Shanti Wardaningsih, Agus Indarto, Cherol Nelson Ering, Rausan Fikri Priyana Putra, Syanly Lady Sumanti, dan Yosua Aldrin Kaligis
Guys, kalau ada di lingkungan kalian ada yang mengalami gangguan jiwa jangan didiskriminasi ya, mereka juga bagian dari kita juga lho! Mereka perlu perhatian dan bantuan dari kita untuk mengatasi gangguan jiwa tersebut. Sering kita menemui orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dikucilkan masyarakat bahkan mirisnya sampai dengan bully fisik misal dengan dipukul. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa dalam upaya promotif kesehatan jiwa ditujukan untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat secara optimal, menghilangkan stigma, diskriminasi, pelanggaran hak asasi ODGJ sebagai bagian dari masyarakat, meningkatkan pemahaman dan peran serta masyarakat terhadap kesehatan jiwa, dan meningkatkan penerimaan dan peran serta masyarakat terhadap kesehatan jiwa. Nah di Undang-Undang tersebut kita sebagai masyarakat memiliki peran penting dalam meningkatkan kesehatan jiwa.
Dalam pelayanan keperawatan jiwa apabila klien dengan gangguan jiwa dengan menunjukkan gestur marah, mata melotot, agresif, dan berteriak marah itu merupakan gangguan jiwa dengan risiko perilaku kekerasan. Apa yang harus dilakukan untuk menangani klien tersebut? Apakah dengan melawan klien tersebut dengan berkelahi? Tentu tidak, mereka juga manusia seperti kita yang perlu rasa aman dan perlindungan namun mereka terdapat hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia. Menurut (Siauta, 2020) orang dengan perilaku kekerasan merupakan individu yang ambigue, selalu dalam kecemasan, mempunyai penilaian yang negatif terhadap diri dan orang lain, ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah dengan baik sehingga perilaku kekerasan merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Dalam Pasal 22 UU Kesehatan Jiwa apabila pasien menunjukkan  perilaku yang dapat membahayakan dirinya, orang lain, atau sekitarnya, maka tenaga kesehatan yang berwenang dapat melakukan tindakan medis atau pemberian obat psikofarmaka terhadap pasien sesuai standar pelayanan Kesehatan Jiwa yang ditujukan untuk mengendalikan perilaku berbahaya.Â
Tindakan yang dapat perawat lakukan pada klien dengan kasus diatas tersebut adalah dengan teknik de-eskalasi. Tindakan deeskalasi merupakan teknik komunikasi yang melibatkan kemampuan interpersonal untuk membuat ODGJ dengan risiko perilaku marah menjadi tenang kembali. Langkah-langkahnya seperti :
- Â Â Â Membina hubungan saling percaya dengan menyapa klien
- Â Â Â Diskusikan kepada klien apa perasaan yang dirasakan
- Â Â Â Diskusikan kepada klien apa yang dilakukan ketika muncul rasa marah tersebut
- Â Â Â Diskusikan kepada klien apa dampak dari akibat perilakunya
- Â Â Â Latih dan kontrol marah klien dengan teknik napas dalam
Sebelum dilakukan de-eskalasi perawat perlu menyiapkan rekan 2-3 orang (2 disamping klien dan 1 di belakang klien) yang telah dikoordinir untuk berjaga-jaga apabila teknik de-eskalasi gagal agar dilakukan teknik restrain atau pengikatan. Restrain merupakan terapi untuk membatasi pergerakan fisik klien pada kondisi tertentu dan merupakan intervensi terakhir jika perilaku klien tidak dapat diatasi atau dikontrol dengan strategi perilaku atau modifikasi lingkungan (Widiyodiningrat, R., 2009 dalam Wayan, 2014). Teknik restrain sendiri terdapat langkah-langkahnya, tidak asal mengikat pasien. Berikut contoh video teknik de-eskalasi dan teknik restrain dalam manajemen krisis pada pasien gangguan jiwa Manajemen Krisis
Lalu bagaimana jika tenaga kesehatan melakukan kekerasan kepada klien dengan gangguan jiwa? Nah setiap tenaga kesehatan memiliki kode etik masing-masing. Di dalam keperawatan, perawat dalam menjalankan pelayanan keperawatan dituntut untuk selalu menerapkan nilai-nilai moral dan kode etik keperawatan. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa menyatakan bahwa sumber daya manusia di bidang Kesehatan Jiwa dalam menjalankan tugasnya dilarang melakukan kekerasan dan atau menyuruh orang lain untuk melakukan kekerasan atau tindakan lainnya yang tidak sesuai standar pelayanan dan standar profesi terhadap ODMK (Orang Dengan Masalah Kejiwaan) dan ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa). Apabila melanggar hal tersebut perawat akan berurusan dengan komite etik keperawatan untuk dimintai penjelasan terlebih terkait tindakannya serta terdapat ancaman sanksi administratif berupa peringatan lisan, peringatan tertulis hingga pencabutan izin praktik atau izin kerja menurut UU Kesehatan Jiwa pasal 43 ayat (2)