Prosedur cryonics menuai pro dan kontra baik dari aspek filosofis maupun etik. Banyak jurnal mempublikasikan artikel-artikel terkait sebagai respon dari praktik ini. Meski demikian, lebih dari 200 orang telah diawetkan dingin. Dan lebih dari 700 orang telah menandatangani kontrak untuk menjalani prosedur cryonics segera setelah ia dinyatakan legally dead.Â
Praktik cryonics sendiri nampak seperti investasi (diri, self-investment secara harfiah) jangka sangat panjang. Menariknya, jika prosedur ini dilakukan, individu tersebut memiliki dua kemungkinan : hidup atau mati. Sementara jika tidak dilakukan, ia hanya akan tetap mati. Jika berhasil, ia akan hidup (lagi). Jika gagal, ia tidak kehilangan apapun -kecuali uang, karena biaya prosedur ini cukup mahal.
Terlepas dari segala pro-kontra, dengan adanya perkembangan sains ini, pertanyaan-pertanyaan dasar harus kembali diajukan: apa itu kematian? Apa batasan kematian? Apa hakikat dari kematian sesungguhnya?
Mengapa kita tidak sempurna? Mengapa kita "diuji" dengan masalah kesehatan? Mengapa kita perlu menua? Mengapa ada kondisi dimana kita tidak berdaya?
Menyitir artikel Tiffany Romain tahun 2010 pada jurnal Medical Anthropology, cryonics merupakan salah satu manifetasi kekhawatiran (rakyat Amerika) terhadap penuaan, waktu, dan masa depan. Ketakutan kita terhadap ketiganya, bisakah disingkirkan (hanya) dengan mengandalkan ilmu pengetahuan?
Jika cryonics diajukan berdasar optimisme dan kepercayaan pada masa depan yang tak terlihat. Apa Anda percaya ada yang tak terlihat yang mengatur semua ini ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H