Mohon tunggu...
Manzila Manzila
Manzila Manzila Mohon Tunggu... -

nanti ya...kalau sudah banyak yang keren-keren yang bisa dituliskan...sebentar lagi....sabar....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Selamat Tinggal Prodigy Diam

9 Oktober 2010   19:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:34 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setahu saya, saya dan anda tak hidup di era sastra melayu tua. “Diam adalah emas” kini telah menjadi pepatah apkir. Ketika semua orang berjuang untuk bisa lantang bersuara, anda masih percaya pada kumpulan kata itu saja. Anda tahu apa yang anak muda Jakarta akan katakan pada anda? Jangan melongo, tapi percayalah, mereka akan menyemprot anda dengan “Basi Lo!!”, itupun jika anda beruntung dan bukannya mendengar seruan “Bego!!”

Saya tak ingin menakut-nakuti anda dengan seruan-seruan itu. Kalaupun anda harus mendengarnya, bukan berarti anda kehilangan esensi. Anda masih dan selalu istimewa, karena anda berbeda.

Selama ini saya mengagumi anda karena anda sangat ahli dalam satu hal: menjadi diam. Anda adalah seorang prodigy yang saya kagumi karena kerendahan hati. Tapi di satu titik, saya tergerak untuk berhenti, dan lalu memahami bahwa keyakinan tak punya kaki. Ia tak punya kekuatan untuk menyuarakan dirinya sendiri. Adalah pemilik keyakinan itu yang harus berhenti jadi gagu, sebab mempercayai sesuatu bukanlah hal yang tabu.

Anda telah jadi terlalu diam. Terlalu nriman. Anda punya banyak argumen fantastis yang dengan sengaja anda simpan. Terlalu lama, sampai jadi busuk dan tak layak lagi dikeluarkan. Persis seperti umpatan Jakarta bilang: Basi!

Anda tahu? Anda seperti sedang melakukan aksi bunuh diri. Idealisme pun akan jadi gejala pseudo intelektual belaka jika ia tak menemukan cara aktualisasinya.

Dan ini konyol. Tapi saya merasa telah dipermainkan oleh diskusi-diskusi kita. Ekstase intelektualnya sangat sementara. Seperti sedang mabuk. Seperti dihipnotis atau sedang pingsan. Seperti lagu yang banyak di putar di sudut-sudut pasar, seperti cinta satu malam.

Buka mulutmu prodigy diam!

Saya tahu malu adalah sebagian dari iman. Tapi adakalanya malu itu harus dibuang. Sebab diammu telah jadi kelewat membosankan.

Ps: Saya masih disini untuk diskusi, temui saya ketika anda sudah benar-benar siap untuk berargumen lagi. Kita tak pernah kehilangan ruang Prodigy Diam…

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun