Mohon tunggu...
Ray RS
Ray RS Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Warganegara

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pahitnya Tebu di Ladang Sendiri

4 Mei 2018   11:08 Diperbarui: 4 Mei 2018   11:24 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (kompas.com)

Kebijakan yang tidak komprehensif hulu ke hilir akan menjadi kontraproduktif dan berbahaya di masa mendatang. Tanpa tata niaga yang lebih transparan dan berimbang antara produsen dan konsumen dapat memukul balik industri itu sendiri.

Gula merupakan komoditas yang mendapat kontrol ketat pemerintah mengingat sumbangan fluktuasi harga gula cukup mempengaruhi tingkat inflasi. Kontrol ketat dilakukan pada sektor hulu dimana proteksi diberlakukan untuk melindungi industri gula nasional kita.

Kebijakan yang mulai diimplementasikan tahun 2004 tersebut secara konseptual sangat baik. Selain memiliki semangat untuk membangkitkan kembali industri lokal dan swasembada gula nasional, kebijakan tersebut jelas sangat berpihak pada sektor pertanian pada umumnya dan petani tebu pada khususnya. Perlindungan berupa harga dasar gula yang ditetapkan pemerintah menunjukkan keberpihakan tersebut. Bayangkan saja, di tengah harga gula internasional yang relatif rendah, harga dasar gula lokal kita tetap jauh lebih tinggi. 

Namun menjadi catatan penting juga bahwa seiring dengan kebijakan tersebut, harga gula di tingkat konsumen menjadi terus meningkat. Padahal kemampuan atau daya beli masyarakat kebanyakan bukannya meningkat tapi terus menurun seiring dengan fluktuasi harga berbagai kebutuhan lainnya. Ini belum lagi ditambah dengan peningkatan akibat kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan bahan bakar minyak (BBM).

Lalu apa yang salah dengan industri gula kita? Nampaknya permasalahan utama adalah tidak komprehensifnya kebijakan seputar pergulaan. Proteksi di hulu tidak diiukti dengan kontrol ketat di hilir yaitu di distribusi. Proteksi seharusnya memberikan kesempatan industri gula untuk memperbaiki dan menyiapkan diri guna bersaing dengan kompetitor dari negara lain. Persaingan yang harus dimenangkan terutama adalah penguasaan atas pasar domestik kita. Dengan proteksi sudah sewajarnya ada peningkatan dan penguasaan pasar lokal.

Namun apa hendak dikata, sampai saat ini tidak terlihat tanda-tanda kebangkitan industri gula kita. Justru yang ada adalah keributan-keributan seputar harga dasar dan kuota impor. Masalah keinginan untuk mandiri sepertinya menjadi tidak begitu diperhatikan.

Secara bisnis, pasar lokal yang begitu besar pasti mampu menyerap produksi gula lokal. Ditambah dengan kebijakan proteksi, daya tawar produsen menjadi sangat tinggi dan memiliki kemampuan mempengaruhi harga. Hal ini masih ditambah dengan kebijakan dana talangan yang memasukkan aktor baru dengan modal besar dalam kekisruhan penentuan harga gula. Dengan kekuatan modal yang entah direncanakan atau hanya insidensiil dengan kalangan petani, pembentukan harga dimulai dengan harga lelang yang selalu di atas harga dasar. Hebatnya lagi, para  distributor ini mendapatkan 40% dari selisih harga lelang terhadap harga dasar.

Dengan harga lelang selalu lebih tinggi dari harga dasar akan mendongkrak harga eceran gula. Tahun 2009 sampai 2011, harga eceran gula selalu lebih tinggi di atas 40% dari harga dasar yang ditetapkan pemerintah. Memang menggiurkan secara keuntungan.

Sementara itu diterapkannya proteksi tidak juga mendongkrak produksi gula dan produktivitas lahan perkebunan tebu. Rendemen yang tetap rendah di bawah 10% menjadi salah satu faktor selain tidak bertambahnya lahan perkebunan tebu secara signifikan.

Kebijakan yang tidak komprehensif hulu ke hilir akan menjadi kontraproduktif dan berbahaya di masa mendatang. Tanpa tata niaga yang lebih transparan dan berimbang antara produsen dan konsumen dapat memukul balik industri itu sendiri. Kenikmatan proteksi yang dibiarkan tanpa upaya peningkatan produksi dan produktivitas serta efisiensi akan meninabobokan pihak produsen sementara kebutuhan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan populasi. Jika tidak segera bangkit, bukan tidak mungkin kehancuran industri gula terutama petani tebu dan pabrik gula BUMN akan datang.

Dalam situasi tersebut, bukan tidak mungkin potensi konflik akan terbuka antara pemerintah vs produsen di satu sisi dan pemerintah vs konsumen di sisi lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun