Bhagavad-gita 4.7
yada yada hi dharmasya
glanir bhavati bharata
abhyutthanam adharmasya
tadatmanam srjamy aham
Kapan pun dan di mana pun agama/moralitas (dharma),
mengalami kemunduran, wahai keturunan Bharata [Arjuna],
dan kajahatan (adharma) merajalela,
pada saat itu, Aku memanifestasikan diri-Ku.
Arti "awatara"
Kata "awatara" berarti awa (turun) dan ti (melintasi) dan umumnya diterjemahkan sebagai 'turunnya' Tuhan. Ada awatara dari sosok-sosok divinitas utama Hindu seperti Dewi, Siwa, dan Ganesa, tetapi dalam Waisnawisme lah awatra Wisnu dimuliakan dan dipelajari secara istimewa. Bahkan bagian tubuh Wisnu dan perhiasan-Nya pun memiliki awatara.
Kategori awatara
Ada berbagai macam alasan turunnya awatara. Ada yang muncul untuk menyampaikan ajaran Tuhan (seperti Narada), ada yang menyelamatkan sang pemuja (seperti Narasimha), ada yang membantu misi para dewa (seperti Mohini), ada yang membinasakan orang jahat (seperti Parasurama) atau untuk mengantarkan menuju akhir zaman (seperti Kalki). Pendiri agama Buddha, Sang Buddha, juga dianggap sebagai awatara.
Terdapat lima kategori awatra:
1. Saksad, awatara langsung dari Tuhan
2. Awesa, "dikuasakan" atau awatara-awatara yang diberi kekuatan oleh Tuhan
3. Wyuha, kelompok awatara yakni Wasudeva, Sankarsana, Pradyumna, dan Aniruddha
4. Antarymin, atau pengendali di dalam
5. Arca, atau wujud Tuhan yang dipuja
Awatara Dewa Wisnu
Kumpulan kitab gaama dari tradisi Waisnawa mencakup uraian tentang variasi bentuk-bentuk Wisnu. Siddhartha-samhita, misalnya, mencantumkan dua puluh empat bentuk Wisnu, yang bentuknya identik tetapi dengan simbol yang berbeda di keempat tangannya. Hayasirsa-pancaratra juga mencantumkan enam belas bentuk sedemikian rupa. Tetapi sepuluh awatara (Dasa-awatara) Wisnu yang paling populer dari Bhagawata Purana adalah:
1. Matsya: perwujudan ikan raksasa untuk membantu Manu saat bencana banjir semesta.
2. Kurma: perwujudan kura-kura raksasa untuk menjadi dasar dari Gunung Mandara yang digunakan untuk mengaduk samudra semesta.
3. Waraha: perwujudan babi hutan untuk menyelamatkan bumi yang ditenggelamkan oleh Hiranyaksa.
4. Narasimha: perwujudan setengah singa setengah manusia untuk menyelatmakan Prahlad dari bapak jahatnya, Hirayakasipu.
5. Wamana: perwujudan kerdil yang nantinya membesar diriNya untuk kembalikan kekuasaan tiga dunia dari Raja yang bernama Bali.
6. Parasurama: perwujudan kesatria yang hebat untuk membunuh para manusia yang tidak baik.
7. Rama: perwujudan sebagai putera dan raja yang sempurna, membunuh Rahwana untuk menyelamatkan istriNya Sita.
8. Krsna/Balarama: pahlawan Wrisni yang terkenal dan melawan berbagai makhluk jahat dan menegakkan dharma.
9. Buddha: sang bijaksana yang tenang dan mengajarkan meditasi dan nirkekerasan.
10. Kalki: prajurit agung yang mengendarai kuda putih, datang di akhir Kali-yuga untuk mengantarkan akhir zaman.
Awatara Dewa Siwa
1. Eka Dasa Rudra: sebelas manifestasi dari Rudra adalah aspek-aspek ganas dari Dewa Siwa yang melambangkan penghancuran dan regenerasi di dalam kosmos.
2. Bhairawa: manifestasi ganas yang mewujudkan tema-tema pemusnahan, kala (waktu), dan perlindungan, yang sering dipuja sebagai dewa pelindung dan penghilang rasa takut.
3. Kirateswara: disembah oleh Kirata, suatu suku yang secara tradisional diasosiasikan dengan hutan dan daerah pegunungan dan bertemu dengan Arjuna dalam Mahabharata, di mana Siwa menguji kehebatan Arjuna dalam pertempuran sebelum menganugerahkan senjata Pusupatastra yang ampuh.
4. Wirabhadra: perwujudan prajurit yang ganas yang diciptakan dari kemurkaan iwa untuk menghancurkan acara korban suci Daka.
5. Sarabha: makhluk mitos yang digambarkan sebagai setengah singa dan setengah burung, yang muncul untuk menenangkan Narasimha.
6. Nandiswara: dewa penjaga pintu gerbang Kailasa, tempat tinggal Dewa Siwa.
7. Hanuman: perwujudan dari aspek-aspek kekuatan, pengabdian, dan pelayanan Siwa. Kepercayaan ini berasal dari cerita-cerita dalam teks-teks Hindu yang menggambarkan Siwa mengambil bentuk Hanuman untuk membantu Dewa Wisnu (sebagai Rama) dalam misinya di bumi, sehingga menunjukkan keterkaitan yang mendalam dan saling menghormati di antara para dewa.
8. Kala: suatu inkarnasi yang menekankan aspek siklus dan destruktif dari waktu.
9. Resi Durwasa: dikenal dengan sifat pemarahnya dan kemampuannya untuk mengutuk dan juga memberkati.
10. Resi Aswatthama: seorang kesatria yang galak yang kadang-kadang dipandang sebagai inkarnasi Dewa Siwa atau memiliki hubungan yang mendalam dengan Beliau, terutama dalam konteks kehebatan bela diri, kemurkaan, dan penggunaan senjata surgawi yang dahsyat.
Lebih Banyak Lagi...
Ini hanyalah sepuluh wujud utama, masih banyak lagi yang tidak terhitung. Daftar awatara yang tidak ada habisnya memungkinkan penambahan wujud lainnya. Matsya, misalnya, sebelumnya merupakan bentuk dari Prajapati, tetapi kemudian dijadikan inkarnasi dari Wisnu. Banyak tokoh-tokoh agama lain seperti Yesus Kristus juga ditambahkan ke dalam daftar ini. Hingga saat ini, banyak orang suci dan guru juga dikatakan sebagai awatara.
Ada sejumlah orang suci dan tokoh agama yang mengaku sebagai awatara. Demikian pula halnya dengan raja-raja kuno yang menyatakan diri sebagai Wisnu atau Siwa, dan juga dengan orang suci kuno yang kemudian diidentifikasi sebagai bentuk dari Wisnu/Siwa. Beberapa pemimpin agama saat ini di India juga mengklaim diri mereka sebagai awatara. Pada kenyataannya, seorang awatara dapat benar-benar menjadi siapa saja. Hal ini tidak perlu berarti bahwa mereka secara langsung merupakan inkarnasi Tuhan (ini dikenal sebagai saksad awatara), tetapi bisa saja diberkahi atau dikaruniai Tuhan (Awesa awatara). Untuk dapat dianggap sebagai suatu awatara, terdapat beberapa ramalan dan petunjuk dalam kitab suci. Seperti halnya Kalki Awatara, inkarnasi terakhir dari Wisnu, dimana keluarga, situasi dan karakteristik fisiknya telah dijelaskan dalam kitab suci. Namun, konsep reinkarnasi dan Tuhan yang turun telah bercampur menjadi satu untuk menciptakan gagasan umum dalam agama Hindu bahwa siapa pun dapat menjadi penjelmaan Tuhan. Penting untuk diingat bahwa setiap atman adalah Brahman dan juga didampingi oleh Brahman. Oleh karena itu, memang benar bahwa setiap orang adalah Tuhan atau dipandu oleh Tuhan. Jika kita melihatnya dari perspektif ini, maka setiap orang adalah awatara. Namun, awatara lazimnya memiliki misi khusus untuk menegakkan dharma. Jadi, jika seseorang yang mengaku sebagai awaatra memang berperilaku baik dan mengajarkan kebaikan, mereka mungkin saja sedang mencontohkan kebaikan Tuhan. Hal ini menunjukkan keragaman, kehormatan dan universalitas Hindu yang luar biasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H