"Ini buat kamu" ibu memberi sambil duduk di kasurku.
"Kamu sedang memikirkan apa, nak" tanya ibu kepadaku
"Aku enggak memikirkan apa-apa kok,bu" jawabku
"Ibu bisa melihat dari matamu, nak. Kalau kamu sedang banyak pikiran kamu bisa cerita ke ibu" tanya ibu.
"Aku hanya sedang memikirkan jika aku pergi kuliah di Yogya, berarti aku harus meninggalkan ibu disini sendiri" jawabku dengan mata yang berkaca-kaca. "Aku sejujurnya tidak mau meninggalkan ibu sendiri sendiri. Jika ibu terjadi apa-apa, aku tidak bisa membantu ibu" sambungku dengan airmata yang berjatuhan.
"Ya Allah, nak. Ibu tinggal sendiri disini tidak apa-apa, lagi pula nanti ada mbak yang akan menemani dan menjaga ibu. Jadi kamu harus pergi untuk menggapai cita-citamu, dan kamu tidak perlu khawatirkan ibu disini, ya." balas ibu dengan memelukku.
Keesokan harinya akupun minta doa dan pamit pergi pada ibu untuk melanjutkan pendidikanku di kota orang. Dalam perjalanan aku bergumam dalam hati sambil melihat pemandangan dari jendela kereta.
"Ternyata benar, hal-hal yang ibu ajarkan padaku melalui nasihatnya mungkin tidak akan ku temukan di manapun. Terimakasih, pahlawan ku, aku berjanji akan membanggakan dan membahagiakan ibu selagi nafasku mashi berhembus."Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H