Media sosial bukanlah media berita yang kontennya melalui proses seleksi yang sangat ketat teman-teman. Yang memilih konten kita ya kita sendiri.
Hanya saja, proses memilihnya itu tadi menggunakan algoritma berbasis pola keseharian kita. Apa yang kita nikmati adalah apa yang kita pilih, inilah sangkar emas.
Ibarat teman-teman membaca konten di media sosial, terkadang kontennya itu-itu saja. Kemudian dengan konten yang tidak banyak bervariasi, teman-teman memiliki perspektif tertentu yang terbiasa dengan konten tersebut.
Ketahuilah teman-teman, bahwa tidak semua di antara kita yang dapat mengelola perspektif itu dan tetap bisa berpikir kritis.
Terlalu cintanya kita dengan sesuatu terkadang membuat kita buta dengan hal di sekitar kita. Kita menjadi abai atau justru anti terhadap hal yang berlawanan dengan cinta kita. Kita menjadi terperangkap dalam sangkar emas yang memanjakan kita dengan informasi-informasi yang kita sukai.
Kita dihadapkan oleh apa-apa yang kita sukai. Ibarat anime Naruto, sangkar emas itu ibarat Mugen Tsukuyomi yang membuat kita tertidur dan bermimpi indah selamanya.
Sangkar emas inilah yang menurunkan daya kritis kita dalam memecahkan masalah yang berlawanan dengan apa yang kita cintai.
Misalnya, saking cintanya kita sama Barcelona FC kita sampai bermusuhan dengan teman-teman kita yang mencintai Real Madrid.
Saking cintanya kita sama artis, pada saat dia diejek kita tidak terima sampai melaporkan padahal si artisnya gak kenapa-kenapa.Â
Sangkar emas inilah yang membuat kita buta akan hal-hal yang lebih penting seperti empati, persaudaraan, berpikir kritis dan fakta lapangan.
Cinta mati kita sama sesuatu tetap harus membuat kita bijak dalam menanggapi sesuatu tanpa mengurangi sedikitpun kecintaan kita.