Mohon tunggu...
Eko Nugroho
Eko Nugroho Mohon Tunggu... -

Cuma orang biasa yang suka berceloteh ga mutu di http://blog.rawins.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Mencari Cinta di Malioboro

20 Desember 2009   02:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:52 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Doel Sumbang pernah bercerita tentang lagu yang indah di Malioboro. Lama aku mencari lagu cinta itu, tapi tak pernah kutemukan. Padahal lagu itu pernah membuatku begitu terobsesi dengan sepotong jalan bernama Malioboro. Aku pikir tak hanya aku saja yang memendam rasa penasaran itu. Mungkin hampir semua orang yang mendengar kata Jogja, yang pertama kali terlintas dalam benaknya adalah Malioboro.

Tapi kenyataan tak seindah bayangan. Jangankan menemukan lagu cinta tentang engkau dan aku. Yang ada hanyalah pisuhan beradab khas Jogja. Jalanan semrawut, macet dan pedagang yang tidak tertata. Trotoar lebar yang seharusnya nyaman untuk jalan-jalan, malah dipenuhi sepeda motor parkir. Daya pikat nama Malioboro membuat manusia-manusia tersedot kesitu dan kemacetan, sampah, polusi, pengamen, copet itu dianggap sebagai bagian wisata petualangan.

Dulu pernah dicanangkan hari bebas kendaraan bermotor setiap sabtu minggu, tapi entah kenapa tidak ada tindak lanjutnya. Atau mungkin pelaku usaha disitu omsetnya turun, karena pengunjung males jalan kaki dari tempat parkir. Padahal menurutku tidaklah demikian. Daya tarik Maliboro bukan di susahnya cari tempat parkir, tapi di nama legendarisnya. Dalam kondisi kurang nyaman saja aku mau jalan kaki sepanjang trotoar, apalagi kalo tertata rapi.

Pengelola aset wisata Jogja mungkin bisa belajar kepada Pemerintah Arab Saudi dalam mengelola Sumur Zam Zam. Pada tahun 1970an ketika jemaah haji baru sekitar 400.000 orang pertahun, mereka mulai melakukan penelitian oleh ahli hidrologi dari Pakistan bernama Tariq Hussain and Moin Uddin Ahmed. Wisatawan haji setiap tahun pasti meningkat (sekarang sudah 2 juta lebih..) Pembangunan perumahan, fasilitas jalan, terowongan akan terus bertambah. Padahal daerah resapan air penyuplai sumur zam zam di cekungan Mekkah hanya seluas 60 km persegi dan kian padat.

Untuk mengelola sumur yang dijaga Tuhan saja, mereka tidak menyuruh Tuhan untuk memeliharanya secara alamiah. Kenapa untuk Malioboro tidak bisa. Aku rasa data pengunjung tiap tahun grafiknya terpampang di kantor dinas pariwisata. Kenapa tidak bisa membuat data itu memiliki arti dan bukan sekedar tempelan dinding.

Atau karena masyarakat kita memang susah diajak tertib..? Seperti aku yang masih saja ringan tangan membuang puntung rokok ke trotoar jalan tempat aku pernah mencari cinta bak Doel Sumbang...
Salam

rawins

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun