Mohon tunggu...
Raymond Pardomuan
Raymond Pardomuan Mohon Tunggu... -

Assalamualaikum Wr Wb Nama saya Raymond Pardomuan, kini saya berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok (Angkatan 2008). Saat ini kesibukan saya adalah Kuliah, Organisasi , dan lain - lain yang saya anggap bermanfaat dan berguna untuk kedepannya bagi diri saya dan orang - orang di sekitar saya. Saya memiliki hobi membaca , bermain komputer, berdiskusi dan mendengarkan musik. Bidang Kepeminatan saya adalah Hukum Bisnis (Business Law), Ilmu Ekonomi (Economics), Ilmu Politik (Political Science), Komputer (Computer) dan Pengembangan Diri ( Self Development), Nice to know you !!! , Waslm

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Ketika" Hukum Sulit Ditegakkan

14 November 2009   05:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:20 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah moral, masalah akhlak biar kami cari sendiri, urus saja moralmu, urus saja akhlakmu, peraturan yang sehat yang kami mau, tegakkan hukum setegak – tegaknya, adil dan tegas tak pandang bulu” (Kutipan lirik lagu “Manusia Setengah Dewa”, Iwan Fals)

Teringat kutipan lirik lagu diatas maka terpintas akan suatau hal mengenai hingar bingar kasus yang kini hangat diperbincangkan khalayak yaitu perseteruaan antara KPK vs POLRI & Kejaksaan (Cicak vs Buaya). Bahkan, persoalan yang menyangkut ketiga “punggawa” penegak hukum tersebut sudah menjadi “konsumsi” publik bak sebuah infotainment yang mempublikasikan berita selebriti yang sedang “in” di masyarakat. Saling klaim dan adu argumentasi pun tak dapat dihindari pada kasus yang “mencabik – cabik” supremasi hukum di tanah ibu pertiwi ini,.Hal ini pun memunculkan pertanyaan di benak masyarakat luas, yaitu entah sampai kapan masalah ini akan menemukan “benang merah” yang sebenarnya terjadi?

Negeri ini pun dihadapakan pada situasi yang pelik dimana persoalan tersebut menyeret pada lunturnya kepercayaan publik terhadap kinerja lembaga hukum mengenai aspek pemberdayaan penegakan hukum (Empowering Law Enforcement), khususnya mempertanyakan keseriusan dalam memberantas kasus korupsi. Kronologis yang dimulai dari masalah skandal Bank Century, kasus PT Masaro Radiokom (Anggoro Widjojo), kriminalisasi KPK (kasus penahanan Bibit S. Rianto – Candra M. Hamzah ), terungkapnya rekaman manuver “liar” Anggodo Widjojo di Gedung Mahkamah Konstitusi yang menyeret pejabat teras POLRI, hingga terbongkarnya konspirasi kasus Antasari Azhar menjadi serangkaian dari potret buram “wajah” penegakan hukum di negeri zamrud khatulistiwa ini. Ironis memang melihat hal tersebut terjadi dengan terkuaknya keterlibatan elite penegak hukum yang secara beringas “mencekik” kredibilitas hukum di Indonesia.

Perseturuan KPK vs POLRI dan Kejaksaan yang kini memasuki tahapan urgensi mengenai arti dan peranan penegakan hukum yang hakiki. Tanpa meletakan pondasi hukum yang kuat dan mumpuni maka sulit untuk kita melihat esensi dari nuansa Negara hukum/rechtstaat yang ada di negeri ini. Bahkan, manifestasi “kedigdayaan” hukum dalam memberikan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan bagi kehidupan sosial pun tercoreng. Hal tersebut terbukti dengan terungkapnya tabir – tabir kasus yang terjadi dan menyeret para pejabat negara yang notabene di bidang hukum, contohnya seperti pada proses uji materi di Mahkamah Konstitusi, dimana diperdengarkan rekaman pembicaraan Anggodo Widjojo dengan pejabat Kepolisian dalam proses penanganan perkara kakaknya Anggoro Widjojo semakin memperjelas adanya konfirmasi mengenai isu adanya mafia peradilan yang selama ini berhembus di masyarakat luas. Lebih dari itu, tak segan – segan lagi seorang Anggodo dengan berani melakukan sepak terjangnya secara “akrobatik” dan konspiratif untuk “meruntuhkan” bangunan hukum yang ada sehingga menjadikan dua lembaga penegak hukum, yaitu kepolisian dan kejaksaan sampai tak berkutik, sampai Pakar Komunikasi Politik UI, Effendi Ghazali Ph.D menyebutnya sebagai “Super Anggodo”. Sulit dipungkiri rentetan kasus yang terjadi diatas menjadi manifestasi betapa lemahnya sikap dan mental penegak hukum dalam mengupayakan proses penegakan hukum untuk dapat “berkibar” di tanah ibu pertiwi.

Akumulasi permasalahan tersebut pun lambat laun akan berpotensi menjadi ekses buruk pada cita – cita dan upaya pemberantasan korupsi yang menjadi agenda utama penegakan hukum di negeri ini. Dimana hal tersebut sangat memerlukan kesungguhan, professionalisme, integritas, dan mental yang tak tergoyahkan dari semua elemen aparat hukum yang berwenang. Prof. Dr. Burhanuddin Lopa pernah mengatakan bahwa “untuk menyelesaikan suatu perkara yang memenuhi rasa keadilan tentulah setiap unit yang turut serta dalam penyelesaian perkara itu berada pada kondisi yang diharapkan untuk berbuat jujur”.

Oleh Raymond Pardomuan

Mahasiswa Fakultas Hukum

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun