Mohon tunggu...
Rayhan Fakhriza
Rayhan Fakhriza Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiwa

Mahasiswa biasa yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Milenial, Media Sosial, dan Sangkar Emasnya

27 Juni 2020   12:30 Diperbarui: 28 Juni 2020   08:42 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: ARUN SANKAR/AFP via kompas.com

Saya mendapat sebuah istilah yang menarik dalam sebuah video youtube. Sangkar emas.

Istilah ini menarik karena fenomena sangkar emas ini yang terjadi hampir di semua segi kehidupan manusia modern dengan segala teknologi digitalnya.

Tahukah teman-teman bahwa media sosial yang biasa kita gunakan terdapat sebuah algoritma.

Algoritma tersebut mengatur apa yang kita sukai, konten apa yang kerap kita nikmati dan apa yang muncul di timeline media sosial kita. Menurut saya itulah sangkar emas kita di media sosial.

Terkadang kita mengeluh, "Kenapa instagram gua isinya sampah semua sih" atau "Kenapa ini konten sampah banget sih".

Pernyataan seperti itu kerap muncul di dalam diri kita sebagai reaksi atas apa yang ditampilkan di media sosial kita. Baik itu instagram, twitter, youtube dan sebagainya.

Pertanyaan yang ingin saya tekankan adalah, "Sebetulnya yang ngeliat konten itu siapa sih?".

Teman-teman semua, sistem yang ada di sekitar kita terutama media sosial itu sudah menggunakan algoritma tingkat tinggi.

Bahkan tidak sedikit yang sudah bisa disebut sebagai Artificial Intelligence atau Kecerdasan Buatan. Artificial Intelligence di sini tidak harus seperti Jarvis di film Iron man ya teman-teman (walau kayaknya punya Jarvis di rumah seru juga ya).

Singkatnya, segala sesuatu yang mempelajari dan memproses pola manusia menjadi kerja adalah Kecerdasan Buatan teman-teman. Termasuk media sosial kita yang menunjukkan pola-pola manusia termasuk kita dalam menampilkan konten di lini masa media sosial kita.

Maka apabila kita mendapatkan "konten sampah" di media sosial kita, itu bukan salah media sosialnya tapi salah kita.

Media sosial bukanlah media berita yang kontennya melalui proses seleksi yang sangat ketat teman-teman. Yang memilih konten kita ya kita sendiri.

Hanya saja, proses memilihnya itu tadi menggunakan algoritma berbasis pola keseharian kita. Apa yang kita nikmati adalah apa yang kita pilih, inilah sangkar emas.

Ibarat teman-teman membaca konten di media sosial, terkadang kontennya itu-itu saja. Kemudian dengan konten yang tidak banyak bervariasi, teman-teman memiliki perspektif tertentu yang terbiasa dengan konten tersebut.

Ketahuilah teman-teman, bahwa tidak semua di antara kita yang dapat mengelola perspektif itu dan tetap bisa berpikir kritis.

Terlalu cintanya kita dengan sesuatu terkadang membuat kita buta dengan hal di sekitar kita. Kita menjadi abai atau justru anti terhadap hal yang berlawanan dengan cinta kita. Kita menjadi terperangkap dalam sangkar emas yang memanjakan kita dengan informasi-informasi yang kita sukai.

Kita dihadapkan oleh apa-apa yang kita sukai. Ibarat anime Naruto, sangkar emas itu ibarat Mugen Tsukuyomi yang membuat kita tertidur dan bermimpi indah selamanya.

Sangkar emas inilah yang menurunkan daya kritis kita dalam memecahkan masalah yang berlawanan dengan apa yang kita cintai.

Misalnya, saking cintanya kita sama Barcelona FC kita sampai bermusuhan dengan teman-teman kita yang mencintai Real Madrid.

Saking cintanya kita sama artis, pada saat dia diejek kita tidak terima sampai melaporkan padahal si artisnya gak kenapa-kenapa. 

Sangkar emas inilah yang membuat kita buta akan hal-hal yang lebih penting seperti empati, persaudaraan, berpikir kritis dan fakta lapangan.

Cinta mati kita sama sesuatu tetap harus membuat kita bijak dalam menanggapi sesuatu tanpa mengurangi sedikitpun kecintaan kita.

Teman-teman semua, saya ingin mengajak kita untuk keluar dari sangkar emas kita. Keluar dari zona nyaman kita dan betul-betul memaknai persatuan. 

Informasi yang kita nikmati sehari-hari akan tetap kita nikmati sampai waktu yang tidak ditentukan karena algoritma media sosial kita belum tentu akan berubah.

Kita tetap perlu mencermati dan bijaksana dalam menyelesaikan masalah. Apa yang kita nikmati, itu yang akan kita nikmati selamanya. Kecintaan kita terhadap sesuatu jangan sampai membuat kita buta dengan sekitar kita. 

Ibarat suatu hubungan, walau kita cinta tetapi jangan lupa menikmati hidup dan bermain bersama teman-teman kita yang lain. Salam hangat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun