick count yang dirilis lembaga-lembaga survei dan media, seperti LSI, Cyrus, Kompas, MetroTV, dan RCTI, partai ini menuai kenaikan yang cukup lumayan, yaitu sebesar 19,10%. Partai dengan kenaikan yang cukup fantastis  adalah Gerindra dan PKB, Sementara yang lain, seperti Golkar, stagnan atau bahkan turun, seperti Demokrat dan PKS.

Benarkah kenaikan PDIP tersebut memang atas kerja keras kader-kader nya dan pencitraan terhadap Jokowi??? Atau, ada faktor lain???

b. Efek Jokowi..?

Sejak kemenangan Jokowi-Ahok di Pilkada DKI Jakarta tahun 2012 dan semakin moncernya popularitas Jokowi dari waktu ke waktu, PDIP dengan percaya diri yang besar menargetkan peroleh suara 27% dan memenangi Pileg 2014. Ujug-ujug ditengah-tengah masa kampanye, Megawati Soekarnoputri mengumumkan telah resmi memberi mandat Jokowi sbg Capres 2014 dari PDIP. Upaya ini, entah serius dan resmi atau tidak, diharapkan mampu mengatrol capaian suara PDIP dalam Pileg 2014 dan menaikan elektabilitas Jokowi. Namun 1000% sayang, capaian PDIP hanya berujung pada angka 19-an % saja. Efek Jokowi hanya menambah sekitar hanya 5% pada elektabilitas PDIP. Kalah oleh efek Prabowo yang mampu mengatrol peroleh suara Gerindra lebih dari 7% dibandingkan peroleh Pileg tahun 2009. H. Rhoma Irama mampu menaikan tingkat peroleh PKB setara dengan PDIP, tanpa harus capek-capek blusukan dan pencitraan media yang massive, cukup dengan nyanyi dangdutan di panggung.

Apa yang terjadi?

Pencalonan Jokowi sebagai capres ditengarai melukai loyalis Megawati, sebagai putri ideologis Soekarno, di internal PDIP sehingga mereka tidak kompak dan serius memenangkan PDIP. Apalagi ketika menyampaikan pencapresan Jokowi, Megawati bicara hanya duduk dan tidak dibuat deklarasi besar-besar seperti kampanye parpol-parpol yang menggunakan Gelora Bung Karno. Lingkaran dalam PDIP pun melihat Jokowi sebagai orang luar dan penyusup. Iklan PDIP pun menampilkan sosok Puan dan bukan Jokowi. Kita tak pernah sekalipun Jokowi terdengar menyampaikan visi dan misi serta program nya sebagai capres.

PDIP terlalu terlena dengan citra bagus Jokowi dan merasa cukup menggotong Jokowi ke seantero negeri. Padahal sudah terbukti, di berbagai arena kampanye pilkada, figur Jokowi tidak menjamin kemenangan calon PDIP. PDIP dan Jokowi pun terkesan lebih jual mahal dibandingkan dengan Prabowo yang dikesankan terdzalimi atas pengkhianatan Megawati atas kepekatan Batu Tulis.

Jokowi pun di Jakarta di nilai telah ingkar janji yang kerap menyatakan akan memimpin Jakarta sebagai Gubernur sampai tahun 2017 dan tidak pernah terpikir menjadi capres. Lihat: http://megapolitan.kompas.com/read/2014/03/07/0635111/Beredar.Video.Janji.Jokowi.Pimpin.Jakarta.Lima.Tahun

http://www.youtube.com/watch?v=TesOrNwZXno

Ditambah lagi prestasi dia, selain hanya blusukan kesana-kemari, tidak ada yang signifikan. Warga Jakarta kini semakin banyak yang kecewa dan kerap berdemo menagih janji kampanye Jokowi. Kasus korupsi Bus Transjakarta kabarnya bakal menyeret dia. Belum lagi sebagian kelompok Islam, bahkan MUI, mewanti-wanti agar ummat Islam jangan memilih caleg-caleg PDIP yang sudah jelas anggota syi'ah, ahmadiyah dan JIL. Beredar kabar, Jalaludin Rahmad, pentolan Syi'ah Indonesia yang dipastikan melenggang ke Senayan, akan dijadikan sebagai Menteri Agama, jika Jokowi jadi Presiden.

c. Fenomena kenaikan Suara PDIP

Bagaimana Kemenangan PDIP diberbagai tempat bisa terjadi...????

Yang jelas bukan karena kerja jujur kader-kader PDIP dalam 5 tahun ini, sebab mereka justeru menjadi juara korupsi di parlemen. Juga bukan karena efek Jokowi sehingga para pemilih berbondong-bondong sukarela mendatangi bilik suara untuk mencoblos PDIP. Justeru, berbagai kecurangan dilakukan untuk memastikan suara sebanyak-banyaknya diraih untuk menjadi pemenang pemilu Legislatif 2014 dan target 27 - 30 % tercapai.

Dari pantauan terhadap media, terungkap caleg PDIP, atau time suksesnya, di berbagai daerah pemilihan yang melakukan bagi-bagi uang. Seperti di Sumatera Utara, Lampung, Batam, dll. Lihat:

http://video.sindonews.com/view/9561/bagikan-uang-tim-sukses-caleg-pdip-ditangkap

http://lampost.co/berita/panwaslu-tanggamus-temukan-caleg-pdip-bagikan-uang

http://www.youtube.com/watch?v=8XXH4QjjmsE

http://wisbenbae.blogspot.com/2014/04/caleg-pdip-batam-bagi2-uang-politik-400.html

Jika kita 'google' di internet dengan frase "caleg+PDIP uang" atau "caleg+PDIP money" akan kita temukan banyak sekali link berita yang mengkonfirmasi hal tersebut. Bahkan, hal ini dikonfirmasi oleh sesama caleg PDIP sendiri. Lihat: http://regional.kompas.com/read/2014/04/12/1645194/.Money.Politics.Caleg.PDIP.Laporkan.Sesama.Caleg.PDIP.

Nggak cuma waktu kampanye, kecurangan juga dilakukan saat pemilihan dan perhitungan suara di TPS. Seorang Ketua KPPS di Tabanan, Bali dipecat karena kedapatan menyebar kartu caleg PDIP. Seorang caleg PDIP di Bogor, yang sebelumnya terlibat kasus bagi-bagi voucher kepada siswa sekolah, terlibat upaya pemindahan suara partai ke suara dirinya. Hal tersebut diketahui oleh saksi partai yang mendapatkan data perhitungan suara yang berbeda antara yang mereka miliki dengan yang ada di Panitia Pemungutan Suara. Modus penggelembungan suara dengan cara pura-pura salah menjumlahkan dilakukan atau mengubah angka puluhan dan ratusan pada form C1 di berbagai TPS. Hal tersebut jadi menambah perolehan suara secara fantastis.

d. Bagaimana di Luar Negeri ?

Di luar negeri pelaksanaan pemilu berbeda dengan di dalam negeri. Perlu dicatat pelaksanaan pemilu di luar negeri sangat rentan manipulasi dan kecurangan. Sebab, berbagai aturan dan perangkat pelaksana pemilu di luat negeri seringkali tidak lengkap dan panitia pemilihan luar negeri (PPLN) seringkali ditempati oleh orang baru, kecuali petugas KBRI, yang tidak paham dengan berbagai peraturan tentang pemilu dan potensi kecurangan dalam pemungutan dan perhitungan suara. Ditambah lagi data pemilih tetap (DPT) luar negeri tidak pernah akurat, baik nama, alamat, apalagi jumlah pemilihnya. Makanya, Mahkamah Konstitusi tidak mengabulkan adanya Daerah Pemilihan Luar Negeri yang berdiri sendiri.

Selain hadir di TPSLN, sistem pemungutan suara khusus untuk pemilih di luar negeri dilakukan pakai cara dikirim via pos dan dropbox. "Dropbox" adalah mekanisme penyediaan kotak di titik yang pemilihnya sulit mendatangi TPS LN, sedangkan pemungutan lewat pos dilakukan dengan dikirimkan surat suara ke alamat pemilih bersangkutan. Semua metode ini rentan manipulasi dan upaya penggelembungan oleh pihak-pihak tertentu.

Metode penggelembungan suara sebagaimana di dalam negeri juga rentan dilakukan oleh oknum KPPSLN dan PPLN, baik bekerjasama dengan pegawai KBRI atau KJRI. Apalagi kalau di tempat tersebut tidak ada panwaslu. Atau panwaslunya takut dan main aman. Pengerahan 'WNI' berwajah asing yang hadir ke TPS di berbagai negara terjadi secara masif. Mari terus awasi dan cermati gerak-gerik kader dan pendukung PDIP di berbagai negara.

Perhitungan suara di dalam negeri dan di luar negeri masih berlangsung. Bahkan, masih banyak tempat yang melkakukan pemungutan suara ulang. Mari kita pastikan demokrasi kita adalah demokrasi yang berkualitas dengan memantau, mengawasi dan melaporkan dugaan tidak kecurangan pemilu dimana pun. Semoga wakil-wakil rakyat dan pemimpin nasional yang dihasilkan adalah memang orang-orang yang berkualitas dan didukung secara riel oleh mayoritas rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun