Mohon tunggu...
Rayhan Ahmad
Rayhan Ahmad Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Orang biasa yang menghabiskan hidupnya didepan komputer tenggelam dalam permainanya

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bayangan di Jendela

17 September 2024   10:49 Diperbarui: 17 September 2024   10:53 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com/Kirin

Malam itu begitu sunyi, seolah-olah alam sedang menunggu sesuatu yang mengerikan. Angin yang biasanya menderu melewati pepohonan kini diam membeku, tidak ada suara jangkrik, tidak ada gesekan dedaunan. Bahkan, suara detik jam di dinding terasa lambat, seakan waktu pun ikut menahan napas. Di luar, bulan purnama bersinar redup, terhalang oleh awan gelap yang perlahan-lahan menutupinya seperti selimut kelam.

Dina terbangun dari tidurnya, tubuhnya bergetar oleh dingin yang tiba-tiba merayap di kamarnya. Dia menarik selimut lebih rapat, mencoba menghalau hawa dingin yang seharusnya tidak ada. Jendela kamarnya tertutup rapat, tidak ada angin yang masuk. Tapi dingin itu... dingin itu berbeda. Bukan hanya dingin yang biasa dia rasakan saat malam, melainkan dingin yang aneh, seperti sesuatu yang tidak seharusnya ada di sana.

Dengan perasaan tak enak, dia melirik jam di meja samping tempat tidur. Pukul 2:05 dini hari. Kenapa aku bangun di jam ini? pikirnya. Dina mencoba memejamkan matanya kembali, berharap rasa kantuk segera kembali menyelimutinya. Tapi sesuatu mengganggu ketenangannya. Ada suara---suara halus, hampir tak terdengar, tapi cukup untuk membuatnya waspada.

Tok... tok... tok.... Suara ketukan di jendela.

Dina membuka matanya perlahan, jantungnya mulai berdetak lebih cepat. Siapa di luar sana? pikirnya dengan cemas. Rumah ini terpencil, jauh dari tetangga, dan tidak mungkin ada seseorang di luar pada jam segini.

Ketukan itu datang lagi. Kali ini lebih keras. Tok... tok... tok... Seperti ada seseorang yang berdiri di luar, memaksa dirinya untuk didengar. Dina menolehkan wajahnya ke arah jendela, tapi masih tidak berani membuka tirai yang tipis.

Baca juga: Rumah Kaca

Siapa yang mungkin ada di luar tengah malam begini? pikirnya lagi. Tangannya gemetar saat meraih ponsel di samping tempat tidur. Dia menekan tombol untuk menyalakan layar. Mati. Ponselnya yang baru saja dia isi baterainya sebelum tidur, sekarang tidak berfungsi. Aneh.

Dengan jantung yang berdebar kencang, Dina bangun perlahan dari tempat tidurnya. Setiap langkah yang diambil terasa berat, seolah udara di kamar semakin menebal. Hatinya penuh keraguan. Tapi, dia tahu dia harus memeriksa jendela. Tirai jendelanya hanya sedikit terbuka, dan dalam remang cahaya bulan yang samar, Dina bisa melihat sesuatu---sebuah bayangan besar, berdiri diam di balik tirai.

Bayangan itu tidak normal. Terlalu tinggi untuk ukuran manusia biasa, dengan bentuk yang tak jelas, seperti kabut hitam yang melayang. Dina mundur beberapa langkah, tubuhnya kaku oleh rasa takut. Kakinya tersandung kursi, membuatnya hampir terjatuh. Dia ingin berteriak, tapi suaranya tidak keluar. Ada sesuatu yang sangat salah dengan bayangan itu.

Ketukan di jendela berhenti, tapi bayangan itu tidak pergi. Ia tetap berdiri di sana, diam, seakan sedang mengamati Dina dari balik tirai. Dina menahan napas, tidak berani bergerak. Mungkinkah itu hanya halusinasi? Mungkin dia terlalu lelah, pikirnya mencoba menghibur diri. Tapi instingnya memberitahu hal lain. Sesuatu yang lebih gelap, lebih jahat, sedang mengintainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun