Mohon tunggu...
Layyinah Hafiyatillah
Layyinah Hafiyatillah Mohon Tunggu... -

extraordinary who lives through ordinary

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengembalikan Kekritisan Masyarakat dalam Menghadapi Pemilu

30 Juni 2014   22:15 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:06 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menghitung hari menuju pilpres 2014, banyak upaya yang telah dilakukan oleh koalisi dan tim sukses untuk meyakinkan masyarakat. Beberapa waktu lalu masing-masing capres-cawapres secara 'blusukan' telah menghampiri berbagai kalangan untuk meminta dukungan. Atas upaya ini, kini bukan hanya petinggi partai yang berkampanye politik—media tak mau kalah juga gencar menampilkan konten kampanye secara terang-terangan. Di forum-forum dunia maya pun tersebar pula propaganda dengan berbagai ragam bentuk. Agaknya dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya, pemilu kali ini lebih ‘panas’ supporter.

Kendati telah diadakan banyak debat, mirisnya dukungan-dukungan dari berbagai kalangan yang diraih oleh masing-masing capres-cawapres malah makin miskin akan muatan idealisme. Bahkan terkadang demi mengangkat citra capres yang didukungnya, para supporter rela menghembuskan isu yang menyerempet kepada fitnah pada calon lainnya. Ketika bersinggungan dengan pendukung calon lain, yang terjadi hanyalah debat kusir yang berujung pada perpecahan. Hal ini sedikitnya menggambarkan bahwa bangsa Indonesia tidak memahami betul masalah yang ada pada bangsanya sendiri, sehingga ketika dihadapkan dengan situasi memilih pemimpin, para supporter malah disibukkan dengan sosok siapa yang lebih baik. Sekali lagi bukti atas pendegradasian pola pikir yang sudah mendarah daging dalam diri bangsa, membuat momen pemilu ini layaknya seperti panggung sandiwara. Tidak peduli siapa yang main di panggung, siapa yang menonton, siapa yang ada dibalik layar—asal semua senang dan pertunjukan ramai pendatang.

Demikian keadaan masyarakat dewasa ini, tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Boleh jadi dari pemilu ke pemilu berikutnya, tidak ada aktivitas pencerdasan masyarakat akan bagaimana membangun Indonesia menuju lebih baik. Sehingga masyarakat hanya menyadur konsep perubahan yang diusung oleh capres di setiap pemilu tanpa berpikir lebih jauh tentang masalah bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Masalah yang tidak hanya akan selesai dengan perubahan pemimpin saja—apakah ia sosok yang sederhana ataupun tegas—namun harus disertai dengan perubahan mendasar yang bersifat sistemik. Yaitu perubahan yang dilandasi oleh pemikiran yang mendalam tentang pemecahan masalah kehidupan, yang hanya secara tepat akan diselesaikan dengan mengembalikan segalanya pada Sang Pencipta yaitu Allah swt. sebagai pemutus segala perkara. Oleh karena itu, hendaknya setiap masyarakat menyerahkan segala tolak ukur pada-Nya dalam melihat permasalahan bangsa Indonesia, sehingga ketika memilih pemimpin yang akan membawa perubahan, standar yang digunakan adalah sejauh mana sang pemimpin ini akan berkomitmen untuk menghamba kepada Sang Pencipta dengan segala syariat-Nya, bukan yang menjanjikan kesejahteraan atau kedaulatan Indonesia.

Kalau belum seperti ini, bangsa Indonesia harus bersiap kalau-kalau harapannya nanti akan kandas dikhianati sebagaimana pemilu-pemilu sebelumnya telah dilalui. Kita lihat saja.

Wallahu a’lam bisshowab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun