Mohon tunggu...
Rayhan Abrar
Rayhan Abrar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa gemar menulis artikel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Membangun Etika Artificial Intelligence yang Bertanggung Jawab di Indonesia

17 Juli 2024   15:10 Diperbarui: 17 Juli 2024   15:23 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karya Buatan AI (generated by AI)

Perkembangan Teknologi

Kecerdasan Buatan (AI) telah merevolusi berbagai aspek kehidupan kita, membawa potensi luar biasa untuk kemajuan di berbagai bidang. Namun, di tengah kemajuan pesat ini, muncul pula pertanyaan penting mengenai etika dalam pengembangan dan penggunaan AI. 

Prinsip-prinsip Etika AI

Beberapa prinsip fundamental yang perlu dipertimbangkan dalam membangun etika AI di Indonesia:

  • Akuntabilitas: Sistem AI harus dirancang dan dioperasikan dengan cara yang transparan dan akuntabel. Pengguna harus memahami bagaimana sistem AI bekerja, data apa yang digunakan, dan bagaimana keputusan dibuat.
  • Keadilan dan Non-Diskriminasi: Sistem AI harus dikembangkan dan digunakan secara adil dan tidak diskriminatif. Hal ini berarti menghindari bias dan prasangka yang dapat berakibat pada perlakuan tidak adil terhadap individu atau kelompok tertentu.
  • Keamanan dan Privasi: Sistem AI harus dirancang dengan mempertimbangkan keamanan dan privasi data. Data pribadi harus dilindungi dengan baik dan pengguna harus memiliki kontrol atas data mereka.
  • Kesejahteraan Manusia: Pengembangan dan penggunaan AI harus selalu mempertimbangkan kesejahteraan manusia. Sistem AI harus dirancang untuk meningkatkan kehidupan manusia dan tidak membahayakan.

Upaya Penerapan Etika AI

Dalam upaya mencegah perkembangan teknologi baru yang mungkin dapat berdampak negatif ini, mahasiswa Institut Pertanian Bogor melakukan riset untuk meneliti bagaimana persepsi pelaku desain dan pengamat desain dalam hal penggunaan AI. Mahasiswa IPB yang tergabung dalam tim PKM yaitu Dewa Fahtiar Fisabila (ARL 58), Puji Luthfiani (ARL 59), M. Zidhan (IE 58), Rayhan Abrar (Manajemen), Abror Muti'u Amrillah (Kedokteran Hewan 60). dengan penelitian yang berjudul "Artificial Intelligence Generative Design dan Dampaknya pada Pelaku dan Pengamat Desain untuk Rekonstruksi Etika Penciptaan Karya Visual Grafis," akan menggali dampak penggunaan AI generatif dalam desain grafis dan bagaimana hal ini mempengaruhi para pelaku dan pengamat desain. Penelitian ini mengeksplorasi tantangan seperti kehilangan sentuhan manusia, bias, transparansi, dan tanggung jawab terhadap karya yang dihasilkan oleh AI dapat diterapkan masyarakat.

Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa IPB ini mendapat kesimpulan bahwa pelaku desain yang profesional di bidangnya sepakat bahwa penggunaan AI ini harus dibatasi dan hanya menjadi alat bantu memperluas wawasan kreativitas desainer, tidak semata-mata menjadi alat instan dalam membuat suatu karya. Sebab, penggunaan AI dalam konteks karya visual grafis akan menghilangkan nilai seni maupun sense of humanity karya itu sendiri. Lebih lanjut, meskipun AI dapat meningkatkan efisiensi dan menawarkan berbagai solusi inovatif, tetap diperlukan sentuhan manusia dalam proses kreatif agar karya yang dihasilkan memiliki jiwa dan karakter yang khas. Mereka juga menyoroti pentingnya pengalaman dan pengetahuan mendalam yang dimiliki desainer manusia, yang tidak bisa sepenuhnya digantikan oleh kecerdasan buatan. Hal ini mencakup kemampuan untuk menangkap emosi, budaya, dan konteks sosial yang seringkali menjadi elemen penting dalam karya visual. Oleh karena itu, integrasi AI dalam proses desain seharusnya dilakukan dengan bijak, dimana AI berperan sebagai asisten yang memperkaya ide-ide kreatif, bukan sebagai pengganti utama peran desainer.

Karya Buatan AI (generated by AI)
Karya Buatan AI (generated by AI)

Karya Buatan Konvensional (Dokpri)
Karya Buatan Konvensional (Dokpri)

Pada akhirnya, AI atau yang biasa disebut kecerdasan buatan hanyalah sebuah alat yang dapat membantu pekerjaan manusia, bukan sebuah alat yang sempurna mampu menggantikan peran manusia. Maka dari itu, di era digital ini, masyarakat harus mampu melek teknologi supaya dapat menggunakan teknologi dengan bijak tanpa merugikan orang lain. Penting untuk mencermati hal ini dengan mengutamakan aspek etika, kesadaran terhadap dampak sosial, dan pengembangan AI untuk mencegah dampak negatif dan meningkatkan manfaatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun