Dunia sudah cukup lama berdiri dengan berani dan tenang, bukan hanya puluhan atau ratusan tahun melainkan sudah ribuan bahkan jutaan. Makhluk yang mengisipun silih berganti antara satu spesies dengan spesies lainnya, yang awalnya hanya untuk menyambung kehidupan hingga hari membuat kehidupan. Sedikit gambaran diatas adalah salah satu contoh betapa egoisnya manusia, yang rela membunuh antara satu dengan lainnya karena perihal kepentingan yang bisa dikatan relatif besar atau kecilnya. Tergantung dari sudut kacamata mana kita memandangnya.
Egoisnya manusia kadang kala lupa bagaimana caranya belajar konsistensi dengan setan dan belajar ketaatan dengan para malaikat yang juga sama-sama makhluk ciptaan Tuhan. Memang agama Islam telah mengatakan bahwa kedudukan manusia berada diatas kedua ciptaan Tuhan tersebut bahkan kita disebut sebagai sebaik-baiknya ciptaan, konsekuensinya adalah kita bisa lebih mulia diatas malaikat atau lebih hina dibawah para iblis, begitulah umumnya pandangan yang berkembang sekarang.
Dalam berkehidupan sering sekali kita mengalami yang namanya pasang surut, naik turun, nyaman dan tertekan. Itulah realitas yang berlaku pada semua manusia, dan itupun bisa disebut dengan kaderisasi dunia. Berbicara tentang kaderisasi secara teori adalah bagaimana caranya menciptakan regenerasi penerus antara satu dengan lainnya dengan kualitas yang lebih daripada pendahulunya bukan berarti harus sama seperti apa yang dilakukannya, tentu dengan tidak lupa pada takdzim kepada pendahulunya dan bukan berarti menuhankannya.
Seolah itu hanya teori yang berkembang belaka dan tidak sesuai dengan praktek yang ada, banyak sekali senior yang berlaku melebihi malaikat kesuciannya dan tidak seperti jin perihal salah dan dosanya. Ironisnya lagi adalah mereka hanya ingin dijadikan "Ahadun" dalam terminologi bahasa arab bukan "awwalun, waahidun" ataupun "uula" sama kedudukannya seperti Tuhan yang menciptakannya dan bahkan melebihi kaum fir'aun kedudukannya. Memaksakan kehendak agar menjadi pengikutnya tanpa adanya kemerdekaan kepada kadernya untuk melebarkan sayap seluas-luasnya.
Akhirnya adik-adik yang tidak mengetahui apa-apa terjurumus pada jurang mereka yang mengakibatkan hilangnya sebuah harta terakhirnya yakni kemerdekaan yang ada pada dirinya, selain itupula terdapat distorsi antar kelompok yang di marginalkan dan juga yang diagungkan. Lalu dengan adanya fenomena ini, apalah bedanya antara manusia, jin dan malaikat pada sudut pandang yang sama? Lalu apakah kita salah bila kita mengimani jin? Lantaran sekian lama ia dicaci, dimaki, dimarginalkan tanpa ada satupun yang mau mendengarnya. Marilah sekali-kali kita mendengar suara dari kelompok yang disingkirkan, kelompok yang dimarginalkan itu. Supaya ada keseimbangan informasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H