Pemanfaatan intensitas cahaya sebagai alat pengendali hama serangga dalam pertanian menjadi sorotan utama tulisan ini. Cahaya mempengaruhi perilaku serangga dan bisa digunakan untuk menangkap serta mengendalikan hama tersebut. Selain membantu mengendalikan populasi hama secara ramah lingkungan, serangga yang tertangkap juga bisa menjadi sumber pakan ternak yang berkualitas. Penggunaan cahaya dalam piranti pengendali ini perlu dirancang secara efektif dan efisien agar bisa digunakan secara praktis di lahan pertanian dengan memperhatikan durasi penggunaan dan sumber listrik yang dibutuhkan.
Serangga dan Reaksinya Terhadap CahayaÂ
Serangga merupakan kelompok makhluk hidup terbanyak di dunia, menyumbang sekitar 2/3 dari spesies hewan yang teridentifikasi. Jumlah spesies serangga yang telah teridentifikasi lebih dari setengah dari total spesies makhluk hidup yang tercatat. Mereka dianggap sebagai kelompok hama utama, sebagian karena adaptasi tinggi terhadap lingkungan, beragamnya jenis makanan, reproduksi yang cepat, serta kemampuan untuk menjadi resisten terhadap insektisida.
Serangga, karena adaptasinya yang tinggi, sangat terpengaruh oleh kondisi fisik lingkungan seperti suhu, kelembaban, suara, dan cahaya. Oleh karena itu, kontrol terhadap serangga hama bisa dilakukan secara fisik dengan mengatur faktor-faktor lingkungan ini.
Kelembaban (RH) berpengaruh pada penguapan cairan tubuh serangga serta preferensi tempat tinggal, dengan rentang kelembaban optimum antara 73-100%. Sementara itu, cahaya memengaruhi aktivitas serangga (diurnal, nokturnal, krepuskular) dan perilaku seperti tertarik atau menghindar dari cahaya.
Serangga memiliki beragam adaptasi terhadap faktor fisik. Sebagian serangga, seperti yang fototropik positif, tertarik pada cahaya. Intensitas cahaya yang dipancarkan memengaruhi perilaku serangga, dan tingkat intensitas ini berkaitan erat dengan kebutuhan energi listrik yang digunakan. Rancangan catu daya listrik akan berdampak pada efisiensi energi.
Jenis-jenis serangga yang peka terhadap intensitas cahaya memberikan indikasi bahwa cahaya bisa digunakan sebagai metode pengendalian hama. Serangga yang tertangkap juga bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang berkualitas.
Serangga memiliki ketertarikan pada cahaya, yang telah lama dimanfaatkan secara tradisional. Contohnya, menggunakan lampu petromak untuk menangkap laron, warna kuning untuk menarik lalat buah, warna mencolok untuk menangkap lalat, dan cahaya ultraviolet untuk menangkap nyamuk. Beberapa aplikasi terbatas juga telah diterapkan di Malaysia dalam bidang pertanian.
Mengukur Intensitas CahayaÂ
Flow cytometer adalah alat yang digunakan untuk mengamati energi cahaya dengan mengukur besaran dan distribusi partikel dalam suatu sampel. Alat ini pada dasarnya adalah mikroskop yang dilengkapi dengan komponen-komponen seperti:
1. Sumber cahaya dan komponen pemfokus cahaya.
2. Fluidics, yang mengarahkan sel-sel melalui cahaya.
3. Detektor elektronika, untuk mendeteksi cahaya dan mengonversinya ke sinyal digital.
4. Komputer untuk menyimpan sinyal yang akan dianalisis.
Sumber Cahaya
Sumber cahaya pada flow cytometer adalah laser. Penggunaan laser disebabkan kemampuannya menghasilkan berkas cahaya berbentuk elliptis yang sesuai dengan komponen fluidics. Laser ini menghasilkan cahaya yang koheren dan sangat paralel, memungkinkan pengukuran berdasarkan gangguan berkas seperti forward scatter dan side scatter. Namun, laser memiliki batasan terkait panjang gelombang yang dapat menimbulkan eksitasi. Sebagian besar flow cytometer mengikuti standar laser argon dengan panjang gelombang 488 nm, meskipun laser lain juga dapat digunakan untuk panjang gelombang eksitasi yang berbeda.
Cahaya terdiri dari partikel yang disebut foton namun memiliki sifat gelombang. Panjang gelombang cahaya berbanding lurus dengan energinya; semakin panjang gelombang, semakin rendah energinya.
FluidicsÂ
Fluidics merupakan komponen paling sensitif pada setiap flow cytometer. Kesalahan di sini bisa berakibat fatal dan mempengaruhi hasil akhir. Beberapa masalah yang sering muncul meliputi:
a. Clogs (sumbatan pada aliran larutan yang sangat kecil).
b. Gelembung udara (mengganggu aliran dan diinterpretasikan sebagai sel).
c. Kebocoran (tekanan rendah dalam sistem yang mengganggu aliran seluler dan hasil akhir).
d. Kesalahan umum yang mempengaruhi fluidics secara signifikan:
1) Clumps of cells  dapat menghalangi mesin dan menjadi masalah utama yang membingungkan. Ini dapat diatasi dengan memfilter populasi sel sebelumnya dengan filter tidak lebih besar dari 50 um.
2) Konsentrasi sel yang tidak tepat dapat mempengaruhi kinerja. Hindari laju aliran di bawah 15 sel/dtk dan di atas 4000 sel/dtk karena dapat meningkatkan risiko pengukuran sel ganda secara bersamaan.
3) Konsentrasi optimal sel berkisar antara 1x106 hingga 1x107 sel/mL.
Detektor Sinyal
Sinyal dari setiap sel dihasilkan dalam bentuk jejak osiloskop dan dideteksi melalui fotomultiplier dan rangkaian elektronika. Integrasi sinyal ini menghasilkan nilai numerik untuk fluoresensi dan side scatter.
3 RANCANGAN ALAT PENANGKAP SERANGGA HAMAÂ
Setelah nilai intensitas cahaya yang efektif diperoleh melalui uji laboratorium, dapat diimplementasikan dalam rancangan alat penangkap serangga hama di lahan pertanian
Piranti perangkap serangga hama menggunakan serangkaian lampu yang dinyalakan secara bergantian. Lampu utama pertama menarik semua serangga, kemudian diikuti oleh lampu perangkap kecil yang memfilter serangga kecil. Setelah itu, lampu perangkap sedang menarik sisa serangga yang tidak tertangkap sebelumnya, dengan filter yang membatasi serangga besar. Lampu perangkap terakhir menarik serangga besar, dengan filter khusus untuk mencegah serangga besar yang mungkin menjadi predator. Proses ini berulang untuk mengumpulkan serangga dalam tiga kategori ukuran: kecil, sedang, dan besar
Sehingga alur pengamatan pada saat implementasi prototype dapat dilihat pada diagram alir berikut
Data Uji Laboratorium
Pada kondisi pertama di laboratorium, terdapat 6 siklus penangkapan serangga setiap jam. Pembagian waktu untuk setiap siklus adalah: 4 menit untuk lampu 4 (menarik semua serangga), 2 menit untuk lampu 3 (serangga kecil), 2 menit untuk lampu 2 (serangga sedang), dan 2 menit untuk lampu 1 (serangga besar). Total waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus penangkapan adalah 10 menit.Â
Data hasil pengujian terhadap jumlah siklus penangkapan 6 kali tiap jam dapat dilihat pada tabel berikut:Â
Pada kondisi kedua di laboratorium, terdapat 3 siklus penangkapan serangga setiap jam. Pembagian waktu untuk setiap siklus adalah: 8 menit untuk lampu 4 (menarik semua serangga), 4 menit untuk lampu 3 (serangga kecil), 4 menit untuk lampu 2 (serangga sedang), dan 4 menit untuk lampu 1 (serangga besar). Total waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus penangkapan adalah 20 menit.
Data hasil pengujian terhadap jumlah siklus penangkapan 3 kali tiap jam dapat dilihat pada tabel berikut:Â
Untuk menguji ketahanan catu daya, diimplementasikan dua tipe catu daya yang berbeda. Tipe pertama adalah GS 7 M 12V, 7 Ah, kering, beratnya 0.35 kg, dan tegangan sumber 12 V DC. Tipe kedua adalah GS 12 DC 75, basah, beratnya 4.5 kg, dan sumber tegangan 12 V DC.
Dari implementasi catudaya yang berbeda tersebut dapat diperoleh data sebagai berikut:Â
Simpulan Dan Saran
Simpulan
Hasil implementasi alat penangkap serangga menunjukkan kesesuaian mekanisme kerja dengan rancangan awal. Simpulan dari pengujian ini adalah:
1. Mikrokontroler AT 89C51 bekerja sesuai harapan, mengendalikan Relay JZC-22F-12V DC dengan sumber tegangan 12V.
2. Relay JZC-22F-12V DC berhasil mengatur lampu sesuai siklus penangkapan serangga.
3. Skema penangkapan serangga 6 kali per jam berjalan dengan sukses, mengatur lampu sesuai durasi yang direncanakan.
4. Skema penangkapan serangga 3 kali per jam berjalan dengan sukses, mengatur lampu sesuai durasi yang direncanakan.
5. Catu daya Elemen Kering GS 7 M 12V 7 Ah dapat digunakan selama 10 jam/hari dengan ketahanan energi 1 hari.
6. Catu daya Elemen Basah GS 12Vb 75A dapat digunakan selama 10 jam/hari dengan ketahanan energi 5 hari.
Saran
Implementasi alat penangkap serangga telah sesuai dengan rancangan awal. Untuk optimalisasi penggunaan, berikut beberapa saran:
1. Modifikasi software pengendali untuk menyesuaikan waktu nyala lampu agar menangkap serangga secara optimal. Pengujian langsung di lapangan pertanian diperlukan untuk data yang lebih akurat.
2. Catu daya Elemen Basah GS 12Vb 75A cocok untuk kebutuhan daya tahan yang lebih lama, namun perlu dipertimbangkan lokasi penempatannya karena bobotnya yang cukup berat (4.5 kg).
3. Untuk mobilitas dan penggunaan yang sering dipindah-pindah, Catu daya Elemen Kering GS 7 M 12V 7 Ah dapat dipilih karena bobotnya yang lebih ringan (0.45 kg), meskipun memerlukan pengisian setiap hari.
4. Ukuran bejana penangkap serangga dapat disesuaikan dengan kebutuhan untuk efektivitas dalam menangkap serangga. Pengujian langsung di lapangan pertanian diperlukan untuk penyesuaian ini.
5. Pengembangan catu daya menggunakan energi alternatif seperti solar cell bisa dipertimbangkan, karena energi ini umumnya tersedia secara melimpah di lahan pertanian.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI