Mohon tunggu...
Raymond Liauw
Raymond Liauw Mohon Tunggu... -

Anak rantau

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jeritan Malam Desa Mawar

12 Desember 2014   15:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:28 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Hanya 15 menit kemudian Kardi kembali ke kemah.

Beruntung sekali kita, hanya beberapa puluh meter dari sini ada perkampungan penduduk. Ayo bawa Ferdi ke sana, kemahnya ini biar saja besok pagi kita bereskan” ajak Kardi.


Mereka pun berangkat menuju perkampungan kecil di tengah hutan.

Tepat di samping mereka berdiri terdapat sebuah batu pembatas desa tertulis “Desa Mawar – Gunung Kidul” dan dari situ mereka dapat melihat ada beberapa orang dewasa sedang ngobrol dan menggendong bayi di depan dusun, juga anak anak sedang bermain di halaman.


Assalamualaikum.......mohon maaf, pak, kami sedang berkemah tapi teman kami ini tiba tiba demam. Apakah bapak berkenan mengizinkan kami untuk bermalam di sini ?” tanya Kardi kepada salah satu bapak bercelana dan berbaju hitam.


Dari jumlah rumah pondok kayu yang ada di lokasi tersebut, dapat diperkirakan jumlah warga desa itu tidak lebih dari 20 orang.

Beberapa warga desa menghampiri dan memperhatikan ketiga tamu asing ini, begitupun anak anak yang langsung berhenti bermain kemudian menghampiri mereka bertiga. Terlihat jelas dari tatapan mata curiga warga desa tersebut dan kemudian saling memandang tanpa memberikan jawaban kepada Kardi.


Sekali lagi Kardi bertanya “Apakah kami bisa bermalam di sini untuk semalam, Pak ?”, namun lagi lagi mereka tidak memberikan jawaban, hanya tatapan aneh kepada ketiga anak muda asing ini.


Kar, sebaiknya kita balik ke tenda saja. Sepertinya mereka keberatan dan aku merasa ada yang aneh di sini” bisik Mulya kepada Kardi.


Belum lagi mereka beranjak pergi, “mari mari silahkan bermalam di sini, nak, kasihan temanmu itu lagipula malam ini seperti mau hujan” seorang nenek berkebaya rapih menyambut mereka dengan senyum ramahnya. Warga desa memanggilnya sebagai Nenek Ijah atau nek Ijah.


Ketiga sahabat ini memasuki gubuk si nenek yang terbuat dari kayu. Di dalam gubuk itu terdapat satu kamar tidur dengan ranjang kecil dan ruangan tamu yang menjadi satu dengan ruang makan juga dapur. Di sudut ruang tamu terdapat sebuah dipan bambu yang sebelahnya juga ada tumpukan kayu bakar untuk memasak dan menghangatkan badan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun