Mohon tunggu...
suryariesto
suryariesto Mohon Tunggu... Nahkoda - i.e

Hal yang sederhana tidak perlu dijelaskan lebih lanjut

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Pemilu Indonesia yang Gak Ada Obatnya

3 April 2024   15:34 Diperbarui: 4 April 2024   08:54 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PERPUSNAS (PEMILU INDONESIA TAHUN 1955)

Pesta rakyat telah berakhir, momen krusial bagi bangsa di mana rakyat menentukan nasib bangsa dengan memilih pemimpin telah berlalu. Pada tanggal 20 Maret 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menetapkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029.Namun, di balik kegembiraan pesta demokrasi, hantu sengketa pemilu kembali muncul. Hingga 24 Maret 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima 11 permohonan sengketa hasil Pemilu 2024. Angka ini menunjukkan bahwa sengketa pemilu masih menjadi luka lama yang belum sembuh dalam demokrasi Indonesia. Sementara itu, perlu dicatat bahwa sidang MK masih berlangsung, dan putusan akhir dijadwalkan akan dibacakan pada tanggal 22 April 2024. 

PERPUSNAS (PEMILU INDONESIA TAHUN 1955)
PERPUSNAS (PEMILU INDONESIA TAHUN 1955)

Sepanjang sejarah, sengketa pemilu telah menjadi momok dan protes terhadap hasil pemilu bukan merupakan hal baru di Indonesia. Beberapa kasus sengketa pemilu yang pernah terjadi di Indonesia antara lain:

  1. Pemilu 1955:
    • Pada Pemilu 1955, terjadi sengketa antara Partai Masyumi dan Partai Nahdlatul Ulama (NU) dengan hasil pemungutan suara. Gugatan diajukan ke Mahkamah Agung dengan alasan ketidakpuasan terhadap hasil penghitungan suara yang dinilai tidak adil.
    • Mahkamah Agung memutuskan untuk menerima gugatan dari kedua partai tersebut. Putusan Mahkamah Agung mengakibatkan pembatalan hasil pemilihan di beberapa daerah yang kemudian menyebabkan perubahan signifikan dalam komposisi parlemen.
  2. Pemilu 1999:
    • Pada Pemilu 1999, terdapat sejumlah sengketa terkait hasil pemungutan suara di beberapa daerah. Beberapa partai politik, termasuk Golkar, PDIP, dan PPP, terlibat dalam sengketa ini dengan mengajukan gugatan ke MK.
    • MK kemudian memeriksa gugatan tersebut dan dalam beberapa kasus memutuskan untuk membatalkan hasil pemilihan di beberapa daerah, serta memberikan perintah untuk mengulang pemungutan suara.
  3. Pemilu 2014:
    • Pemilu 2014 mengalami berbagai sengketa terutama terkait dengan proses pemilihan umum di beberapa daerah. Beberapa hasil pemilihan dipertanyakan dan berujung pada perselisihan hukum yang diselesaikan oleh MK.
    • MK memutuskan beberapa perkara sengketa pemilu dan membatalkan hasil pemilihan di beberapa daerah berdasarkan bukti-bukti yang diajukan.
  4. Pemilu 2019:
    • Pada Pemilu 2019, sejumlah gugatan diajukan ke MK terkait hasil pemilu. Tim Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menjadi mengajukan gugatan atas dugaan pelanggaran dan kecurangan pemilihan.
    • MK memeriksa gugatan tersebut dan memutuskan untuk menolak gugatan tersebut setelah mempertimbangkan berbagai bukti dan argumen yang diajukan oleh kedua belah pihak. Joko Widodo-Ma'ruf Amin kemudian dilantik sebagai presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil resmi pemilihan yang telah dinyatakan oleh KPU.

Kasus-kasus seperti tersebut menjadi bukti nyata bahwa sengketa pemilu bukan isapan jempol. Kerusuhan dan ketegangan politik yang dipicu oleh sengketa pemilu menunjukkan bahwa sistem penyelesaian sengketa pemilu di Indonesia masih memiliki banyak kekurangan.

Di Mana Letak Kelemahannya?

Sistem penyelesaian sengketa pemilu di Indonesia saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. MK berwenang untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilu Presiden, Wakil Presiden, DPR, DPD, dan MPR.

KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU 
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU 

Namun, sistem ini tidak luput dari kritik. Ada beberapa kelemahan utama yang perlu dibenahi:

  • Independensi MK dipertanyakan. MK dibentuk oleh DPR dan Presiden, sehingga dikhawatirkan ada potensi intervensi politik dalam proses penyelesaian sengketa pemilu. Bayangkan, para hakim MK “ditunjuk” oleh pihak yang bersengketa.
  • Transparansi dan akuntabilitas proses penyelesaian sengketa masih kurang. Masyarakat tidak memiliki akses yang cukup terhadap informasi tentang proses persidangan di MK. Hal ini memunculkan kecurigaan dan spekulasi.
  • Putusan MK tidak selalu adil dan konsisten. Kasus-kasus kontroversial seperti sengketa pemilu 2019 menunjukkan bahwa MK tidak selalu adil dalam memutus sengketa pemilu. Hal ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap MK dan sistem demokrasi secara keseluruhan.

Solusinya?

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO 
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun