Tradisi Hindu mengakui Weda:
Hindu penuh dengan keragaman kepercayaan, bahkan dengan teologi, atau pemahaman Ketuhanan yang sangat berbeda. Tetapi hampir semua tradisi Hindu mengakui Weda. Mereka yang mengakui Weda dianggap tradisi yang ortodoks atau "astika". Yang tidak mengakui Weda dianggap sebagai heterodoks atau "nastika", walaupun mereka berakar dari konteks India kuno yang sama. Oleh karena itu, Brian K. Smith menyatakan bahwa "Hinduisme adalah agama para manusia yang menciptakan, melestarikan, dan mentransformasikan tradisi dengan referensi yang legitimasinya berdasarkan otoritas Weda" (Smith, 1989:13-14) Dengan kata lain, Weda mengambil peran penting dalam membentuk tradisi-tradisi yang dapat dikatan Hindu.
Apakah Weda merupakan sebuah buku?
Weda memiliki banyak bagian di dalamnya. Masing-masing dari keempat Weda memiliki empat bagian, dengan panjang dan isi yang beragam. Weda adalah suatu kompilasi dan oleh karena itu, isinya bervariasi dan terdiri dari banyak bagian. Namun, demi memudahkan, anggaplah bagian-bagian ini sebagai bab-bab dari sebuah buku. Jadi Rig Weda, misalnya, memiliki empat bagian dengan berbagai bab lain di dalamnya. Buku Rig Weda kemudian dibagi menjadi dua, bagian yang membahas ritual menjadi karma-kanda dan bagian yang membahas filosofi menjadi jnana-kanda atau Wedanta.
Kumpulan pustaka suci Weda dianggap sebagai naskah agama tertua di dunia yang masih bertahan dan diyakini diwahyukan kepada para resi. Oleh karena itu Weda dikenal sebagai "sruti", atau 'yang didengar'. Mantra-mantra Weda diwariskan secara lisan dan pengucapannya dilestarikan melalui berbagai teknik intonasi, gerakan tangan dan pengulangan. Oleh karena itu, teks tertulis tidak sepenting suara suci dari Weda itu sendiri. Weda lalu dituliskan pada 1500-500 SM selama masa yang disepakati oleh para cendekiawan sebagai Periode Weda. Pada saat yang sama di Yunani, ada para filsuf-filsuf termuka seperti Plato dan Aristoteles, pada masa kejayaan peradaban Yunani dan Romawi. Konon katanya bahwa awalnya Weda ini dilestarikan secara lisan, dari guru ke murid. Lalu Dewa Wisnu menjelma sebagai Resi Wyasa untuk menulis pengetahuan ini dalam bentuk teks. Tetapi menurut para penganut Weda, pustaka suci Weda dianggap "apauruseya", tanpa penulis manusia.
Penyusun Weda:
Lahir dari pasangan petapa Parasara dan Satyawati di sekitar 1500 SM, Resi Wyasa diberi nama Krsna Dwaipayana. Kemahiran intelektual dan kedalaman spiritualnya memberi dia gelar "Wyasa", yang berarti 'pengatur' atau 'penyusun'. Ia memainkan peran penting dalam melestarikan Weda dengan membaginya menjadi empat bagian dan ia dipuji sebagai penulis Brahma-Sutra dan delapan belas Purana. Ia juga dipercayai sebagai inkarnasi dari Dewa Wisnu.
Bagian dan Isi Weda:
Sebagian besar isi Weda menjabarkan tentang ritual-ritual yang dilakukan oleh pendeta-pendeta di India. Tiga Weda pertama, Rig, Yajur, dan Sama, mencatat tentang korban-korban suci tersebut. Weda keempat, Atharwa, berisi kumpulan sajak dan mantra dan ditulis di masa setelah kodifikasi tiga kitab awal. Tiap-tiap empat Weda tersebut memiliki empat bagian; Samhita (petunjuk ritual), Brahmana (risalah ritual), Aranyaka ("Buku Hutan" yang menguraikan ritual), dan Upanisad (tujuan filosofis ritual). Tampaknya Samhita adalah bagian awal Weda yang mula-mula ada, sementara bagian-bagian yang lain digabungkan belakangan.